
Oleh. Ledy Ummu Zaid
MuslimahTimes.com–Ramadan merupakan bulan suci yang penuh kemuliaan bagi umat muslim. Dengan melaksanakan perintah Allah subhanahu wa ta’ala untuk berpuasa, yaitu menahan diri dari lapar dan dahaga, serta hawa nafsu, menjadikan Ramadan bulan yang kental dengan ibadah spritual kepada Sang Pencipta. Sayangnya, di negeri mayoritas muslim ini, aturan selama bulan Ramadan tidak ketat, bahkan seolah bablas tanpa aturan.
Maksiat Tetap Jalan
Dilansir dari laman metrotvnews.com (28/02/2025), berdasarkan pengumuman Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Idulfitri Tahun 1446 Hijriah/2025, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melarang kelab malam, diskotek, mandi uap, serta rumah pijat, beroperasi mulai sehari sebelum Ramadan 2025 hingga sehari setelah Idulfitri.
Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Andhika Perkasa, mengatakan arena permainan ketangkasan manual, mekanik dan/atau elektronik untuk orang dewasa juga dilarang beroperasi dalam periode yang sama. Sedangkan, tempat usaha di hotel bintang empat dan lima masih diizinkan beroperasi. Selanjutnya, yang juga diizinkan beroperasi, yaitu tempat usaha dengan syarat lokasinya yang jauh dari pemukiman warga, rumah ibadah, sekolah, dan rumah sakit.
Sejalan dengan itu, setiap karyawan dan pengunjung diimbau agar berpakaian sopan guna menghormati bulan suci Ramadan dan Hari Raya Idulfitri. Khususnya, untuk usaha makanan dan minuman yang tidak diatur dalam pengumuman tersebut, diimbau untuk memakai tirai agar pengunjung tidak terlihat utuh. Adapun pelanggaran terhadap aturan yang ada akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Di tempat yang berbeda, Pemerintah Kota (Pemkot) Banda Aceh melarang tempat usaha, seperti biliar, play station, dan karaoke, beroperasi di siang hari selama bulan Ramadan pada tahun sebelumnya. Namun, untuk tahun ini, Pemkot Banda Aceh sebaliknya malah mengizinkan tempat hiburan tersebut tetap beroperasi di siang hari meski tengah bulan Ramadan, seperti yang dilansir dari laman viva.co.id (27/02/2025). Hal ini dikarenakan Pemkot Banda Aceh merevisi aturan bagi warga pada Ramadan 2025 ini.
Berdasarkan aspirasi dan masukan dari masyarakat, serta melihat dinamika dan perkembangan yang terjadi di masyarakat, akhirnya revisi ini dilakukan. Juru Bicara Pemko Banda Aceh Tomi Mukhtar mengatakan aturan yang telah diperbaharui ini diharapkan dapat memberikan solusi yang lebih efektif dan relevan dengan kondisi terkini di masyarakat.
Ia menambahkan aturan yang ada sebelumnya terkesan terlalu kaku. Walhasil, kini pihaknya merevisi aturan tersebut agar lebih praktis dalam pelaksanaannya di masyarakat. Meskipun demikian, aturan lainnya yang sudah disepakati oleh Forkopimda setempat, seperti warung makan dilarang buka pada waktu imsak hingga pukul 16.30 masih tetap diberlakukan.
Akibat Sekularisme
Miris, tempat-tempat maksiat tidak sepenuhnya dilarang beroperasi di bulan suci Ramadan. Memang ada aturan yang melarang warung makan buka di siang hari, tetapi itu hanya di wilayah tertentu, seperti kota Banda Aceh. Meskipun demikian, di kota Banda Aceh sendiri, masih mengizinkan tempat usaha bilyar, play station, dan karaoke, beroperasi di siang hari selama bulan Ramadan.
