Oleh. Sunarti
Muslimahtimes.com–“Yen rendeng ora iso ndhodhok, yen tiga ora iso cewok” yang artinya ketika musim penghujan tidak bisa duduk dan ketika musim kemarau tidak bisa cebok. Pepatah Jawa ini menggambarkan kondisi ketika musim penghujan tidak bisa duduk artinya karena banjir di mana-mana sehingga sulit untuk duduk atau untuk tinggal. Sebaliknya ketika musim kemarau, tidak bisa cebok karena tidak ada air atau dengan kata lain sedang masa kekeringan dan sulitnya air didapat. Begitu kondisi yang terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia saat ini.
Seperti musim kemarau tahun ini di Kota Ngawi, Jawa Timur. Dalam pemberitaan Jawa Pos Radar Madiun, tanggal 31 Juli 2024 mengabarkan jika musim kemarau kali ini ancaman kekeringan mengintai puluhan desa di Ngawi. Sekitar 23 desa yang berpotensi mengalami kekeringan. Puluhan desa tersebut berada di Kecamatan Bringin, Sumber Bening, Kenongorejo, Suruh dan Gandong. Sementara di daerah tersebut terdapat 34.529 KK dengan. 93.031 jiwa.
Di wilayah lain juga menunjukkan tanda-tanda kekeringan yang sama dengan di Kabupaten Ngawi, seperti di wilayah tetangga Ngawi, yaitu Solo. Bahkan Pemerintah Kota (Pemkot) Solo berencana menerapkan status siaga darurat kekeringan pada puncak kemarau, Agustus 2024 (Merah-Putih,com; 3 Agustus 2024).
Sebenarnya tidak hanya dua wilayah tersebut yang mengalami kekeringan di musim kemarau. Namun wilayah-wilayah lain juga mengalami hal yang sama di musim kemarau. Dan sebaliknya, ketika musim penghujan, kondisi berubah total menjadi rawan banjir dan tanah longsor. Meskipun beberapa kali telah dilakukan antisipasi dan pencegahan, namun setiap tahun, bencana ini terus berulang. Merupakan bencana langganan bagi warga.
Industrialisasi di Daerah Mengakibatkan Rusaknya Tata Kelola Lahan
Sudah jamak diketahui jika negeri ini mengadopsi sistem sekular-liberal. Sehingga setiap kebijakan tidak memperhatikan nasib rakyat secara keseluruhan. Diawali dari sistem ekonomi yang menganut perekonomian liberal, menjadikan pihak swasta, Asing dan Aseng bebas dalam melaksanakan aktivitas pasar di negeri ini. Ditambah dengan kebijakan industrialisasi di daerah, menyebabkan terjadinya lahan-lahan di daerah yang seharusnya bisa menjadi lahan serapan air, sekarang menjadi lahan industri.
Tujuan memajukan dan mengangkat perekonomian rakyat di wilayah daerah, menjadi alasan atas berpindahnya industri dari daerah perkotaan ke wilayah desa. Mau tidak mau, lahan serapan di daerah bergeser menjadi gedung-gedung industri. Dampak nyata saat ini mungkin masih belum terlihat, namun beberapa tahun ke depan, langganan bencana baik kekeringan, banjir maupun tanah longsor akan lebih parah. Belum terhitung alih fungsi hutan di beberapa daerah juga mengurangi wilayah resapan air.
Pertimbangan ekonomi dan kesejahteraan rakyat seharusnya menjadi perhatian dalam menentukan kebijakan. Karena dalam hal perekonomian juga menyangkut lingkungan hidup warga negara.
Berulangnya bencana yang menimpa rakyat seharusnya mendapat perhatian lebih. Mitigasi bencana seharusnya juga lebih teliti dan mendasar; serta tidak merugikan rakyat. Saat ini sangat disayangkan karena kebijakan satu dengan yang lainnya tidak memperhatikan kondisi rakyat. Hanya berdasar pada meraih keuntungan pertimbangan keselamatan rakyat tidak tertunaikan. Jadilah rakyat sebagai korban.
Masyarakat Berserikat dalam Sumber Air
Pengelolaan air agar tidak kekeringan saat muslim kemarau dan saat musim penghujan sangat penting. Karena itu kondisi sumber air dan resapan air sangat penting bagi kehidupan. Manusia sebenarnya berserikat dalam tiga hal yakni air, padang rumput dan api. Sebagaimana terdapat dalam Hadits Rasulullah Saw., yang artinya: “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Untuk urusan bencana, negara sangat memiliki peran penting di dalamnya. Sebab segala kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak adalah tanggung jawab negara. Jika kebijakan yang satu dengan yang lain masih timpang tindih, maka langganan banjir, tanah longsor maupun kekeringan akan terus berulang.
Masyarakat seharusnya melek mata dengan kondisi seperti ini. Karena sistem sekular-liberal yang diterapkan saat ini tidak bisa lagi diharapkan untuk merubah kondisi. Saatnya mengembalikan sistem Islam yang di dalamnya terdapat aturan-aturan yang tidak tumpang tindih, akan tetapi jelas, tegas dan gamblang dalam menyelesaikan berbagai persoalan.
Meski bencana adalah ujian dari Sang Pencipta, namun yang akan dipertanggungjawabkan adalah ikhtiar maksimal dari manusianya.
Waallahu alam bisawab.