Oleh : Eri
(Pemerhati Masyarakat)
Muslimahtimes.com–Lagi-lagi, kekerasan pada anak terjadi kembali. Kali ini terjadi di tempat yang tak terduga, yaitu di tempat penitipan anak atau daycare. Tempat yang seharusnya aman bagi anak-anak beraktivitas, tapi malah menjadi ancaman. Parahnya, pelaku terduga kekerasan merupakan orang yang diamanahkan untuk menjaga serta mendidik anak-anak.
Miris, sudah ada dua anak yang terungkap menjadi korban penganiayaan. Menurut Sekretaris Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Depok, Sutarno, mengatakan dari bukti kamera pengawas atau CCTV telah terjadi kekerasan kepada dua anak siswanya yang dilakukan oleh seorang ibu-ibu. (detiknews.com 31/7/24)
Kejadian ini membuat sebagian masyarakat resah, karena tidak ada tempat yang benar-benar aman bagi tumbuh kembang anak mereka. Padahal “daycare” hadir sebagai solusi bagi para ibu yang bekerja untuk menjaga anaknya sementara waktu. Namun disisi lain, daycare mematikan peran ibu dalam menjaga, merawat serta mendidik anaknya.
Beberapa pihak juga merespon kejadian tersebut, salah satunya Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani, mengingatkan pentingnya mengawasi ketat tempat penitipan anak. Puan juga mendorong pemerintah agar memfasilitasi masyarakat dengan pelatihan khusus, peningkatan kualitas layanan dan sarana bagi anak (tempo.co 1/8/24).
Dari pihak Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) juga mendorong pemerintah untuk mensahkan RUU Pengasuhan Anak. RUU ini sangat penting karena menjadi solusi agar kekerasan anak tidak terulang karena selama ini belum ada payung kebijakan terkait pengasuhan anak. KPAI menganggap RUU sebagai salah satu pencegahan masalah kekerasan anak. (kompas.com 1/8/24)
Bila melihat lebih dalam, akar permasalahan ini berawal dari diterapkannya sistem kapitalisme sekuler. Sistem kufur yang memusnahkan fitrah ibu. Hasil dari sistem ini adalah pemikiran feminisme dan materialisme. Dimana feminisme mengagungkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Feminisme mendorong para perempuan agar keluar rumah dan meniti karir untuk menopang perekonomian keluarga.
Sedangkan materialisme adalah pemikiran yang mementingkan materi saja. Jika para ibu melihat uang adalah segalanya dan suami tidak mampu memenuhi, maka bekerja merupakan jalan pintas yang dipilih. Akibatnya, banyak anak yang terlantar dan pendidikan pun tidak diperhatikan. Tetapi ada juga yang bekerja karena keterbatasan materi. Tidak dipungkiri, hidup di alam kapitalisme berdampak kebutuhan pokok menjadi serba mahal. Para ibu terpaksa ikut bekerja demi menambah pundi-pundi rupiah.
Oleh karena itu, memutus rantai kekerasan pada anak hanya dengan menerapkan kembali sistem shahih. Sistem yang memiliki aturan komprehensif yang diturunkan Allah SWT yaitu Islam. Dalam Islam, anak merupakan aset berharga sebuah bangsa. Mereka sebagai generasi masa depan yang membangun peradaban manusia. Tidak terbayang akan sesuram apa masa depan generasi bila mereka menjadi korban kekerasan. Maka, mewujudkan generasi cerdas, berakhlak dan berkualitas merupakan kewajiban bersama.
Ada tiga pihak yang berperan penting dalam melindungi dan memenuhi kebutuhan anak-anak. Keluarga menjadi garda pertama berkewajiban melindungi, merawat dan mendidik anak-anak. Peran penting seorang ibu adalah al-umm madrasatul uula, pendidik utama dan pertama. Ibu akan bersinergi bersama ayah mendidik anak mereka dengan pondasi akidah Islam.
Selanjutnya, masyarakat bertugas menciptakan lingkungan ramah anak dan mencegah kejahatan sebagai bentuk amar ma’ruf nahi munkar. Keterlibatan masyarakat menciptakan kebersamaan yang tidak ada dalam sistem kapitalisme sekuler. Sebab, sekuler melahirkan sifat individualisme pada masyarakat.
Selain itu, peran negara tidak kalah penting. Negara memiliki kewenangan dalam membentuk sistem pendidikan, ekonomi, sosial dan keamanan. Sistem ekonomi Islam, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan masyarakat mulai dari pangan, sandang, papan secara murah dan mudah. Tidak ada lagi alasan ibu bekerja untuk membantu perekonomian keluarga.
Masalah keamanan pun tidak luput dari perhatian negara. Mulai dari pencegahan dan sanksi tegas akan diberlakukan negara sebagai bentuk perlindungan kepada warganya. Sepanjang sejarah peradaban Islam, sangat sedikit kasus kejahatan yang terjadi. Sanksi tegas tanpa pandang bulu memberi efek jera bagi pelaku dan mencegah kejahatan serupa terulang kembali.
Begitulah peran strategis dari ketiga pihak yang akan optimal bila diterapkan syari’at Islam. Hanya sistem pemerintahan dalam bingkai Khilafah yang mampu menerapkan syari’at Islam secara sempurna. Waallahu a’lam bis shawwab.