Oleh. Syifa, SE
(Aktivis Dakwah)
Muslimahtimes.com–Kelangkaan pupuk kembali terjadi mewarnai kehidupan para petani. Hal ini membuat petani harus menempuh berbagai upaya lebih untuk mendapatkan pupuk. Pada waktu proses penanaman tiba, pasokan pupuk yang dibutuhkan malah tidak ada bahkan dipersulit. Inilah yang terjadi di Kabupaten Manggarai Barat dan Timur.
Masalah Bertubi-tubi
Berbagai persoalan harus dihadapi petani, mulai dari jarak tempuh yang jauh yakni sekitar 80 km, administrasi yang ribet, NIK para petani yang belum terdaftar di E-RDKK, identitas yang belum terdaftar di Disdukcapil, miskomunikasi antar lembaga pemerintah yang kian pelik, utang pupuk subsidi sebesar Rp12,5 triliun, bahkan masalah distribusi pupuk yang kian runyam (beritasatu.com, 23/06/2024).
Butuh penyelesaian komprehensif atas problem ini. Mengapa? Karena kemacetan distribusi pupuk akan membuat hal-hal lainnya ikut macet. Jangan dulu bicara hasil panen, proses tanam pasti akan terhambat kalau pupuknya tidak ada. Direktur PT Pupuk Indonesia, Rahmah Pribadi memaparkan secara langsung rincian utang subsidi pupuk, yakni di tahun 2020 sebesar Rp430,2 miliar, 2022 sebesar Rp182,94 miliar, 2023 sebesar Rp189 triliun (bisnis.com, 20/06/2024).
Persediaan anggaran pupuk 2024 sebesar Rp53,3 triliun untuk volume 9,55 juta ton. Namun yang baru berjalan hanya 29% atau 2,8 juta ton. Miris! Hal ini seolah menjadi dalih pembenar bagi penguasa untuk menjalankan kebiasaan buruknya berupa impor pupuk. Sepanjang tahun 2023 pemerintah mengimpor pupuk sebanyak 5,37 ton. Memang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, akan tetapi tetap saja judulnya impor. Jika terus-menerus seperti ini maka ketahanan pangan mustahil terwujud.
Urgensi Kemandirian Pertanian
Pupuk dalam sektor pertanian memiliki peran vital. Tanpa pupuk pertumbuhan tanaman akan terganggu. Akibatnya berdampak buruk pada peningkatan kualitas hasil panen, bahkan kuantitas produksinya. Mengetahui fakta ini, harusnya pemerintah bersikap serius dan menunjukkan tanggung jawabnya untuk hadir memenuhi kebutuhan pupuk para petani.
Maknanya ialah selain memastikan stok pupuk terpenuhi, juga menyiapkan strategi agar memudahkan para petani dari segi keterjangkauan dan akses pupuk yang merata. Apabila kini pemerintah terlihat lalai, yang mana pupuk yang dibutuhkan petani tidak tersedia, bahkan dipersulit dengan urusan administrasi yang ribet atau masalah-masalah lainnya, maka inilah fakta kezaliman pemerintah.
Munculnya berbagai masalah yang tak kunjung selesai memberikan indikasi bahwa pemerintah tidak fokus meri’ayah petani. Seharusnya mustahil bagi kita untuk melihat problem kelangkaan pupuk yang ruwet ini jika pemerintah atau negara peduli terhadap urusan rakyatnya termasuk petani. Mustahil juga permasalahan di sektor pertanian tidak mampu diatasi oleh negara.
Mengapa dikatakan mustahil? Karena negara adalah pemilik semua data yang terkait dengan sektor pertanian. Sehingga mudah saja bagi negara untuk sigap mencari solusi dan menyelesaikan masalah yang ada, bahkan sebelum masalah tersebut terjadi. Sayangnya kebutuhan dunia pertanian saat ini mendapat respons baik oleh swasta dan investor asing, bukan negara.
Meningkatnya utang pupuk tidak menutup kemungkinan adalah bukti kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah dengan para investor, baik swasta maupun asing dalam sektor pertanian. Harapan mandiri dari segi pangan, sampai disediakan pupuk subsidi (walau dengan “kebiasaan” impor), nyatanya tinggal lah harapan. Kecurangan yang terjadi di lapangan kian tak terbendung, makin nihil terwujud.
Dari semua fakta yang terjadi semakin menguatkan kita bahwa sejatinya sektor pertanian yang diatur oleh negara hari ini dibangun di atas paradigma kapitalisme tiada lain karena telah menukar tanggung jawab penguasa menjadi tanggung jawab pengusaha. Bahkan rangkap menjadi pengusaha sekaligus penguasa. Maka sudah bisa dibaca arah pelayanan dan harapan pengusaha dengan rakyat pasti untung rugi.