Sedangkan, aturan di ibu kota Jakarta, jam operasional tempat usaha kelab malam, diskotek, mandi uap, rumah pijat, dan lain sebagainya, hanya dibatasi sampai pukul 24.00. Para pemilik usaha tersebut tetap boleh membuka usahanya dengan syarat memenuhi jam operasional yang ditetapkan selama bulan Ramadan. Adanya jam operasional tempat hiburan selama Ramadan ini membuktikan bahwasanya negara tidak serius memberantas kemaksiatan. Penguasa hari ini belum berhasil menjaga akidah kaum muslimin, dan menjauhkan mereka dari keharaman.
Apalagi ada daerah yang tak lagi melarang operasional tempat hiburan selama bulan suci Ramadan. Hal ini tentu sangat disayangkan, karena di negeri yang mana penduduknya mayoritas beragama Islam, tetapi nilai-nilai keislaman itu telah luntur.
Inilah gambaran riil kehidupan yang diatur dengan sistem kapitalisme-sekuler yang mana memisahkan aturan agama dari kehidupan. Konsep kehidupannya pasti menggunakan asas kemanfaatan atau keuntungan belaka. Jadi, melanggar ketentuan syariat tak jadi masalah bagi individunya. Walhasil, kehadiran bulan suci Ramadan pun tak mampu mencegah praktik kemaksiatan.
Kapitalisasi nyatanya telah menyebar dari pusat hingga ke hilir. Orientasi pada materi yang berlebihan menyebabkan negara bersikap loyal kepada para pemilik modal. Kemudian, mereka tak segan membuat kebijakan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Sejalan dengan itu, gagalnya sistem pendidikan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan telah mencetak generasi liberal (bebas) hari ini, sehingga kemaksiatan banyak peminatnya.
Penjagaan dari Maksiat Hanya dengan Islam
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan pun dibelenggu.” (HR. Bukhari).
Berdasarkan dalil syariat tersebut, dapat kita ketahui bahwasanya bulan suci Ramadan adalah bulan yang mulia. Di dalamnya, kaum muslimin seharusnya bermudah-mudah melakukan amal saleh yang mengantarkannya menuju surga. Sebaliknya, mereka akan sulit untuk melakukan kemaksiatan karena aksesnya tidak ada.
Oleh karena itu, kemaksiatan hanya dapat diberantas tuntas dengan penerapan syariat Islam secara kafah (menyeluruh). Adapun sistem pemerintahan yang pernah dicontohkan Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam dan para khalifah setelahnya, yakni Khilafah Islamiyyah.
Daulah (negara) akan mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk hiburan dan pariwisata agar senantiasa berlandaskan syariat Islam. Segala bentuk aktifitas yang menjerumuskan pada kemaksiatan tentu akan dilarang. Kemudian, adanya sanksi yang tegas lagi menjerakan semakin menjaga akidah umat.
Di sisi lain, sistem pendidikan Islam juga berperan untuk mencetak individu yang bertakwa. Dengan demikian, peradaban yang mulia, dan senantiasa berpegang teguh pada syariat dapat terwujud. Perihal memilih hiburan dan membuka usaha (pekerjaan) tentu sangat memperhatikan ketentuan halal-haram. Hal ini dikarenakan dalam Islam kemaksiatan merupakan pelanggaran hukum syarak yang harus diberi sanksi. Jika tidak ingin mengundang azab Allah subhanahu wa ta’ala, maka seorang muslim yang telah melanggar syariat-Nya harus menjalankan sanksi yang ditetapkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunah.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (TQS. Al-Baqarah: 208).
Khatimah
Sayangnya, di sistem kapitalisme hari ini penjagaan akidah dan amal umat tidak terjaga. Segala sesuatu dipandang hanya dengan asas kemanfaatan, bukan akidah. Apalagi Ramadan yang penuh kemuliaan ini tanpa junnah (pelindung) dari penguasa, jadi tak heran maksiat tetap jalan. Oleh karena itu, sudah seharusnya kita sebagai muslim merindukan peradaban Islam yang mulia dalam bingkai Khilafah Islamiyyah.