Oleh. Kurniawati, S.Pd
(Guru dan Aktivis Muslimah)
Muslimahtimes.com–Mungkin kita sudah tidak asing dengan berita-berita terkait judi online. Namun kasus judi online kali ini sangat mengagetkan dan menyakiti hati, khususnya hati rakyat. Pasalnya pelaku judi online kali ini ialah sejumlah anggota DPR.
Sebagaimana laporan yang disampaikan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang mengungkapkan bahwa lebih dari 1.000 anggota legislatif setingkat DPR dan DPRD bermain judi online (judol). Hal ini diungkapkan oleh Ketua PPATK, Ivan Yustiavandana dalam rapat dengan DPR RI, Rabu (26/6/2024) (tirto.id, 28/7/2024).
DPR merupakan wakil dalam menyuarakan aspirasi rakyat. Di tengah maraknya judol yang beredar, rakyat berharap DPR bisa mencegah dan menghentikannya. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, DPR sendiri justru terlibat.
Hal ini jelas mencerminkan kualitas wakil rakyat yang buruk, integritas yang lemah, tidak amanah dan kredibilitas yang rendah. Sebenarnya masalah seperti ini bukan hanya persoalan individu saja, namun telah tersistematis. Sistem kapitalisme meniscayakan orientasi pada materi. Kapitalisme melahirkan individu yang memiliki cara berfikir kapital yang memanfaatkan peluang dan kesempatan mendapatkan materi sebagai puncak kebahagiaan tertinggi. Tidak heran jika mereka terus menempuh jalan apa pun sekalipun jalan yang haram. Sistem kapitalisme juga menjadikan individu yang memiliki kekuasaan menjadi serakah karena yang menjadi orientasinya adalah materi semata. Pejabat yang memiliki gaji yang cukup besar tetap terlibat judol juga dikarenakan orientasi pada materi itu tadi.
Sistem demokrasi yang lahir dari sistem kapitalisme menjadikan wakil rakyat hanya berorientasi pada kepentingan penguasa semata. Hal itu terbukti pada Undang-Undang yang mereka rancang tidak berpihak kepada rakyat. Jadi, slogan “wakil rakyat bekerja untuk rakyat” adalah omong kosong belaka. Begitulah corak pemimpin yang dihasilkan oleh sistem demokrasi. Mereka direkrut tidak mengutamakan kredibilitas dan representasi rakyat, melainkan untuk korporat, penguasa dan untuk kesenangan pribadi.
Hal itu sangat berbeda dengan wakil rakyat dalam Islam. Dalam Islam, wakil rakyat disebut dengan majelis umat. Majelis umat bertugas mewakili umat untuk memberi saran, nasehat, kritikan dan mengontrol berbagai urusan penguasa yaitu khalifah.
Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Beliau meminta saran dan pendapat dari beberapa orang Anshar dan Muhajirin yang mewakili kaum mereka, seperti Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Hamzah bin Abdul Muthalib, Bilal bin Rabbah, Abu Dzar Al-Gifari, Sa’ad bin Mua’dz, Sa’ad bin Ubadah, Usaid bin Hudair, Al Miqdad al-Aswad, Huzaifah Al Yaman dan Salman Al-Farizi.
Keberadaan majelis umat dalam Islam bukan untuk melegalisasi hukum seperti dalam sistem demokrasi, tetapi sebagai pengimbang dan pengontrol khalifah. Islam memang tidak menafikkan adanya musyarawah. Musyawarah hanya boleh dilakukan untuk mendiskusikan terkait masalah teknis pelaksanaan, bukan bermusyawarah dan berdiskusi tentang syariat.
Dalam kitab At-Thariq, Syaikh Ahmad Atahiyat menjelaskan beberapa wewenang utama majelis syura’, yaitu: pertama, memberikan pendapat atau usulan kepada khalifah dalam masalah pendidikan, kesehatan, ekonomi dan lain-lain. Kedua, mengoreksi khalifah dan para penguasa tentang berbagai hal yang keliru. Jika terjadi perselisihan antara mereka maka diserahkan kepada Mahkamah Mazalim. Ketiga, menampakkan ketidaksukaan kepada wali atau para mu’awin yang melanggar hukum syarak dan menyulitkan rakyat. Keempat, memberikan pandangan dalam UU yang akan ditetapkan khalifah.
Dari sini bisa kita lihat bahwa majelis umat adalah representasi umat. Berperan penting dalam penerapan hukum syara’ oleh pejabat dan menyalurkan aspirasi rakyat. Anggota majelis umat terdiri dari muslim dan non muslim, laki-laki dan perempuan yang baligh, berakal dan merdeka. Mereka dipilih melalui pemilu dan mewakili individu atau kelompok di setiap wilayah masing-masing. Selain itu, mereka diketahui oleh masyarakat di wilayahnya sebagai orang yang amanah, bertanggung jawab dan peduli terhadap kondisi rakyat.
Seperti itulah peran wakil rakyat dalam Islam. Hal itu hanya bisa terwujud dengan ditegakannya daulah Islam yang telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Allah SWT berfirman dalam surah An-Nisa ayat 59 yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya, dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (As-Sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
Wallahua’lam.