Ekonomi Islam, Gerbang Kesejahteraan bagi Petani
Sektor pertanian adalah salah satu sektor penting dan mendapat perhatian mendetail dalam daulah Islam atau khilafah. Sektor ini adalah salah satu sumber kehidupan manusia di samping sumber-sumber yang lain. Oleh karena itu, khilafah akan melakukan berbagai macam mekanisme agar aktivitas dan kehidupan petani sejahtera. Mekanisme ini tidak akan kita dapati dalam praktek sistem ideologi lain seperti kapitalisme. Lantas bagaimana Islam mengatur sektor pertanian?
Pertama, negara wajib membangun industri pertanian secara mandiri dan independen. Pembangunan yang seperti ini bertujuan untuk menghilangkan ketergantungan pada asing, seperti pada aspek produksi dan berbagai kebutuhan sektor pertanian, termasuk pupuk. Bahkan dalam khilafah, investor asing diharamkan ikut andil dalam sektor apapun termasuk pertanian.
Untuk membangun industri yang mandiri dan independen membutuhkan sokongan dana yang besar. Lalu dari mana daulah memperoleh dana itu? Tidak perlu khawatir, daulah memiliki berbagai sumber pemasukan yang sudah jelas pos-posnya, yaitu: pertama, jizyah yakni pajak yang harus dibayarkan oleh nonmuslim. Kedua, fa’i, harta berupa apa saja yang diambil dari orang kafir tanpa peperangan. Ketiga, kharaj, cukai dari hasil tanah yang dikenakan atas orang-orang kafir. Keempat, ghanimah, harta yang diperoleh ketika berhasil menaklukan peperangan. Kelima, pengelolaan SDA yaitu upaya negara dalam mengelola semaksimal mungkin SDA yang ada di dalam negara untuk dimanfaatkan seutuhnya demi kemaslahatan masyarakat termasuk para petani. Dan masih banyak lagi sumber pemasukan khilafah dalam memenuhi seluruh kebutuhan umat.
Kedua, di antara pilar ekonomi Islam yang tidak ada dalam konsep ekonomi lain adalah pendistribusian harta secara merata. Distribusi merata dalam Islam itu nyata. Distribusi dikatakan berhasil ketika apa yang menjadi hajat kehidupan manusia terpenuhi. Pupuk adalah hajat penting dalam keberlangsungan dunia pertanian. Maka pemastian distribusi cepat dan tepat lagi merata di tengah para petani menjadi hal yang utama. Tidak hanya distribusi merata soal pupuk, namun juga kebutuhan petani yang lainnya seperti bibit berkualitas, herbisida, pestisida dan lain-lain juga akan disediakan dengan mudah dan terjangkau oleh negara.
Kepastian distribusi adalah tanggung jawab utama bagi negara. Tidak ada pihak lain yang ikut campur tangan seperti swasta yang akan mengambil alih tanggung jawab ini kecuali daulah hanya memintanya untuk mengelola. Tetapi perlu dicatat bahwa permintaan daulah bukanlah permintaan karena melepas tanggung jawab dan dirasa swasta lebih mampu dan berkuasa dibanding negara, melainkan hal seperti itu bisa saja terjadi bisa juga tidak. Semua itu dikembalikan lagi apakah daulah butuh keterlibatan swasta atau tidak.
Ketiga, daulah menciptakan iklim pendidikan yang menopang peningkatan atau perkembangan ilmu di bidang pertanian. Juga menjadi jembatan yang akan mengantarkan masyarakat agar mampu mengasah dan melejitkan potensi. Daulah memfasilitasi mereka untuk melakukan riset dan penelitian seputar pertanian. Dari riset ini muncul pembaharuan langkah baru yang tentu arahnya untuk kemajuan dan kemaslahatan masyarakat. Dengan demikian maka terjadilah peningkatan kualitas dan kuantitas di sektor pertanian, mulai dari SDM, bibit, pupuk, pestisida, alat pertanian, kualitas tanah, pengelolaan lahan dan lain sebagainya.
Keempat, selain memperhatikan lahan para petani yang sudah ada, negara juga akan mendata status tanah-tanah mati yang layak dihidupkan dengan pertanian. Artinya, tanah mati akan diambil dan dikelola oleh negara jika selama 3 tahun tidak kunjung hadir pemiliknya.
Negara akan memanfaatkan tanah ini untuk lahan pertanian. Pemanfaatannya bisa oleh negara langsung atau negara memberikan tanah itu kepada masyarakat yang tidak mempunyai tanah tapi mempunyai skill. Selain itu, negara juga akan memberikan bantuan berupa modal usaha kepada para petani yang kurang mampu agar kembali punya modal usaha untuk bertani tanpa ada unsur riba.
Jadi, sektor pertanian adalah sektor yang menjadi lumbung pangan bagi negara. Ketika sektor ini bermasalah atau diabaikan, maka ketahanan pangan seperti apa yang hendak dicapai? Ketahanan pangan akan tercapai apabila negara menerapkan Islam secara kaffah seperti yang telah dijelaskan pada poin-poin di atas.
Wallahu’alam.