Oleh. Kholda Najiyah
(Founder Salehah Institute)
Muslimahtimes.com–Dunia perempuan terus berduka. Di India, sekitar sejuta tenaga kesehatan mogok kerja dan mengekpresikan kegeramannya. Mereka menuntut jaminan keamanan dan sistem Kerja yang manusiawi. Khususnya bagi kaum perempuan.
Gelombang protes ini dipicu oleh tewasnya seorang dokter pascasarjana, Moumita Debnath (31 th). Perempuan ini diduga diperkosa dan dibunuh secara brutal di salah satu rumah sakit pemerintah terbesar di Kolkata, India. Mayatnya ditemukan pada Jumat, 9 Agustus 2024, di ruang seminar. Tempat terakhir ia beristirahat setelah 36 jam bekerja di bawah tekanan (Tempo).
Di Indonesia, kasus yang juga miris menimpa seorang dokter program spesialis anastesi Undip berinisial ARL. Ia diduga mengakhiri hidupnya dengan menyuntikkan cairan pelemas otot secara overdosis. Selain mengeluhkan beban kuliah, diduga ada bullying selama menjalani kuliah spesialisasi yang dilakukan senior pengajar kepada para juniornya (Detik). Hingga tulisan ini dibuat, kasus masih diselidiki.
Sementara itu, pelucutan hijab terjadi pada 18 siswi peserta Paskibraka. Pimpinan Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) berada di balik pelecehan muslimah ini. Secara licik, ia menghapus aturan tentang ketentuan seragam berkerudung dalam barisan Paskibraka pada 2022, diubah menjadi tidak ada kerudung di SK 2024. Jelas sekali ada kejahatan ideologis oleh yang mengaku paling Pancasilais ini.
Tindakan ini sama persis seperti yang dilakukan negara-negara Barat yang antipati dengan simbol-simbol Islam. Seperti dialami oleh atlet-atlet Prancis yang dilarang berlaga di ajang Olimpiade, hanya karena ia berkerudung. Seperti atlet basket Diaba Konate (23). Juga pelarangan hijab di Tajikistan. Sensus 2020 mendata, negara di Asia Tengah berpenghuni 10 juta jiwa itu, 96% muslim. Ironinya, meloloskan UU antihijab dan bahkan melarang tradisi “iydgardak,” di mana anak-anak mendatangi rumah-rumah untuk mengumpulkan uang saku pada hari raya Idul Fitri. Mirip Lebaran di Indonesia.
Begitulah deretan fakta derita perempuan di berbagai belahan dunia yang hidup dalam kungkungan sistem sekuler kapitalisme. Dari Barat bumi sampai ke Timur, mereka “diperkosa” hak-haknya sebagai perempuan. Terbukti bahwa sistem sekuler kapitalisme gagal mendudukkan perempuan pada posisi mulia, terlindungi dan terjamin hak-haknya. Sebaliknya, sistem sekuler menjadi “neraka” bagi para perempuan di seluruh penjuru dunia.
Sejarah Penuh Nestapa
Dunia sudah sangat tua, namun persoalan perempuan seperti kekerasan, perundungan, penelantaran, penindasan dan pengabaian hak-haknya masih juga menjadi PR besar. Hal Ini tak lepas dari masih lestarinya nilai-nilai feodalisme peninggalan kolonialisme kuno, ditambah penerapan sistem sekuler kapitalis yang kian liberal.
Sistem feodal, mendudukkan perempuan di tempat paling gelap sejarah manusia. Kaum laki-laki di seluruh dunia, merendahkan perempuan. Mengungkung mereka di rumah, dibatasi untuk mengakses pendidikan, diperjual-belikan bak barang rendahan, hingga diperbudak nafsu oleh banyak laki-laki (poliandri). Perempuan di zaman kegelapan tidak mendapatkan warisan, bahkan justru tubuhnya yang diwariskan kepada anak laki-lakinya. Na’udzubillahi mindzalik.
