Oleh. Helmiyatul Hidayati
(Blogger Profesional)
Lebih dari setahun berlalu, genosida terhadap rakyat Palestina, terutama Gaza yang dilakukan oleh Israel dan didukung oleh negara-negara barat telah dan masih terjadi. Tanpa menunjukkan tanda-tanda kebiadaban mereka akan berakhir.
Telah banyak nyawa melayang, di antaranya 11.000 anak usia sekolah yang tidak bersalah, dan tentu tidak bersenjata. Usia dimana mereka seharusnya memegang buku, kini hanya tinggal nama, yang bahkan mungkin telah dilupakan oleh banyak orang. Di saat di belahan negara lain sedang memulai tahun ajaran baru, rakyat Gaza tidak tahu apakah masih akan bisa hidup sampai matahari terbit kembali esok.
Sebelas ribu anak bukanlah jumlah yang sedikit. Setiap anak itu berharga, mereka adalah buah hati orang tuanya. Kepergian mereka akan meninggalkan luka. Dunia yang hanya bisa melihat, mungkin akan tetap bisa berjalan, namun waktu serasa berhenti bagi mereka yang kehilangan sang tersayang. Terlebih kehilangan di tengah ketidakadilan dan hipokrit para pemimpin dunia.
Selain kepada Allah mereka berharap; maka para pejuang yang berusaha mengusir penjajah Israel adalah harapan para warga Gaza melihat kembali kedamaian yang bagai mimpi. Meskipun pejuang satu per satu syahid, termasuk pemimpinnya, seperti Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar, namun perjuangan melawan penjajahan tidak pernah padam. Seperti kata pepatah; mati satu tumbuh seribu, segala sesuatu yang telah tiada, akan selalu ada gantinya.
Beberapa bulan setelah kematian Ismail Haniyeh, pemimpin gerakan perlawanan di Gaza. Posisinya digantikan oleh Yahya Sinwar, yang kemudian juga menyusul syahid. Momen perlawanan terakhirnya dipublikasikan oleh Israel sendiri untuk menunjukkan “kemenangan” mereka. Namun benarlah firman Allah dalam Qur’an Surat Al-Imron ayat 54 yang berbunyi, “Dan mereka (orang-orang kafir) membuat tipu daya, maka Allah pun membalas tipu daya. Dan Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya.”
Ternyata dunia bereaksi berbeda seperti harapan Israel, kecuali segelintir saja yang merupakan sekutu mereka. Video perlawanan terakhir Yahya Sinwar, yang masih melemparkan granat terakhir dengan satu tangan, sementara satu tangan lainnya telah hancur menjadi simbol perlawanan atas penjajahan dan ketidakadilan. Apalagi kemudian diketahui bahwa beliau telah berpuasa selama 3 (hari) sebelum akhirnya syahid. Beberapa ahli bahkan menyebut bahwa langkah Israel dalam mempublikasi detik-detik terakhir perlawanan Yahya Sinwar, adalah sebuah langkah yang bodoh.
BELAJAR DARI SYAHIDNYA YAHYA SINWAR
Dari syahidnya Yahya Sinwar, makin banyak yang sadar bahwa : Pertama,apapun yang dikatakan oleh Israel adalah dusta, palsu, hoax dan mengada-ada. Bagi Israel yang alergi pada kebenaran, sejarah dan fakta maka yang bisa mereka lakukan hanyalah menyambung satu dusta dengan dusta lainnya.
Israel melakukan pembantaian di zona aman seperti sekolah, rumah sakit, tenda pengungsian dengan alasan bahwa para pejuang bersembunyi di antara rakyat sipil. Padahal para pejuang tidak pernah meninggalkan garis depan seperti yang telah sang syahid Yahya Sinwar lakukan.
Kedua, betapa rakyat Gaza mencintai pejuang dan perjuangan. Tidak seperti tuduhan segelintir pemimpin barat yang tidak bisa berpikir dengan logika sehatnya dengan menyatakan bahwa apa yang terjadi pada rakyat Gaza adalah karena perlawanan Hamas, padahal sudah jelas bagi mereka pihak mana yang memiliki senjata, dana dan melakukan pembantaian. Pernyataan ini muncul untuk menimbulkan kebencian kepada perjuangan, namun mereka salah besar. Rakyat Gaza dan Palestina secara umum begitu mencintai perjuangan. Telah banyak video yang beredar, bagaimana para warga secara sengaja meninggalkan makanan di rumah-rumah mereka agar bisa dimakan oleh para pejuang. Dan pemilik rumah dimana Yahya Sinwar melakukan perlawanan terakhirnya juga memberikan pernyataan bahwa betapa sofa dan kursi yang diduduki Yahya Sinwar ketika melemparkan granatnya adalah sesuatu yang sakral dan mulia di dunia.
Ketiga, bahwa pejuang akan terus syahid dan tumbuh, namun perlawanan tidak pernah mati, redup pun tidak! Telah banyak dicatat dalam sejarah, bahwa perlawanan terhadap penjajahan dan ketidakadilan terutama yang dilandasi ketakwaan kepada Allah SWT tidak akan padam hanya karena pemimpinnya telah syahid. Perlawanan itu akan terus ada, hingga Allah memberikan kemenangan seperti yang telah dijanjikan.
Keempat, mustahil berharap pada PBB dan sekutunya dalam menyelesaikan kasus genosida ini. Amerika dan sekutunya justru menyambut syahidnya Yahya Sinwar adalah sebagai simbol kemenangan setelah selama lebih dari setahun mereka sukses dipecundangi oleh para pejuang. Meski telah banyak darah tertumpah, dan meski dunia bergejolaj menentang genosida, Amerika dan sekutunya tetap mengirimkan senjata dan seperti biasa : dunia diam saja!
Kelima, menghentikan genosida di Gaza perlu solusi hakiki, yang menyelesaikan hingga ke akarnya. Mengusir penjajah yang menggunakan kekuatan militer maka harus dihadapkan dengan kekuatan militer juga. Tidak akan mempan bila dilaksanakan negosiasi, Israel tidak mengerti bahasa manusia dan kemanusiaan.
Pemimpin dan jenderal dalam sistem kapitalisme tidak akan mampu mengerahkan kekuatan militernya untuk melawan Israel, bagi mereka kepentingan nasional lebih penting, sementara kepentingan umat adalah urutan yang akan muncul bila diingat. Hanya pemimpin dan jenderal muslim dalam naungan Khilafah Islamiyah yang akan bersatu padu memberikan komando jihad membebaskan bumi Palestina dan negeri-negeri saudara muslim lainnya yang terjajah. Bagi yang memahami, sebenarnya Jihad membebaskan bumi Palestina akan menjadi jalan kemenangan yang pasti. Karena bila ia syahid, ia akan mendapat surga, bila ia menang ia akan mendapat kemuliaan. Semoga hari dimana pasukan kaum muslimin berangkat membebaskan bumi Palestina segera tiba dan kita masih di sana untuk merayakan kemenangan umat muslim sekali lagi. Aamiin..
Wallahu a’lam bisshawab..