Oleh. Ayu Mela Yulianti, S,Pt
Muslimahtimes.com–Rasulullah Saw bersabda :
اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Dari hadis di atas jelaslah, bahwa kaum muslimin sebagai sebutan bagi masyarakat yang diatur kehidupannya dengan hukum syariat Islam kaffah, semuanya memiliki hak yang sama dalam memanfaatkan seluruh sumber daya alam untuk kehidupannya, berupa padang rumput, air, dan api. Tidak boleh saling menghalangi dalam memanfaatkannya.
Adapun sumber daya alam yang berkaitan dengan air adalah segala sumber daya alam yang mengandung air, jumlahnya melimpah ruah, banyak, terus menerus dan tidak terputus, semisal mata air dipegunungan, sungai, danau, laut, hingga samudera. Maka berdasarkan konteks hadis di atas, telah ditetapkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya dalam hukum syariat Islam, bahwa laut adalah bagian dari kepemilikan umum yang tidak boleh dimiliki secara individu atau golongan. Termasuk didalamnya tidak boleh dikapling dan tidak boleh dipagari.
Maka memagari lautan adalah bentuk pelanggaran hukum syariat dan masuk dalam kategori kezaliman, sebab membuat sulit para nelayan untuk melaut ke laut lepas untuk mengambil ikan. Karena itu memagari lautan merupakan bentuk kemaksiatan sebab melanggar aturan yang telah Allah Swt dan Rasul-Nya tetapkan.
Akan tetapi sistem sekuler kapitalisme yang hari ini diterapkan dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan tidak mengakui hukum syariat Islam kaffah, telah melegalkan pemagaran laut, sehingga para nelayan menjadi sulit untuk melaut mencari ikan. Alhasil, sistem sekuler kapitalisme telah melahirkan masalah baru berupa polemik pemagaran laut. Hingga negara yang menerapkan sistem sekuler kapitalisme tidak mampu mengungkap siapa dalang dibalik pemagaran laut tersebut. Dan membuka banyak aib berupa adanya sertifikat tanah dilautan hingga SHGB (sertifikat hak guna bangunan) lautan.
Alhasil keberadaan sertifikat tanah hingga SHGB terkait dengan pagar laut tersebut, menimbulkan tanda tanya besar dikalangan publik, bagaimana mungkin lautan bisa dikapling sehingga memiliki sertifikat tanah dan SHGB segala ?, sungguh tidak masuk akal sebab tidak alami, tidak manusiawi dan tidak sesuai dengan fitrah manusia yang senantiasa menginginkan pada jawaban yang realistis dan terukur dengan akal dan hati nurani.
Namun demikianlah faktanya, hidup dalam sistem sekuler kapitalisme hari ini, yang semuanya akan diakal-akali agar masuk akal walaupun tidak masuk akal. Termasuk polemik pagar laut ini. Alhasil, jika bertahan dalam sistem sekuler kapitalisme, maka negara akan mengalami kerugian besar sebab akan menanggung akibat dari kesalahan dalam melegalisasi sebuah kebijakan yang tidak alami.
Bisa jadi negara akan digugat oleh pihak yang memiliki SHGB pagar laut, sebab berani membongkar pagar laut di wilayah lautan yang dimiliki oleh pemilik SHGB, untuk kemudian negara wajib melakukan ganti rugi seperti yang dituntut oleh pihak pemiliki SHGB lautan, sebab negara berani melanggar aturannya sendiri. Dan ini berarti kerugian negara.
Sebab itu, untuk mengakhiri polemik pagar laut ini, selayaknya negara menerapkan hukum syariat Islam kaffah yang memiliki tata aturan yang sangat jelas terkait pemanfaatan pantai, lautan dan segala hal yang dikandungnya. Termasuk solusi atas polemik pagar laut, yang sejatinya merugikan para nelayan, merugikan masyarakat kecil, akibat kesulitan dalam melaut menuju laut lepas.
Sebab jika tidak segera menerapkan hukum syariat Islam kaffah dan tetap dalam penerapan sistem sekuler kapitalisme, maka polemik pagar laut ini niscaya hanya akan menjadi tontonan berita seperti tontonan sinetron yang berjilid-jilid, tanpa ada kejelasan dalam penyelesaiannya. Dan hal demikian adalah sebuah bentuk kerugian besar yang harus ditanggung oleh negara.
Sebab negara yang sejatinya harus mengurusi banyak urusan rakyat, akan terjerat dalam urusan pagar laut yang tidak akan pernah bisa diselesaikan, sebab sistem hukum yang diproduksi oleh sistem sekuler kapitalisme adalah sistem hukum karet yang bisa ditarik ulur sesuai dengan kepentingan para kapitalis pemilik modal.
Karenanya, polemik pagar laut menjadi bukti dan peringatan bagi kita, bahwa selama hidup diatur oleh sistem sekuler kapitalisme maka selama itu pula akan selalu lahir tata aturan yang tidak masuk akal, tidak sesuai dengan fitrah manusia, dan tidak menentramkam hati, atau tidak manusiawi, sebab akan selalu ada pihak yang dizalimi akibat penerapan hukum sekuler kapitalisme tersebut.
Karenanya menjadi kebutuhan dan kewajiban kita untuk kembali pada penerapan hukum syariat Islam kaffah atas seluruh permasalahan hidup manusia, sebab sesuai dengan fitrah manusia memuaskan akal, dan menentramkan jiwa. Termasuk dalam menyelesaikan polemik pagar laut.
Wallahualam.