
Oleh. Istiqomah, S.E
Muslimatimes.com–Demo mahasiswa dengan #Indonesia Gelap, digelar di beberapa kota di seluruh Indonesia. Aksi tersebut menuntut evaluasi total pemerintahan Prabowo-Gibran khususnya terhadap kebijakan-kebijakan dalam 100 hari kerja yang tidak berpihak kepada rakyat. Dari berbagai tuntutan Aksi Indonesia Gelap salah satunya adalah cabut Inpres No.01 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2025. Hal ini dinilai sebagai ancaman terhadap bagian-bagian yang justru menjadi kepentingan rakyat, misalnya bidang pendidikan dan kesehatan.
Terkait Program Makan Bergizi Gratis (MBG) misalnya, anak-anak di sekolah mendapatkan makan tetapi malamnya tidak bisa makan disebabkan orang tuanya telah di PHK. Inilah salah satu teriakan orator pada demo “Indonesia Gelap” di kawasan Patung Kuda Arjuna Wiwaha,Jakarta, hari Senin 17/2/2025 dilansir dari detikNews.
Berita lain dari metrotvnews.com, pakar ekonom sekaligus kebijakan publik Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyatakan, “Pemangkasan anggaran yang dilakukan secara sembrono dan serampangan berisiko besar terhadap kinerja kementerian dan lembaga negara. Realitas di lapangan menunjukkan kebijakan ini telah menimbulkan kekacauan, terutama dalam penyelenggaraan layanan publik,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo Subianto telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) 1/2025 tentang Efisiensi Belanja Negara dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 pada 22 Januari 2025. Inpres ditujukan kepada Menteri Kabinet Merah Putih, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, para Kepala Lembaga, pimpinan kesekretariatan lembaga negara, gubernur, bupati, dan wali kota. Inpres itu menyebutkan bahwa para penerima inpres harus melakukan review dalam rangka efisiensi anggaran belanja kementerian atau lembaga (K/L) dalam APBN 2025, APBD 2025, dan Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2025. Total anggaran yang dipangkas senilai Rp306,69 triliun dari total belanja negara 2025 sebesar Rp3.621,3 triliun.
Selain itu juga Inpres tersebut menginstruksikan seluruh menteri dan pimpinan lembaga untuk mengidentifikasi rencana efisiensi belanja K/L. Di sisi lain, presiden menegaskan penghematan anggaran ini tidak akan mengorbankan kepentingan rakyat kecil. Karena yang akan dipangkas adalah item-item belanja menyangkut kepentingan para pejabat, seperti tunjangan dan fasilitas jabatan, biaya rapat, pembelian ATK, perjalanan dinas, dll.
Tentu hal ini membuktikan, kebijakan pemangkasan anggaran yang dilakukan oleh presiden menunjukkan bahwa selama ini telah terjadi pemborosan anggaran, belanja yang tidak penting, dan belanja yang tidak prioritas. Model pengelolaan anggaran yang diterapkan selama ini terbukti tidak amanah terhadap uang rakyat dan mendorong terjadinya penyalahgunaan anggaran.
Maka wajar, selama ini kasus korupsi tidak terselesaikan dengan tuntas. Tidak heran kebijakan ini tidak akan mampu menyejahterakan rakyat.
Kebijakan Salah Kaprah
Efisiensi anggaran yang dilakukan sebagaimana tersebut diatas sejatinya untuk dalih menutupi kebutuhan anggaran yang pernah beliau sampaikan pada waktu kampanye Pilpres yaitu memberikan makan bergizi gratis. Dimana progran ini ibarat “anak emas”. Maka, tak heran anggarannya pun diprioritaskan.
Namun sayangnya, realitas program MBG dijalankan justru memunculkan banyak masalah, sehingga tujuan efisiensi anggaran berpotensi tidak akan menyelesaikan masalah. Efisiensi tampak tanpa adanya pemikiran yang matang, yang ada anggaran lain yang seharusnya dipangkas, justru tidak dipangkas misalnya anggaran Kemenhan untuk alutsista.
Maka, di kondisi saat ini dengan sistem kapitalis sekuler, makin nyata yang dibela bukan kepentingan rakyat, namun pihak yang memiliki kepentingan, bahkan makin menguatkan korporatokrasi. Sistem hari ini menempatkan negara atau kekuasaan hanya sebagai alat meraih kepentingan, terutama kepentingan segelintir orang dari kalangan para pemilik kapital. Maka, janganlah terlalu berharap kepada penguasa akan bersikap tulus mengurus rakyatnya. Gap di antara mereka saja sedemikian lebar. Ini karena penguasa dalam sistem kepemimpinan saat ini memang tidak bertindak sebagai pengurus rakyat.
Solusi dalam Islam
Islam agama syamil dan kamil. Semua persoalan dapat disolusikan dengan aturan Islam. Apabila Islam tegak dalam naungan Khilafah, maka Penguasa/Khalifah akan bertindak sebagai Ro’in/perisai yang tugas utamanya adalah mengurusi urusan rakyat yaitu mewujudkan kesejahteraan dan memenuhi kebutuhan pokok/dasar (sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan).
Prinsipnya, kedaulatan di tangan hukum Syara’ menjadikan penguasa harus tunduk dan patuh terhadap hukum Syara’ atau syariat Islam. Seluruh kebijakan negara pada dasarnya untuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan mendasar bagi warga negara secara adil.
Untuk mewujudkan visi negara terdepan dengan generasi emas maka dana kebutuhan dan layanan harus disiapkan bukan dengan efisiensi anggaran yang berdampak pada layanan publik dikorbankan seperti efisiensi fasilitas mewah pada individu penguasa dan pejabat negara. Maka dengan demikian pemasukan negara dapat dialokasikan pada sektor yang memberikan pengaruh positif yang lebih luas serta dirasakan oleh seluruh rakyat.
Dalam Islam sumber anggaran banyak dan beragam, tidak bergantung pada utang dan pajak. Alokasi anggaran akan dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dengan perencanaan yang matang, karena dalam Islam memegang jabatan adalah amanah. Islam menegaskan bahwa kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban. Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh jabatan ini adalah amanah. Pada Hari Kiamat nanti, jabatan itu akan menjadi kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang mengambil jabatan itu dengan hak dan menunaikan amanah itu yang menjadi kewajibannya.”
Sungguh, tegaknya kepemimpinan Islam tidak bisa lagi ditunda. Hanya dengan seluruh aturan Allah swt akan tegak dengan sempurna. Dengan cara itulah bisa segera beranjak dari dosa berkepanjangan sekaligus segera terangkat dari keterpurukan akibat maksiat yang dilakukan secara struktural. Hari ini, umat harus segera bangkit mewujudkan segera kepemimpinan Islam yang telah ditetapkan oleh syariat. Tentunya, hal ini harus dilakukan secara berjamaah sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad saw. Wallahu ‘Alam Bishowab.