Oleh. Naila Dhofarina Noor
Muslimahtimes.com–Sepekan terakhir, marak aksi tawuran di beberapa titik di sekitar Jakarta. Pada 12 Agustus 2024, delapan remaja ditangkap personel tim Samapta Polda Metro Jaya di Jalan Cipinang Muara 3, Jakarta Timur karena diduga akan melakukan aksi tawuran menggunakan beberapa senjata tajam. (Tempo.co.id, 15/09/2024)
Inilah sebagian fakta yang menunjukkan kondisi generasi saat ini yang menggunakan masa mudanya untuk hal yang tidak bermanfaat bahkan membuat kerusakan. Kecanggihan teknologi digunakan dalam kepentingan yang nirmanfaat. Tawuran ini dilakukan dengan cara kekinian, bahkan untuk mendapatkan cuan.
Betapa kebahagian berdasarkan materi telah menghunjam kuat dalam diri generasi muda. Menghalalkan segala cara. Tak heran, jika para pelaku tawuran melakukan demi meraih kepuasan pribadi bahkan cuan. Sebabnya, dalam sistem kapitalisme saat ini, memanglah nuansa mengejar materi yang dicari.
Di sisi lain, kasus tawuran yang kerap terjadi ini menggambarkan gagalnya sistem pendidikan mencetak generasi berkualitas. Sebagai kaum muslim, hendaknya kita saling bermuhasabah atas kondisi generasi kita. Ada sebuah firman Allah yang bisa kita renungkan bersama.
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ (5) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At Tiin [95] : 4-6)
Maksud ayat “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya” ada empat pendapat. Di antara pendapat tersebut adalah “Kami telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya sebagaimana di waktu muda yaitu masa kuat dan semangat untuk beramal.” Pendapat ini dipilh oleh ‘Ikrimah.
“Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya”. Menurut Ibnu ‘Abbas, ‘Ikrimah, Ibrahim dan Qotadah, juga Adh Dhohak, yang dimaksudkan dengan bagian ayat ini adalah “Dikembalikan ke masa tua renta setelah berada di usia muda, atau dikembalikan di masa-masa tidak semangat untuk beramal setelah sebelumnya berada di masa semangat untuk beramal”.
Masa tua adalah masa tidak semangat untuk beramal. Seseorang akan melewati masa kecil, masa muda, dan masa tua. Masa kecil dan masa tua adalah masa sulit untuk beramal, berbeda dengan masa muda.
An Nakho’i mengatakan, “Jika seorang mukmin berada di usia senja dan pada saat itu sangat sulit untuk beramal, maka akan dicatat untuknya pahala sebagaimana amal yang dulu dilakukan pada saat muda. Inilah yang dimaksudkan dengan firman Allah (yang artinya): bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.”
Ibnu Qutaibah mengatakan, “Makna firman Allah (yang artinya), “Kecuali orang-orang yang beriman” adalah kecuali orang-orang yang beriman di waktu mudanya, di saat kondisi fit (semangat) untuk beramal, maka mereka di waktu tuanya nanti tidaklah berkurang amalan mereka, walaupun mereka tidak mampu melakukan amalan ketaatan di saat usia senja. Karena Allah Ta’ala Maha Mengetahui, seandainya mereka masih diberi kekuatan beramal sebagaimana waktu mudanya, mereka tidak akan berhenti untuk beramal kebaikan. Maka orang yang gemar beramal di waktu mudanya, (di saat tua renta), dia akan diberi ganjaran sebagaimana di waktu mudanya.” (Lihat Zaadul Maysir, 9/172-174)
Dalam Islam, pendidikan merupakan jalan untuk menjadikan para generasi memiliki kepribadian yang luhur dan visi menebar manfaat bagi seluruh alam. Hal tersebut buah dari penanaman pemahaman akidah yang kuat sehingga dapat bertahan hidup dalam situasi apa pun dengan tetap terikat aturan Allah dan RasulNya. Insya Allah dengan penerapan sistem pendidikan Islam dalam sistem pemerintahan Islam, kasus semacam tawuran akan terhindarkan dari generasi muda karena mereka akan tersibukkan dalam aktivitas yang kaya kemanfaatan. []