Oleh. Nur Ubaini Hasibuan, S.Pd
(Pendidik, Aktivis Dakwah)
Muslimahtimes.com–Sangat miris nasib mahasiswa saat ini, karena banyak mahasiswa yang harus berjuang keras membayar uang kuliah tunggal. Sejumlah mahasiswa bahkan harus bekerja disela-sela kuliahnya agar mampu mengumpulkan uang guna membayar uang kuliah tunggal.
Lebih miris nasib lagi, bukannya mendapatkan solusi untuk meringankan biaya kuliah atau digratiskan. Tetapi malah diarahkan untuk mengambil pinjaman online. Demikian yang disampaikan oleh Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Muhadjir Effendy, yang mendukung wacana pinjaman online (pinjol) untuk membayar uang kuliah. “Pokoknya semua inisiatif baik untuk membantu kesulitan mahasiswa harus kita dukung gitu termasuk pinjol,” kata Muhadjir di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 2 juli 2024 (cnnindonesia.com)
Artinya, sama saja mahasiswa tetap membayar biaya kuliah, sudahlah hal itu berat bagi mahasiswa, ditambah jika dengan pinjaman online maka akan ada bunganya, bukannya akan membantu mahasiswa, tetapi akan membuat mahasiswa berusaha lebih keras untuk mengembalikan pinjaman online tersebut. Alih-alih menyelesaikan masalah malah menambah masalah.
Pinjol yang dikatakan bentuk inovasi teknologi, tetap saja merupakan pinjaman yang dapat menjerat mahasiswa, banyak fakta membuktikan penyalahgunaan pinjol untuk hal-hal diluar pembiayaan kuliah, dan ini berpeluang memberikan masalah yang lebih luas bagi mahasiswa. Kemudian siapakah yang diuntungkan, tentu saja para pengusaha pinjol.
Saran yang diberikan Menko PMK tersebut memberikan gambaran paradigma kepemimpinan yang berada dalam sistem sekuler kapitalisme, sebuah paradigma yang menjadikan keuntungan semata sebagai tujuan, lebih mendukung pengusaha pinjol, kemudian tidak memikirkan dampak negatif yang lebih besar jika ini dijadikan sebagai solusi.
Inilah yang terjadi di tengah-tengah masyarakat saat ini, karena sistem sekuler kapitalis ini pula masyarakat sering mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan masalah keuangan mereka. Pinjol menjadi solusi ketika masyarakat membutuhkan uang dengan cepat, belum lagi untuk kebutuhan yang mendesak, misalkan untuk makan harian atau untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Saking mudahnya pinjaman tersebut membuat masyarakat banyak yang terjebak dalam utang yang berlipat-lipat, gali lobang tutup lobang, pinjol sini untuk membayar pinjol yang sana, demikian seterusnya.
Sistem sekuler kapitalis yang diterapkan negara menjadikan penguasa berlepas tangan dalam memberikan jaminan kesejahteraan kepada masyarakat. Sistem ini hanya menguntungkan para kapital. Keberpihakan negara hanya pada pemilik modal, sedangkan masyarakat dibiarkan berjuang sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, termasuk dalam masalah biaya pendidikan.
Penerapan sistem saat ini menjadikan banyak masyarakat menjadi pragmatis, mereka yang berada dalam kemiskinan seringkali mengambil jalan pintas yang semakin membuat mereka semakin terpuruk dalam kemiskinan. Hal ini membuktikan bahwa sistem saat ini belum mampu memberikan kesejehteraan kepada masyarakat. Para pejabat negara bukanlah sebagai pemberi solusi bagi masyarakat atau menjadi teladan bagi masyarakat, tetapi memberikan solusi yang akan semakin menjerat masyarakat dalam kerusakan.
Berbeda dengan islam, negara merupakan pihak yang bertanggung jawab kepada rakyatnya, karna fungsi negara adalah sebagai pengurus rakyat. Al imamu ra’in wahuwa mas’ulin ar ro’iyyatihi, imam itu pengurus dan bertanggung jawab terhadap apa yang diurusnya (baca: rakyatnya)
Penguasa dalam negara islam akan menjalankan aturan-aturan islam dalam semua aspek kehidupan. Islam memberikan jaminan kepada seluruh masyarakat untuk terpenuhinya seluruh kebutuhan, baik itu sandang, pangan dan papan, dan termasuk juga jaminan kepada masyarakat agar mendapatkan pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Agar masyarakat bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, maka negara islam akan memberikan peluang lapangan pekerjaan kepada anggota keluarga yang memiliki kewajiban memenuhi nafkah, atau memberikan jaminan nafkah jika mereka tidak mampu memenuhi nafkah keluarga mereka. Kewajiban negara ini kepada setiap orang, individu per individu. Dan semua itu dijamin dengan sistem ekonomi Islam.
Demikian pula jaminan Islam terhadap pendidikan. Pendidikan adalah kewajiban bagi kaum muslimin, dan negara bertanggung jawab agar kaum muslimin dapat melaksanakan kewajibannya. Thalabil ilmi faridatun ala kulli muslim wal muslimat, menuntut ilmu kewajiban atas muslim dan muslimat.
Negara akan menyiapkan pendidikan dari tingkat dasar sampai pendidikan tinggi dengan biaya gratis, yang dibiayai oleh Baitul lmaal negara sepenuhnya. Sumber pendapatan negara yang banyak mulai dari fa’i, kharaj, pengelolaan sumber daya alam, menjadi pendapatan yang cukup untuk membiayai semua kebutuhan masyarakat termasuk pendidikan. Sehingga masyarakat tidak tersibukkan dengan mencari biaya, dan bisa fokus pada tujuan pendidikan.
Pendidikan pada masa Islam berkembang, dimana terlahir para intelektual – intelektual peletak ilmu bahkan peradaban Islam. Sebut saja aljabar, al Khawarizmi, Al Kindi atau bahkan Ibnu Sina peletak ilmu kedokteran. Hasil pendidikan dan juga teknologi akan digunakan sesuai dengan syariah islam, untuk menjadikan umat lebih taat kepada Allah ta’ala, bukan diperuntukkan pada hal-hal yang bertentangan dengan syariah Allah.
Para pejabat negara yang bertanggung jawab terhadap kemaslahatan umat termasuk pendidikan, akan memberikan pelayanan terbaik dan teladan bagi umat. Menggunakan hasil-hasil dari pendidikan untuk kemaslahatan umat yang sesuai dengan syariat Islam. Karena seyogyanya berkembangnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi tujuannya adalah untuk kemaslahatan Islam dan kaum muslimin.
Demikianlah Islam begitu sempurna dalam menyelesaikan masalah umat manusia, termasuk memberikan solusi sempurna bagi setiap problem kehidupan manusia, termasuk pembiayaan pendidikan masyarakat.