
Oleh. Ummu Alkhalifi
Muslimahtimes.com–Wahai kaum muslimin, sampai kapan Al Qur’an hanyalah sebagai pajangan? Yang menghiasi ruangan hingga berdebu nan usang, hanya sekedar menunjukkan identitas bahwa kita adalah mukmin. Untuk melantunkanya saja terasa enggan apalagi mengerti isi didalamnya tentu tak akan terlintas dalam benak.
Sudahkah kita yakin akan kedahsyatanya selama ini, bahwa disinilah letak bukti bahwa Al-Qur’an yang suci ini harus kita yakini sebagai pedoman hidup. Kesuciannya, keagungannya bahkan kesempurnaanya tak satu pun dari kita mampu menandinginya. Bulan Ramadan hadir kembali menemui kita, apakah kita sudah berlomba-lomba untuk memperbanyak bacaan Al-Qur’an juga memahami isi dan menerapkannya didalam kehidupan.
Indonesia negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Dengan begitu nuansa Ramadan di negeri ini sangat kental. Apalagi mereka yang beragama non muslim juga sempat meramaikan di jagad maya untuk mengenal dan memahami Islam, bahkan ada yang mencoba belajar puasa. Tidak itu saja, banyak potcas yang membahas tentang Islam di bulan Ramadan ini. Tak mau ketinggalan, pemerintah juga membuat program selama Ramadan ini.
Kementerian Agama membuat program 350 ribu khataman Qur’an yang dilaksanakan pada 16 Ramadan 1446 Hijriah. Salah satu peserta yang ikut meramaikan peringatan Nuzulul Qur’an ini berasal dari Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan. Dengan diadakan program ini diharapkan bisa menguatkan semangat su’ur Islam kaum muslim agar lebir mencintai, memahami isi, dan meneladani Al-Qur’an, (Metronews.com 16/03/25).
Sebagai kaum muslimin harus kita akui bahwa Al-Qur’an merupakan pedoman yang sempurna keberkahannya untuk hidup kita di dunia. Bahwa di setiap huruf yang kita baca pun mengandung pahala yang luar biasa besarnya, yakni 10 kebaikan. Maka bagaimana jikalau kita benar-benar mengamalkan bacaan Al Qur’an kita dari satu halaman, satu juz atau bahkan sampai kita khatamkan?
Di satu sisi kita mendapatkan kebaikan di Ramadan ini. Namun, realita di lapangan menunjukkan bahwa banyak diantara kaum muslimin yang belum bisa bahkan enggan untuk membacanya, apalagi untuk menerapkan isinya. Perlu usaha lebih untuk memahamkan mereka. Semua itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Apalagi di sistem yang diterapkan di Indonesia. Dimana agama adalah sesuatu yang dapat dikesampingkan keberadaannya.
Mengejar kehidupan dunia saat ini adalah tujuan utama meraka. Ditambah lagi dengan kebutuhan pokok masyarakat yang semakin hari semakin tinggi. Dan tidak dibarengi dengan kenaikan gaji. Tak heran jika, masyarakat lebih memilih untuk bekerja memenuhi kebutuhan sehari-hari, daripada belajar ilmu agama yang notabene tak memberi manfaat untuk kehidupan mereka.
Sistem demokrasi kapitalisme juga membiasakan masyarakat di negeri ini untuk abai terhadap aturan Tuhan. Meniscayakan aturan manusia yang dapat diseting sesuai kemauan dan perasaan mereka. Tak heran banyak yang tak peduli dengan aturan yang mereka gunakan. Memang di sistem inilah mereka diseting untuk itu, disibukkan dengan urusan dunia. Padahal jika mereka mau berfikir, maka mereka akan tahu jika aturan yang digunakan ini adalah aturan buatan manusia, yang banyak kelemahannya. Yang berpotensi adanya pertentangan dan berkonsekuensi lahirnya berbagai permasalahan.
Jika kita tengok di kehidupan masyarakat, banyak diantara kaum muslimin yang telah mengajarkan putra putrinya untuk belajar membaca Al-Qur’an. Sedari kecil mulai TK mereka dibimbing untuk membaca Qur’an, bahkan orangtua yang tidak bisa membaca Qur’an rela untuk mengantar TPA atau TPQ dimanapun tempatnya. Sayangnya semangat tersebu tidak dibarengi dengan mempelajari bagaimana isi dan kandungannya. Sehingga ketika mereka mulai dewasa kehilangan esensi beribadah terutama mempelajari Al-Qur’an.
Seharusnya Al-Qur’an menjadi landasarn setiap individu, masyarakat bahkan negara. Namun, hari ini justru mereka yang mempelajari, berpegang serta menyerukan untuk kembali kepada Al-Qur’an dianggap sok alim juga radikal. Dalam sistem ini, prinsip kedaulatan di tangan rakyat menjadikan manusia sebagai penentu hukum, yang dilandasi hawa nafsu dan kepentingan.
Berpegang pada Al Qur’an sejatinya konsekuensi keimanan dan harusnya diwujudkan pada diri setiap muslim. Apalagi jika ingin membangun peradaban manusia yang mulia, Al Qur’an harus menjadi asas kehidupan. Namun hari ini Al Qur’an diabaikan meski peringatan Nuzulul Qur’an setiap tahun diadakan, bahkan oleh negara.
Untuk itu mengajarkan isi serta kandungan Al Qur’an sejak dini kepada anak-anak adalah hal penting dan menjadi keharusan, tidak hanya sekedar belajar membacanya. Agar mereka tahu dan paham mengapa sedari kecil mereka harus belajar Islam terutama Al-Qur’an. Sehingga ketika mereka dewasa dapat menerapkan isi Al-Qur’an di dalam kehidupan mereka sebagai agamanya.
“Bacalah al-Qur`an, sesungguhnya ia akan datang pada hari kiamat memberi syafaat bagi ahlinya (yaitu orang yang membacanya, mempelajari dan mengamalkannya).” (HR. Muslim)
Umat juga harus menyadari kewajiban berpegang pada Al-Qur’an secara menyeluruh. Tak hanya itu, memperjuangkannya untuk dijadikan pedoman di semua aspek kehidupan adalah penting. Maka, dibutuhkan sebuah kelompok yang menyerukan kepada umat untuk membangun kesadaran akan wajibnya menerapkan Al-Qur’an dalam kehidupan secara nyata, tidak hanya bagi individu, namun juga oleh masyarakat dan negara. Wallahu alam bishowab