Oleh. Dyah Astri Wandi
Muslimahtimes.com–Hati orang tua mana yang tidak pilu, Siti Aningsih (tengah hamil 9 bulan) sedang gelisah menunggu kepulangan sang buah hati (CNA, siswi kelas 1 Madrasah Ibtidaiyah) dari sekolah. Namun sayang, ia harus dikejutkan dengan kabar bahwa putrinya menjadi korban rudapaksa dan pembunuhan di lokasi yang tidak jauh dari rumahnya kecamatan Kalibaru, Banyuwangi, Jawa Timur. (13/11/2024)
Seminggu berlalu, para pelaku belum juga ditemukan. Dari semula 11 orang saksi yang diperiksa kini bertambah menjadi 27 saksi. Lagi lagi, pihak kepolisian belum juga menemukan titik terang. (Detik.com 21/11/2024). Para orangtua lain juga ikut merasa was-was ketika pelaku ternyata belum juga tertangkap apalagi lokasi kejadian juga tidak jauh dari rumah korban.
Kejadian serupa juga terjadi di Lhoksukon, Kabupaten Aceh Utara. Kasus ini berhasil terungkap setelah seorang remaja (14 tahun) melaporkan bahwa dirinya disekap dan dirudapaksa di dalam mobil oleh seorang pria bersama dua rekannya. (Kompas.com)
Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebut bahwa jumlah prevalensi kekerasan terhadap anak pada 2024 lebih tinggi dibandingkan pada 2021. Data ini diketahui dari hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 yang diluncurkan oleh KemenPPPA.
Salah satu jenis survei kekerasan seksual pada anak menyebutkan bahwa prevalensi kekerasan seksual pada anak laki-laki usia 13-17 tahun sepanjang hidup 3,65 persen pada 2021, naik menjadi 8,34 persen pada 2024.
Sementara prevalensi kekerasan seksual pada anak perempuan dengan usia yang sama sepanjang hidup pada 2021 berkisar 8,43 persen, naik tipis menjadi 8,82 persen pada 2024. (antaranews.com)
Sekularisme Liberal Melahirkan Predator Anak
Kondisi anak-anak di Indonesia makin terancam. Keberadaan orangtua maupun keluarga terdekat tidak lagi menjadi pelindung melainkan pelaku kejahatan bagi anak. Hadirnya masyarakat apatis juga semakin menambah parah kondisi lingkungan sekitar anak, ditambah lagi terbentuknya individu-individu muslim yang kian tergerus keimanannya hingga sulit mengontrol diri.
Musibah ini merupakan efek jangka panjang akibat diterapkannya sistem sekularisme liberal di Indonesia. Sistem yang menganut paham kebebasan dengan memisahkan agama dari kehidupan telah berhasil merusak fitrah naluri dan akal sehat manusia. Akibatnya lahir dari sistem ini predator anak yang kian meresahkan.
Persoalan ini tentu tidak berakhir begitu saja selama negara masih setia menjadikan sekulerisme liberal sebagai fondasi kehidupan bagi negeri mayoritas muslim ini. Dengan sistem ini juga, negara yang seharusnya menjadi garda terdepan sebagai pelindung dan pengatur urusan rakyat malah justru menjadi penyebab utama predator anak semakin marak.
Selama ini keberadaan negara bukan hanya tidak mampu menghentikan setiap kasus demi kasus namun juga tidak sigap untuk mencegah berbagai faktor yang memicu hadirnya predator anak. Media sosial contohnya, tatkala negara tidak sigap memblokir situs-situs pornografi maupun pornoaksi maka hal ini akan memicu setiap individu untuk terus menerus menyalurkan nafsu syahwatnya hingga merusak akal sehat mereka.
Nafsu syahwat yang tidak tersalurkan dengan baik (aturan agama) maka tentu akan menimbulkan tindak kejahatan. Selain itu, hingga detik ini negara belum juga memberikan sanksi yang tegas dan menjerakan bagi para pelaku predator anak.
Islam Menjaga Generasi
Berbanding jauh dengan konsep yang dimiliki Islam dalam mengatur kehidupan. Sistem Islam melarang kehidupan manusia terpisah dari aturan agama. Islam mewajibkan negara yang bertanggung jawab penuh terhadap urusan rakyat termasuk menjaga generasi, baik kualitas hidup mereka maupun lingkungan yang baik dan juga keselamatan generasi dari berbagai macam bahaya kekerasan dan ancaman keselamatan.
Sistem Islam memiliki tiga pilar perlindungan terhadap rakyat termasuk anak, yakni :
- Ketakwaan individu
Terbentuknya individu yang takut kepada Allah dan sadar kelak setiap perbuatannya akan dimintai pertanggung jawaban tentu tidak bisa berdiri sendiri karna ia juga memerlukan dukungan dari keluarga yang mendidik sejak awal pengasuhan. Karna pendidikan pertama anak berasal dari rumah. - Kontrol Masyarakat
Anak-anak juga memerlukan lingkungan kondusif yang aman dan baik. Hal ini bisa terwujud apabila masyarakat memiliki perasaan, pemikiran dan peraturan yang sama sesuai hukum syara’. Masyarakat yang saling peduli terhadap sesama atas landasan ukhuwah Islam, dan saling beramar ma’ruf nahi mungkar. - Sanksi Tegas Negara
Dua pilar diatas (keluarga dan masyarakat) tidak bisa berdiri sendiri tanpa bantuan dari Negara. Sebab negara yang paling berkuasa mengatur setiap lini kehidupan rakyat. Maka negara pula yang paling bertanggung jawab melindungi generasi dengan menerapkan kebijakan yang sesuai aturan Sang Khaliq (Allah Swt).
Apabila terjadi pemerkosaan, khalifah (kepala negara) akan memberikan sanksi tegas bagi pelaku. Peradilan dalam Islam tegas dan tidak berbelit-belit sehingga korban cepat mendapatkan keadilan, tanpa harus menunggu waktu lama. Proses peradilan juga tidak dipungut biaya sepeserpun karena bagian dari layanan negara terhadap rakyatnya.
Untuk membuktikan terjadinya pemerkosaan, caranya sama dengan pembuktian zina, yaitu dengan menunjukkan salah satu dari tiga bukti. Pertama, pengakuan (iqrar) orang yang berbuat zina (pelaku) sebanyak empat kali. Kedua, kesaksian empat laki-laki muslim yang adil dan merdeka. Ketiga, kehamilan pada perempuan yang tidak bersuami. (Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 34—38).
Sementara untuk sanksi bagi yang membunuh dengan sengaja yakni Qisas. Firman Allah Swt. dalam QS Al-Baqarah: 178,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِى الْقَتْلٰىۗ
“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) Qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh.”
Semua perlindungan dan penjagaan bagi Generasi hanya bisa terwujud dalam Negara Islam dibawah naungan Khilafah Islamiyyah. Wallahu’alam.