Sistem feodal meniscayakan kastanisasi dalam struktur sosial. Dibanding laki-laki, perempuan ditempatkan sebagai makhluk nomor dua. Perempuan yang memang fitrahnya lemah lembut, tidak berdaya dan perlu dilindungi, malah diperlakukan semena-mena. Seperti dinikahkan tanpa persetujuan, digauli dengan kasar dan diceraikan sepihak. Sisa-sisa feodalisme pada kaum perempuan, tampaknya masih melekat secara turun temurun hingga hari ini. Di berbagai belahan dunia, perempuan menjadi bulan-bulanan kaum laki-laki.
Kondisi ini semakin parah karena dunia menerapkan sistem sekuler kapitalis yang begitu liberal. Sistem yang membebaskan perempuan hingga kebablasan. Di dunia hiburan misalnya. Perempuan berkeliaran hingga larut malam, bahkan diri hari, menjadi mangsa para lelaki hidung belang.
Menyerahkan tubuh mereka untuk dijual murah.
Jika perempuan memilih menjadi ibu rumah tangga dan bekerja di dalam rumah, mereka direndahkan. Dicap tidak produktif. Dilabeli sebagai perempuan tidak berdaya. Padahal mereka mengerjakan tugas domestik hampir tak kenal waktu. Itu pun mereka bekerja di rumah dalam kondisi tidak aman. Ada ancaman KDRT dari suaminya. Laki-laki stres yang harusnya melindungi, malah menganiayanya.
Lihatlah fenomena KDRT yang semakin biadab. Tak hanya menyebabkan luka fisik, juga menghancurkan mental perempuan. Apakah para laki-laki beringas ini tidak pernah dididik untuk memuliakan perempuan? Ataukah mereka juga korban depresi akibat penerapan sistem sekuler kapitalistik yang memicu tekanan hidup tinggi dan kerusakan akhlak manusia? Apapun alasannya, lagi-lagi korbannya tetaplah perempuan yang tak berdosa.
Jika di rumah mereka menderita dan tidak bahagia, lalu ke mana larinya kaum perempuan? Haruskah mereka mengejar kemandirian dan melepaskan diri dari ketergantungan pada laki-laki? Terbukti, ini juga bukan pilihan ideal. Ketika perempuan melangkahkan kaki untuk mengejar kemuliaan di ruang publik, ia tidak menemukannya.
Di luar rumah, perempuan dieksploitasi habis-habisan di berbagai bidang kehidupan. Di bidang ekonomi, para perempuan menjadi buruh-buruh pabrik dengan gaji yang hanya cukup untuk mengisi perutnya supaya esok bisa pergi kerja lagi. Itupun ia harus mengorbankan anak-anaknya. Mengabaikan kewajiban utamanya sebagai ibu dan pendidik anak.
Di bidang kesehatan, para perawat, bidan dan dokter perempuan bekerja melebihi jam kerja manusiawi dengan gaji yang juga minim. Alasan pengabdian selalu didengungkan, hingga mengabaikan hak mereka sendiri akan kesehatan dan kesejahteraan. Hidup mereka tidaklah seindah imej masyarakat bahwa menjadi dokter itu enak.
Begitulah sejarah panjang nestapa kaum perempuan. Apakah masih akan terus diperpanjang dengan mempertahankan sistem sekuler kapitalis yang terbukti gagal melindungi hak-hak perempuan? Apakah dunia tidak paham bahwa ada sistem Islam yang bisa mengatasi semua persoalan perempuan, bahkan juga persoalan laki-laki dan persoalan dunia?
Kerugian Dunia Tanpa Sistem Islam
Sungguh suatu kerugian besar jika dunia masih mempertahankan sistem sekuler kapitalis. Sungguh kerugian besar jika dunia tidak juga melirik sistem Islam, mempelajari, mengadopsi dan menegakkannya dalam seluruh aspek kehidupan. Kerugian itu tidak hanya akan dirasakan kaum perempuan, akan tetapi juga kaum laki-laki. Siapapun penguasa di sistem sekuler kapitalis saat ini, akan terus dibebani persoalan-persoalan perempuan yang tak ada habisnya.
