
Oleh. Nur Saleha, S.Pd
Muslimahtimes.com–Gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal yang melanda PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menjadi tamparan keras bagi dunia industri tekstil Indonesia. Perusahaan yang selama ini dikenal sebagai raksasa industri tekstil di Asia Tenggara itu kini harus merelakan 10.969 pekerjanya kehilangan pekerjaan. Banyak yang bertanya, bagaimana mungkin perusahaan sebesar Sritex bisa tumbang?
Faktanya, ini bukan sekadar persoalan manajemen internal, melainkan dampak dari kebijakan ekonomi yang serampangan dan lebih menguntungkan kepentingan asing serta oligarki dibanding rakyat sendiri.
Kapitalisme dan Jerat Liberalisasi yang Mencekik
Kebijakan pemerintah dalam membuka kran impor tekstil dari China melalui ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) serta penerapan Undang-Undang Cipta Kerja menjadi pukulan telak bagi industri tekstil dalam negeri. Dengan harga yang lebih murah dan produksi massal, barang-barang impor dengan mudah membanjiri pasar Indonesia, menekan daya saing industri lokal.
Pemerintah seharusnya melindungi industri strategis seperti tekstil dengan kebijakan yang berpihak pada pengusaha dan pekerja lokal. Namun, dalam sistem kapitalisme, negara hanya berperan sebagai regulator yang lebih sering tunduk pada kepentingan oligarki daripada berpihak kepada rakyat. Alih-alih menciptakan kebijakan protektif, pemerintah justru membiarkan pasar dalam negeri dikuasai oleh produk asing.
Kondisi ini semakin diperparah dengan politik transaksional yang kerap terjadi. Bahkan, tersiar kabar bahwa Sritex sempat dijanjikan akan “selamat” jika memilih kandidat tertentu dalam pemilu. Ini menunjukkan betapa ekonomi dalam sistem kapitalisme sarat dengan kepentingan politik pragmatis, bukan demi kesejahteraan rakyat.(cnbcindonesia.com, 02-03 Maret 2025)
Dampak Sosial dan Ekonomi dari PHK Massal
PHK ribuan pekerja Sritex tentu bukan sekadar angka di atas kertas. Ini adalah nyawa-nyawa yang kini kehilangan mata pencaharian. Mereka harus berjuang mencari pekerjaan baru di tengah kondisi pasar tenaga kerja yang lesu. Banyak dari mereka adalah tulang punggung keluarga, yang kini dihantui ketidakpastian ekonomi.
Selain itu, kebangkrutan Sritex juga berpotensi menular ke sektor lain. Jika pemerintah terus membiarkan liberalisasi tanpa perlindungan bagi industri lokal, PHK massal bisa terjadi di perusahaan-perusahaan lain, memperparah angka pengangguran dan meningkatkan beban sosial masyarakat.(OkezoneEconomy.com, 02-03 2025)
Bagaimana Islam Mengatasi Masalah Ini?
Sistem ekonomi Islam menawarkan solusi fundamental yang sangat berbeda dengan kapitalisme. Dalam Islam, negara bukan hanya sekadar regulator, melainkan pengelola ekonomi yang bertanggung jawab penuh atas kesejahteraan rakyat. Berikut beberapa mekanisme dalam sistem Islam yang dapat mencegah kasus seperti Sritex:
- Proteksi Industri Strategis
Dalam sistem ekonomi Islam, negara wajib melindungi industri yang menjadi kebutuhan vital rakyat. Impor barang hanya diperbolehkan jika tidak ada industri dalam negeri yang mampu memproduksinya. Hal ini untuk menjaga keseimbangan pasar dan memastikan industri lokal tetap berkembang. - Negara sebagai Penyedia Lapangan Kerja
Negara dalam Islam tidak akan menyerahkan nasib tenaga kerja kepada mekanisme pasar bebas yang dikendalikan oleh oligarki. Dalam kitab Nidzom Iqtishodi karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani, disebutkan bahwa negara harus menjamin terbukanya lapangan pekerjaan yang luas dengan berbagai mekanisme, seperti penyediaan modal usaha (iqtha’), pengelolaan sumber daya alam oleh negara, dan kebijakan fiskal yang adil. - Sistem Keuangan Tanpa Riba
Salah satu faktor yang memperparah krisis di sektor industri adalah utang berbasis riba yang membebani perusahaan. Islam melarang riba dan mendorong sistem keuangan berbasis investasi syariah, di mana keuntungan dan risiko dibagi secara adil. Dengan demikian, perusahaan tidak akan terjerat utang berbunga tinggi yang bisa memicu kebangkrutan. - Kepemimpinan Berbasis Syariah
Pemimpin dalam sistem Islam wajib mengutamakan kesejahteraan rakyat, bukan sekadar alat politik yang melayani kepentingan pemodal. Kepemimpinan Islam yang berlandaskan syariat akan memastikan kebijakan ekonomi berpihak pada kepentingan umat, bukan pada segelintir elite ekonomi dan politik. (Nidzom Iqtishodi – Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani)
*Khatimah
Kisah pilu Sritex adalah bukti nyata kegagalan kapitalisme dalam menciptakan stabilitas ekonomi yang berkeadilan. Kebijakan liberalisasi yang tidak terkendali hanya akan membawa kehancuran bagi industri lokal dan menambah penderitaan rakyat.
Islam hadir dengan sistem ekonomi yang lebih adil dan berpihak kepada umat. Saatnya kita sebagai umat Islam mulai membuka mata dan berpikir kritis: sampai kapan kita akan terus menjadi korban kebijakan yang lebih menguntungkan asing dan oligarki? Sudah waktunya kita kembali kepada aturan Islam yang terbukti mampu menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, bukan hanya segelintir elite.
Wallahu a’lam bish-shawab.