Oleh. Ledy Ummu Zaid
Muslimahtimes.com–Orang tua mana yang tidak geleng-geleng kepala melihat pergaulan anak-anak zaman sekarang? Setiap orang tua pasti tidak ingin anaknya tergelincir pada pergaulan bebas yang dapat merusak masa depan. Seperti yang kita ketahui hari ini, pergaulan bebas di negeri ini semakin merebak dimana-mana, dan bisa menyasar siapa saja. Jika tidak menjadi pelaku, maka berpeluang menjadi korbannya. Naudzubillahi mindzalik.
Namun, inilah faktanya dimana hari ini anak kecil saja bisa mengerti bagaimana hubungan antara suami dan istri tersebut. Apalagi jika anak-anak usia pelajar yang notabene remaja dan memasuki masa-masa pubertas malah difasilitasi alat kontrasepsi sebagai pegangan mereka dalam bergaul.
Dilansir dari laman bisnis.tempo.co (01/08/2024), Presiden Joko Widodo atau Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Adapun dalam Pasal 103 PP yang ditandatangani pada Jumat, 26 Juli 2024 tersebut, disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Dalam hal ini, adanya pelayanan kesehatan reproduksi bagi pelajar dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.
Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan Terhadap Perempuan memandang penyediaan alat kontrasepsi bagi pelajar dan remaja sebagai upaya mengurangi risiko kehamilan yang tidak diinginkan, infeksi menular seksual, dan mencegah kekerasan seksual berupa pemaksaan perkawinan, seperti yang dilansir dari laman antaranews.com (15/08/2024). Kemudian, Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani mengatakan kekerasan seksual yang dialami oleh anak perempuan usia sekolah atau remaja perempuan, seperti pemaksaan perkawinan, termasuk perkawinan anak dapat berakibat kehamilan yang tidak diinginkan, dan gangguan kesehatan reproduksi dan seksual.
Miris bukan mendengar pernyataan Ketua Komnas Perempuan tersebut? Padahal ia juga seorang perempuan, tetapi solusi yang ditawarkan hanya untuk permukaan saja, dan sayangnya belum mampu menuntaskan persoalan pergaulan bebas ini sampai ke akar masalahnya.
Dilansir dari laman mediaindonesia.com (04/08/2024), Wakil Ketua Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Abdul Fikri Faqih mengecam terbitnya peraturan pemerintah yang memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah atau pelajar. Menurutnya, penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa sekolah ini sama saja membolehkan budaya seks bebas kepada pelajar. Ia justru menekankan pentingnya pendampingan (konseling) bagi pelajar dan remaja, khususnya edukasi mengenai kesehatan reproduksi melalui pendekatan norma agama dan nilai pekerti luhur yang dianut budaya ketimuran di nusantara.
“Tradisi yang telah diajarkan secara turun temurun oleh para orangtua kita adalah bagaimana mematuhi perintah agama dalam hal menjaga hubungan dengan lawan jenis, dan resiko penyakit menular yang menyertainya,” tuturnya.
Ironi, di negeri mayoritas muslim ini zina seolah dilegalkan. Alih-alih menyelamatkan generasi dari pergaulan bebas, tetapi malah sebaliknya memfasilitasi pergaulan bebas itu sendiri. Program penyediaan alat kontrasepsi sebagai layanan kesehatan reproduksi dengan dalih seks aman hanya akan mengantarkan pada liberalisasi perilaku remaja. Hal ini tentu akan membawa kerusakan pada masyarakat yang semakin kompleks. Meski diklaim aman dari persoalan kesehatan, namun akan mengantarkan pada perbuatan zina yang hukumnya haram.
Tak perlu diherankan lagi karena program semacam ini lahir dari sistem kapitalisme sekuler hari ini. Aturan-aturan yang ada akhirnya semakin meneguhkan Indonesia sebagai negara sekuler yang mengabaikan aturan agama dengan arus liberasinya yang kuat. Kerusakan perilaku akan makin marak dan membahayakan masyarakat dan peradaban manusia seluruhnya. Jika suatu negara juga menerapkan sistem pendidikan sekuler, maka sudah tentu tujuan pendidikannya hanya sebatas materi atau yang tampak secara lahiriah. Di sekolah mungkin hanya akan digencarkan bagaimana caranya lulus dengan nilai yang memuaskan dan mendapat pekerjaan yang bagus, namun tidak sungguh-sungguh diajarkan bagaimana menjadi seorang hamba Allah yang bertakwa dan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.
Adapun dalam sistem Islam, negara atau daulah wajib memelihara akidah umat. Setiap individu rakyat akan didorong untuk memiliki kepribadian Islam. Untuk mewujudkannya, daulah akan menerapkan syariat Islam secara kaffah atau menyeluruh, termasuk dalam sistem pendidikan. Allah subhanahu wa ta’ala berfiman, “Wahai orang-orang yang beriman masuklah kamu kepada Islam secara menyeluruh. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kamu.” (TQS. Al-Baqarah: 208)
Dengan melakukan edukasi melalui berbagai sarana khususnya media serta menerapkan sistem sanksi yang sesuai hukum syarak, perzinahan tidak akan merajalela.
Islam yang hadir tidak hanya sebagai sebuah agama, tetapi juga merupakan sebuah ideologi yang kuat dan sangat ideal untuk mengatur kehidupan manusia seluruhnya tentu secara tegas akan mencegah perilaku liberal atau bebas. Dimulai dari individu yang taat sami’na wa atho’na dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, hingga keluarga dan masyarakat luas yang mendukung dengan memberikan lingkungan yang sehat dan positif. Hal ini dikarenakan adanya negara yang mengatur kehidupan umat dengan baik dan benar sesuai Al-Qur’an dan As-sunnah. Adapun keadaan seperti ini hanya akan kita temui dalam Khilafah Islamiyyah ala minhajin nubuwwah atau kepemimpinan Islam seperti zaman kenabian. Oleh karena itu, tak heran kerusakan masyarakat hari ini lahir dari sistem kufur buatan manusia yang sembarangan membuat aturan haram untuk masyarakat. Padahal, kontrasepsi untuk remaja sudah jelas kontra dengan agama. Wallahu a’lam bishshowab.