Nestapa kaum perempuan akan terus berlanjut. UN Women mendata, satu dari tiga perempuan (30%) di seluruh dunia pernah menjadi sasaran kekerasan fisik dan/atau seksual. Lalu, hampir sepertiga (27%) perempuan berusia 15-49 tahun yang pernah menjalin hubungan melaporkan bahwa mereka pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual yang dilakukan oleh pasangan intim mereka.
Kapankah angka-angka ini akan menurun dan bahkan menghilang? Tidak akan terjadi jika dunia masih menerapkan sistem sekuler kapitalis. Mengapa? Karena sistem ini tidak menggunakan agama untuk mengatur manusia, malah menggunakan aturan buatan manusia. Sementara semua paham, bahwa akal manusia terbatas untuk mengetahui hakikat aturan seperti apa yang terbaik untuk umat manusia.
Lalu agama apa yang layak untuk mengatur dunia? Tentu saja Islam sebagai agama terakhir yang diturunkan oleh Sang Pencipta Dunia yang menyempurnakan agama-agama sebelumnya. Fungsi agama Islam adalah untuk mengatur dunia dan mengatasi segala persoalan yang muncul dari interaksi antarmanusia di muka bumi. Inilah mengapa Islam disebut rahmatan lil’alamin.
Maka, kerugian besar jika dunia tidak mengambil Islam untuk mengatur dirinya. Berbagai persoalan akan terus membelitnya. Menjadi beban yang tidak akan ada habisnya. Nestapa kaum perempuan tidak akan tuntas, jika dunia malah fobia terhadap sistem Islam.
Cobalah duduk manis, pelajari dengan seksama, pahami dan diskusikan dengan akal sehat, bagaimana tata cara Islam akan mengatur dunia. Bukalah sejarah penerapan sistem Islam yang 14 abad lamanya pernah dierapkan di muka bumi ini. Tundukkanlah hawa nafsu dan ego kalian, wahai para pemimpin dunia sekularis liberalis. Jujurlah melihat sejarah. Akuilah dengan jantan, siapa biang kerok kerusakan di muka bumi ini. Pernahkah Islam yang melakukannya? Lalu mengapa justru Islam yang menjadi tertuduh?
Bangkitlah Muslimah
Prof. TM Hasbi Ashshiddieqy dalam bukunya Lapangan Perjuangan Wanita Islam di halaman 21 menuliskan, kedekatan hubungan wanita-wanita Arab Andalusia dengan kaum wanita Eropa, menularkan kehebatan mereka. Wanita Eropa menjadi lebih beradab dan berpendidikan. Kini, nasib seakan jungkir balik. Perempuan-perempuan Islam terpuruk, di saat wanita Barat mengalami kemajuan secara sains dan teknologi. Padahal, mereka berutang budi pada para muslimah.
Laki-laki di Barat juga belajar memperlakukan perempuan dari Islam. Gustav Le Bonn dalam bukunya La Civilisation des Arabes halaman 428 menulis, “Dari orang-orang Arablah (Islam, red), penduduk Eropa mengadopsi sifat-sifat menghormati wanita, sebagaimana dari orang-orang Arab pula mereka mempelajari kecakapan memacu kuda.”
Namun, kini Islam ditinggalkan. Maka, laki-laki di Barat maupun Timur, memperlakukan perempuan semena-mena. Ini karena sistem hidup sekuler tidak memiliki falsafah untuk memuliakan perempuan. Mereka juga tidak punya aturan hidup yang merinci di mana lapangan perjuangan perempuan yang ideal.
Sementara Islam, memiliki seperangkat aturan yang komplet untuk mendudukkan posisi perempuan dengan tepat. Maka, tunggu apalagi? Sudah saatnya mengembalikan sistem Islam untuk mengatur dunia untuk menyelamatkan umat manusia, termasuk kaum perempuan.(*)