Oleh. Sherly Agustina, M.Ag
Muslimahtimes.com–Presiden yang terpilih mulai bekerja dan berusaha mewujudkan apa yang pernah dikampanyekan. Salah satunya ialah Makan Bergizi Gratis (MBG). Untuk merealisasikannya, MBG menjadi prioritas utama, dana yang dibutuhkan tidak kecil. Oleh karena itu, presiden merasa perlu memangkas anggaran yang dianggap kurang penting demi terealisasinya program MBG. Lantas, apakah pemangkasan anggaran ini membuktikan bahwa tata kelola keuangan negara buruk?
Presiden Prabowo menerbitkan Intruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 pada 22 Januari 2025. Dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta pada Jumat (24/01/2025), Sri Mulyani mengatakan, Presiden (Prabowo) menyampaikan dalam instruksi untuk melakukan fokus anggaran agar makin efisien dan penggunaan anggaran akan ditujukan kepada langkah-langkah yang memang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat langsung, seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).
Adapun pemangkasan anggaran yang dilakukan sebesar Rp306 triliun. Sesuai arahan Prabowo, Sri Mulyani mengatakan pos anggaran yang tidak dirasakan manfaat langsung ke masyarakat akan menjadi target efisiensi. Termasuk kegiatan seremonial, rapat, seminar, pengadaan barang, hingga perjalanan dinas. Adapun langkah penghematan anggaran ini menurutnya, dilakukan untuk meningkatkan kualitas belanja negara dalam negeri. Sri Mulyani meyakini efisiensi anggaran untuk biaya makan bergizi gratis dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. (Tirto.id, 25-01-2025)
Kebijakan Solutif dan Efektifkah?
Presiden sampai membuat intruksi tentang efisiensi belanja negara baik di tingkat pusat maupun daerah, sehingga ada pemangkasan di beberapa pengeluaran yang biasa dilakukan sebelumnya. Hal ini menjadi bukti bahwa selama ini ada pemborosan belanja yang tidak penting dan tidak prioritas serta buruk dalam pengelolaan anggaran. Model pengelolaan keuangan ini meniscayakan kelalaian dalam menggunakan uang rakyat, mendorong adanya penyalahgunaan termasuk korupsi. Namun, pemangkasan anggaran ini diduga kuat hanya pencitraan (kebijakan populis-otoriter) mengingat lepas tanggung jawabnya negara atas segala urusan umat sebagai konsekuensi penerapan sistem kapitalisme.
Mengapa dikatakan kebijakan populis-otoriter, di permukaan tampak seperti memperhatikan kebutuhan rakyat termasuk gizi yang baik dan berkualitas lewat program MBG. Namun, di sisi lain anggaran yang digunakan pemerintah bukan berasal dari kekayaan alam yang dimiliki negeri ini melainkan pajak. Bahkan, kekayaan alam yang ada dimiliki dan dikuasai para korporat asing. Selain itu, menimbulkan pertanyaan apakah program MBG ini menjadi proyek bancakan pengusaha tertentu? Mengingat, dana yang dibutuhkan untuk meluncurkan program ini tidak sedikit, tak ada yang mampu mengcover terlebih dahulu selain pemilik modal kelas kakap.
Sejatinya pemangkasan anggaran tidak mengubah apa pun, selama sistem ekonomi yang diterapkan tetap kapitalisme yang mengandalkan pajak dan utang dalam pemasukan dan pengeluaran negara yang tidak disandarkan pada kemaslahatan rakyat. Pemerintah berdalih dalam pemangkasan anggaran ini ialah agar pos anggaran bisa dirasakan langsung manfaatnya oleh rakyat, misalnya proyek makan bergizi gratis (MBG). Pemerintah pun menjadikan proyek MBG sebagai prioritas utama untuk rakyat.
Di satu sisi, tak salah jika pemerintah sangat memperhatikan gizi dan ketahanan pangan masyarakat. Hal ini memang sangat penting bagi suatu negara untuk menunjukkan kedaulatan dan kualitas. Di sisi lain permasalahannya, sumber anggaran yang dipakai dari mana? Sudah menjadi rahasia umum, sumber anggaran dalam sistem ekonomi kapitalisme ialah pajak dan utang. Namun sayangnya, rakyat tak merasakan langsung manfaat tersebut. Kesejahteraan pun jauh panggang dari api. Padahal, rakyat harus selalu taat membayar pajak di berbagai hal yang terkena pajak.
Program sebaik apa pun tak akan pernah berjalan optimal jika sistem yang diterapkan oleh negara memiliki kecacatan begitu juga dengan konsep sistem ekonomi yang dipakai yaitu sistem ekonomi kapitalisme. Program hanya sebagai program yang akan terus dituntut oleh rakyat tanpa realisasi yang optimal. Karena penyelesaian masalah yang ada tak pernah menyentuh akar persoalan. Pemerintah dalam sistem kapitalisme bermesraan dengan para korporat mengkhianati rakyat, buktinya kekayaan alam yang ada di Indonesia bukan dimiliki dan dikuasai oleh negara namun oleh korporat asing. Padahal, seharusnya kekayaan alam tersebut dikuasai negara untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Islam Solusi Terbaik
Berbanding terbalik dengan Islam, penguasa dalam Islam sebagai pelayan (raa’in) yang bertugas mengurus keuangan negara hingga terwujud kesejahteraan di tengah masyarakat secara keseluruhan. Pejabat dan pegawai dalam Khilafah memiliki ketakwaan, amanah, dan takut menyentuh harta milik rakyat, serta profesional. Ini merupakan buah dari sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam. Selain itu, adanya sistem sanksi yang tegas juga menjadi pencegah pelanggaraan atas harta negara. Ditambah adanya keimanan yang kuat serta kontrol masyarakat.
Islam sudah menetapkan tanggung jawab pengurusan umat ada pada khalifah sejak baiat dilaksanakan. Oleh karena itu, khalifah wajib menjaga penerapan semua hukum syariat. Islam juga menetapkan khalifah sebagai pihak pemutus setiap kebijakan dengan berpegang pada syariat Allah. Khalifah melaksanakan penerapan sanksi yang tegas dan menjerakan sehingga tak mudah bagi siapa saja melakukan pelanggaran syariat.
Sumber anggaran dalam sistem Khilafah pun sudah diatur dengan sempurna yang disimpan di baitulmal. Sumber pemasukan diperoleh dari fa’i, kharaj, harta milik umum dan negara, serta zakat. Pengaturan pengeluaran anggaran pun diatur dengan baik termasuk jika tiba-tiba ada bencana alam dan semisalnya. Pajak dipungut jika benar-benar kondisi keuangan negara dalam keadaan darurat dan sulit, itu pun hanya diberlakukan pada laki-laki yang aghniya (memiliki harta lebih).
Tidak seperti dalam sistem ekonomi kapitalisme, yang menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan utama anggaran namun rakyat tak merasakan langsung kesejahteraan yang dijanjikan. Hanya dalam sistem Islam, tata kelola anggaran berjalan dengan baik dan optimal. Jelas pos pemasukan dan pengeluarannya, serta digunakan untuk kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Hal ini sudah dibuktikan ketika Islam memimpin dunia selama berabad-abad hingga menguasai dua pertiga belahan dunia. Allahua’lam Bishawab