Oleh. Yulida Hasanah
Muslimahtimes.com–Baru-baru ini masyarakat seakan ditakut-takuti dengan berita yang menginformasikan tentang kebijakan bagi penunggak pajak kendaraan yang akan dikejar sampai ke rumah-rumah mereka. Dilansir dari dutatv.com tanggal 8 November 2024, memberitakan bahwa penunggak pajak kendaraan bakal dikejar ke rumah. Terdata dari total 165 juta kendaraan terdaftar yang ada di Indonesia, ada 96 juta unit kendaraan yang pajaknya tak dibayarkan. Langkah Tim Pembina Samsat yang bakal memburu para penunggak pajak tersebut dalam rangka mengingatkan pemilik kendaraan agar menunaikan kewajibannya membayar pajak.
Diketahui bahwa membayar pajak kendaraan merupakan kewajiban seperti tercantum dalam Undang-undang no.28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dijelaskan pada pasal 4, wajib pajak kendaraan bermotor adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor.
Rakyat dengan kendaraan baik roda dua ataupun roda empat, telah menjadi pemandangan yang sangat biasa dalam masyarakat di negeri ini. Kendaraan bahkan bisa disebut sebagai barang primer karena telah menjadi kebutuhan transportasi paling efektif dan efisien untuk dipakai kemana-mana khususnya bagi masyarakat yang jauh dari akses transpotasi umum. Selain itu, barang ini tidak identik dengan kekayaan seseorang atau sesuatu yang biasa. Maka, jelas bahwa kendaraan ini termasuk barang yang merakyat.
Hanya saja, sangat disayangkan jika ada kebijakan pengejaran pajak pada rakyat yang nunggak bayar pajak kendaraannya terjadi saat rakyat hidup di tengah kondisi ekonomi yang makin sulit dan tercekik, sementara pendapatan tak mampu menutup kebutuhan pokok sehari-hari mereka. Terlebih, perlakuan pihak berwajib yang memburu penunggak pajak kendaraan ini berbeda dengan perlakuan terhadap kalangan pengusaha. Rakyat hidup susah masih dijerat dan dikejar-kejar oleh banyak potongan pajak, sedangkan pengusaha justru banyak mendapat keringanan pajak.
Seperti kebijakan Menteri Keuangan yang secara resmi memperpanjang fasilitas ‘tax holiday’ hingga 31 Desember 2025 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 69 Tahun 2024 tentang Perubahan atas PMK no. 130/PMK.010/2020. Kebijakan ini dalam rangka menarik lebih banyak investor asing yang ingin berinvestasi di Indonesia di tengah penerapan pajak minimum global 15 persen oleh berbagai negara. Selain perusahaan asing, perusahaan domestik juga dapat mengajukan ‘tax holiday’ yang diperpanjang hingga akhir 2025 nanti. (www.menpan.go.id/4-11-2024)
Dan lebih disayangkan lagi saat hasil pajak ini menjadi pos utama bagi pemasukan negara untuk biaya pembangunan yang faktanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kesejahteraan rakyat. Hal tersebut justru memberikan bukti nyata pada kita bahwa negeri ini adalah penganut sistem kapitalisme, sistem yang menjadikan pendapatan pokok negara berasal dari pajak. Sedangkan fakta membuktikan bahwa pajak bukan membuat rakyat bahagia dan makmur sentosa melainkan telah membuat rakyat makin terjerat dalam kesengsaraan dan kesulitan hidup.
Sistem kapitalisme inilah yang juga menjadikan negara berubah perannya sebagai pengatur dan menjamin tercapainya kesejahteraan rakyat menjadi negara berkarakter pedagang dengan ber’mindset’ mencari keuntungan saja, tanpa peduli kondisi rakyat yang menjadi korban dari sifat kapitalistiknya. Dan kapitalisme akan terus tegak jika asas sekularisme masih tertancap kuat di negeri ini. Oleh karena itu, butuh usaha menyelamatkan negeri dan rakyat dari jeratan pajak ini dengan menghadirkan solusi berupa sistem manusiawi yang datangnya dari Allah SWT, yakni tidak lain hanyalah sistem Islam.
Dengan Islam, Kesejahteraan Terwujud Rakyat Terurus
Dalam Islam, pajak bukan menjadi sumber pendapatan utama bagi negara. Negara bahkan sangat jarang menggunakan pajak sebagai sumber pendapatan ‘baitul mal’. Pendapatan yang masuk ke ‘baitul mal’ begitu besar dan banyak bukan berasal dari pajak, tetapi dari sumber lain, yang jika dioptimalkan akan sangat melimpah hasilnya. Pajak atau dharibah sifatnya temporer dan hanya diberlakukan saat baitul mal kosong dan diambil dari warga kaya laki-laki saja. Sedangkan pajak ini digunakan dalam urusan tertentu saja, misalnya untuk jihad, gaji tentara dan industri militer yang semuanya adalah sangat penting dalam negara Islam.
Adapun pemasukan negara dalam Islam yakni Khilafah, pertama berasal dari ‘anfal, ganimah, fai’, dan khumus.’ Anfal dan ganimah adalah segala sesuatu yang dikuasai kaum muslimin dari harta orang kafir melalui perang di medan tempur, misalnya berupa uang, senjata artileri, barang dagangan, bahan pangan dan lain-lain. Sedangkan fai’ adalah segala sesuatu yang dikuasai dari orang kafir tanpa peperangan dan tanpa hambatan. Dan khumus adalah seperlima dari ganimah.
Pemasukan kedua yakni berasal dari kharaj, yakni hak atas tanah bagi kaum muslim yang didapat dari orang kafir baik melalui peperangan atau melalui jalan damai. Status tanah kharaj ini akan terus berlaku walaupun pemiliknya menjadi muslim. Pemasukan ketiga yaitu dari jizyah, yakni hak kaum muslim yang diberikan Allah SWT yang diambil dari orang-orang kafir yang berada dalam naungan negara Islam sebagai bukti ketundukan mereka kepada kekuasaan Islam. Jizyah akan berhenti dipungut jika orang kafir tersebut masuk Islam.
Pemasukan yang keempat adalah harta milik umum, yakni harta yang ditetapkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya kepemilikannya adalah milik kaum muslimin dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama. Maka negara hadir untuk mengelolanya dan hasil pengelolaannya dikembalikan pada kaum muslimin. Ini sekaligus menjadi pemasukan utama bagi baitul mal. Adapun individu muslim boleh mengambil manfaat dari harta milik umum ini namun dilarang untuk dikuasai atau dimiliki secara individu.
Inilah beberapa sumber harta yang menjadi pemasukan/pendapatan negara dan masih banyak sumber pemasukan lainnya seperti Usyr, harta milik negara, khumus dari harta temuan dan barang tambang, harta orang murtad, harta yang tidak ada ahli warisnya, dan lain-lain. Kesemuanya bisa ditetapkan menjadi pemasukan negara jika negara tersebut menerapkan sistem pemerintahan Islam yakni kekhilafahan.
Dengan demikian, sangat layak jika Islam menjadi sesuatua yang kita perjuangkan kehadirannya untuk diterapkan di bumi Allah ini. Karena secara nyata memiliki aturan dan solusi yang manusiawi dalam menyejahterakan rakyat. Islam juga menjadi satu-satunya sistem pemerintahan yang terbukti mampu membawa negara yang mengambil dan menerapkannya menjadi negara yang diberkahi. Sebab ini bukan hanya wujud negara yang memanusiakan manusia tetapi lebih dari itu, menjadikan Allah Swt satu-satunya Pembuat hukum dan Yang wajib ditaati. Wallaahu a’lam