Oleh. Saroh Hidayanti
Muslimahtimes.com–Drama proyek Food Estate belum berakhir. Setelah drama mangkraknya singkok, matinya padi, dan penanaman jagung di polybag, kini lahan proyek Food Estate diketahui kembali terbengkalai ditumbuhi semak belukar. Bahkan, ada ratusan hektare yang beralih menjadi perkebunan sawit swasta.
Sejak proyek ini dicanangkan, banyak pihak yang sudah menyangsikan keberhasilan program ini. Berbagai permasalahan mulai timbul, tapi bukannya dievaluasi, pemerintahan Jokowi justru memperluas area food estate hingga lebih dari 16.000 hektare di Kabupaten Kapuas dan Pulang Pisau pada 2022.
Kondisinya saat ini dari 30 titik yang dipantau dan bersinggungan dengan kawasan gambut lindung, ditemukan 15 titik lahan food estate seluas 4.159,62 hektare yang terbengkalai. Selain itu, tiga titik lainnya seluas 274 hektare berubah menjadi kebun sawit. Padahal, perluasan area food estate telah menyebabkan hilangnya tutupan pohon seluas hampir 3.000 hektare atau setara 4.207 lapangan bola (BBC News).
Kegegalan ini disebabkan karena tidak sesuainya lahan untuk pertanian. Berdasar hasil uji laboratroium dan analisis spasial yang dilakukan Pantau Gambut, hanya 1% dari 243.216 hektare lahan eks PLG yang cocok untuk pertanian. Lahan gambut memiliki tingkat keasaman (pH) tinggi sehingga sulit diolah untuk ditanami padi sawah. Sedangkan pada program ini, komoditas andalan pemerintah adalah padi varietas irigasi dan tadah hujan yang biasanya tumbuh di lahan dengan tingkat keasaman netral.
Faktor lainnya yang membuat proyek ini gagal adalah minimnya pelibatan petani. Menurut Peneliti Pantau Gambut, Juma Maulana, “Para petani hanya dijadikan objek, tanpa pendampingan dan penyuluhan. Hampir di semua desa yang kami teliti seperti itu. Ada juga yang menerima sosialisasi, tapi tidak ada keberlanjutannya”.
Di antara ribuan hektare lahan food estate, terdapat 274 hektare lahan Food Estate yang sudah dibuka dan dibelah oleh kanal untuk dikonversi menjadi perkebunan sawit di Desa Tajepan, Kapuas, Kalimantan Tengah.
Terlalu banyak drama kegagalan yang terus terulang, apakah pemerintah masih akan terus melanjutkan? Pemerintah harus mengevaluasi dan menghentikan program ini. Terlampau banyak kerugian yang sudah dialami, triliunan anggaran telah digelontorkan, tapi entah apa yang didapatkan.
Pandangan Islam
Islam menempatkan sesuatu sesuai fungsinya. Kawasan hutan yang berfungsi sebagai resapan air, tempat hidup berbagai binatang, dan kaya akan flora fauna akan dibiarkan sesuai habitatnya dan fungsinya. Mengubah fungsi lahan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, hal ini tidak dibenarkan dalam Islam.
Islam juga tidak akan membiarkan kekayaan alam dikuasai swasta, termasuk pertanian. Sehingga berbagai program yang dijalankan oleh negara benar-benar untuk kepentingan rakyat, bukan oligarki ataupun swasta. Lahan subur akan dimanfaatkan untuk pertanian sebagaimana fungsinya. Sedangkan pembangunan akan ditempatkan pada lahan yang tidak subur. Hutan akan dikelola sebagaimana fungsinya, bukan digunduli dan dialihkan demi meraup keuntungan semata. Berbagai pabrik dan pengusaha akan diatur agar tidak menempati lahan yang tidak sesuai fungsinya, dan akan ada sanksi bagi pelanggarnya.
Allah telah menegaskan dalam QS Ar-Rum ayat 41, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).“
Maka, sungguh jelas bahwa satu satunya hukum yang dapat menyejahterakan kehidupan manusia hanyalah hukum Allah, bukan hukum buatan manusia, seperti demokrasi contohnya. Wallahu’alam bish-shawab.