Oleh. Hany Handayani Primantara, SP
Muslimahtimes.com–Fenomena judol atau judi online menggurita di kala kondisi ekonomi rakyat makin menderita. Pelaku judol tidak hanya dari kalangan menengah ke bawah, melainkan mereka yang punya kuasa pun ikut terjerat. Seperti yang santer terdengar tentang keterlibatan dua orang pegawai hingga staf ahli Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Total tersangka dalam kasus tersebut menjadi 16 orang dari awalnya 11 tersangka pegawai dan staf ahli Komdigi dan tiga diantaranya warga sipil. (Metrotv.com, 03/11/24)
Hal ini merupakan salah satu bukti bahwa judol telah merebak ke seluruh kalangan, tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang berstatus pemangku jabatan ikut tenggelam. Pemberantasan judol seakan hanya menjadi mimpi di siang bolong. Ketika rakyat berharap pada aparatur negara agar bisa terbebas dari dahsyatnya cengkeraman judol. Justru mereka dengan mudah memanfaatkan wewenangnya demi memperkaya diri maupun kelompoknya. Melalui kekuasaan yang dimiliki, mereka menjadi pelaku, melindungi bahkan jadi tameng utama agar judol tetap berjaya.
Sistem Kehidupan Sekuler Biang dari Judol
Kita dibuat miris bukan hanya terhadap orang-orang yang berada di jajaran penguasa, melainkan pengadaan sistem hukum yang lemah dari struktur negara pun ikut menyumbang aksi pemberantasan judol makin jauh dari harapan. Kondisi demikian tentu tidak lepas dari penerapan sistem kehidupan sekuler kapitalis yang eksis diterapkan hingga detik ini. Tolak ukur berlandaskan materi, serta asas manfaat mampu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kekayaan lebih dari yang mereka mampu.
Beginilah sulitnya berantas judol dalam kehidupan sekuler. Sebab, unsur pelaku yakni orang yang terlibat maupun sistem yang telah berjalan sudah rusak dari awal hingga tidak mampu diperbaiki. Ketika biang kerok dari judol tidak diberantas terlebih dahulu, maka mustahil bisa berantas judol hingga ke akar. Penting kiranya bagi pemangku kekuasaan untuk memahami persoalan secara menyeluruh agar dapat memberikan solusi secara sistematik yang mampu mengatasi problematika judol.
Sebab masalah judol bukan lagi masalah yang timbul akibat oknum ataupun kasus tertentu melainkan masalah sistemik yang menjalar hingga ke titik nadir. Jika mau jujur, dilihat secara rasional pun judol tidak menguntungkan sama sekali apabila mereka mau berfikir cerdas. Sayangnya akibat lemahnya iman dan sistem hidup sekuler yang mendukung eksistensi judol, maka peluang untuk aktifkan judol terbuka sangat lebar. Anggapan judi sebagai permainan yang sangat menguntungkan melalaikan mereka dari kewajibannya sebagai pengayom rakyat.
Islam Haramkan Judol
Berbeda dengan sistem sekuler, Islam jelas haramkan judi online. Islam dengan tegas menyatakan judol bagian dari kemaksiatan. Pelaku judol layak diberi sanksi hukum sesuai syariat agar timbul efek jera dan timbul kesadaran dari pelaku untuk bertaubat kembali pada aturan Allah Swt. Islam pun memberikan arahan bagaimana pencegahan judol agar tidak merebak menjadi racun bagi masyarakat. Islam menutup celah terjadinya judol melalui tiga pilar mekanisme.
Pilar pertama, dimulai dari ketakwaan individu. Akidah jadi landasan utama seorang muslim menolak judol atas kesadaran penuh. Sebab konsekuensi akidah mengharuskan ketaatan terhadap Rabb-Nya. Maka hal ini jadi benteng dasar dan utama untuk melindungi seorang muslim dari kemaksiatan kepada Allah Swt. Tolak ukur yang jelas memudahkan seorang muslim untuk enggan terlibat dalam kegiatan judol.
Pilar kedua, yakni kontrol masyarakat. Tidak dipungkiri bahwa manusia tempatnya khilaf, maka dari itu Allah yang maha tau, telah mewajibkan setiap muslim untuk saling amar makruf nahi mungkar. Hal ini dijalankan agar kehidupan sesuai syariat tetap terjaga. Saling menggandeng ketika satu diantara mereka lupa akan kewajibannya sebagai hamba Allah Swt. Sebab jika tidak ada kontrol dari masyarakat maka kemaksiatan bisa dengan mudah merebak tak terkendali.
Pilar ketiga, pilar terakhir dan paling penting adalah penerapan sistem hukum tegas dan membuat efek jera yang dilakukan oleh negara. Sebab kontrol masyarakat saja tak cukup kuat untuk bisa melindungi masyarakat. Butuh kekuatan yang mampu memberikan sanksi serta efek jera agar menyadarkan masyarakat yang rusak. Bukan hanya sekadar ancaman, kecaman maupun teguran semata melainkan langkah nyata yang dimanifestasikan melalui undang-undang negara.
Di samping itu, kehidupan sehari-hari mesti ditopang oleh sistem pendidikan Islam yang meniscayakan terbentuknya kepribadian Islam bagi setiap insan. Agar terwujud sumber daya manusia yang amanah serta taat pada aturan Allah Swt. Takut akan azab Allah bagi pemangku kekuasaan yang lalai akan kewajibannya. Masyarakat juga harus senantiasa berani jadikan amar makruf nahi mungkar sebagai bagian dari syariat yang mesti dibudayakan oleh seluruh kalangan. Jika kondisi sudah demikian walhasil kemuliaan bagi seorang insan akan nampak dan ridho Allah pun akan mudah diraih.
Wallahualam bishawab