
Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S
MuslimahTimes.com–Idulfitri secara bahasa adalah berasal dari kata Id yang berarti perayaan dan Fitri yang berarti fitrah atau suci. Jadi, Idulfitri merupakan hari raya umat Islam setelah melaksanakan puasa Ramadan sebagai hamba yang kembali kepada kesucian atau fitrahnya.
Fitrah seorang manusia adalah muslim, yakni berserah, tunduk dan patuh kepada Rabbnya. Sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah Saw, “Setiap anak terlahir dalam keadaan fitrah. Orangtuanya yang akan membuat dia yahudi, nasrani, dan majusi” (HR. Muslim)
Adapun Ramadan menjadi madrasah bagi setiap muslim untuk kembali kepada fitrah penciptaannya tersebut setelah tercemari oleh debu-debu kemaksiatan.
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan dengan keimanan dan mengharapkan rida Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR. Bukhari)
Dalam hadis tersebut jelas bahwa Ramadan akan menjadi momentum pengapusan dosa tatkala kita menjalaninya dengan penuh keimanan, bukan sekadar untuk menggugurkan kewajiban. Oleh karena itu, sudah semestinya pasca Ramadan kita menjadi seorang muslim yang jauh lebih baik kualitas keimanannya, bukan kembali lagi ke setelan awal.
Berislam Kaffah
Waktu terus bergulir dan jatah usia kita terus berkurang. Jangan sampai kita lalai mempersiapkan bekal untuk berpulang ke kampung akhirat yang abadi. Maka, kita harus bergegas untuk kembali kepada fitrah kita yakni taat sepenuhnya kepada Allah Swt, Sang Pencipta Jagad Raya.
Wajib bagi kita untuk memahami Islam secara kaffah, bukan setengah-setengah. Kemudian berproses untuk terus memperbaiki diri menjadi mukmin sejati. Ketika pemahaman Islam sudah terhujam di dalam diri, maka segala bentuk godaan dunia yang menawarkan kesenangan semu tentu takkan mudah menggoyahkan prinsip kita untuk terus berada di jalan ketakwaan.
Sungguh, Ramadan harusnya mampu melahirkan individu-individu bertakwa dengan sebenar-benarnya takwa. Karena sebulan kita dilatih melawan hawa nafsu dan berkutat dengan serangkaian ibadah di siang dan malam, tentu semestinya sudah melekat ketakwaan di dalam diri kita untuk kehidupan selepas Ramadan.
Alangkah sia-sia jika antara Ramadan ke Ramadan berikutnya kita tetap begitu-begitu saja. Menjadi pribadi yang hanya mengejar versi terbaik menurut dirinya, padahal versi terbaik kita adalah ketika sesuai dengan apa yang ditetapkan Allah.
Muslim Sejati
Menjadi Muslim sejati berarti menjadi sosok yang berkepribadian Islam, artinya berpola pikir Islam dan bersikap sesuai ajaran Islam. Standar perbuatannya hanyalah halal dan haram saja, bukan kepentingan pribadi. Itu semua tentu butuh support system yang akan menopang keistikamahan dalam diri kita.
Lingkungan yang kondusif yakni yang senantiasa mampu menjaga kita untuk tetap berada di jalur yang benar merupakan sebuah keharusan adanya. Oleh karena itu, kita butuh circle yang bervisi akhirat sehingga ketika bersamanya maka keimanan kita kian bertambah. Bukan sekadar circle yang ramai gelak tawa, namun kering spiritualitas. Sungguh, sebaik-baiknya circle pertemanan adalah yang mampu membawa kita pada ketaatan sejati pada sang pemilik alam semesta. Saling menguatkan dan mengingatkan di jalan kebenaran, serta senantiasa disibukkan dengan aktivitas kebaikan bukan aktivitas sia-sia sekadar pengisi waktu luang.
Dengan demikian, betapa istimewanya seorang muslim yang menjadi hakikat dirinya sebagai seorang hamba yang diciptakan untuk sepenuhnya beribadah kepada Allah, bukan sekadar mengumpulkan materi dunia dan berlomba-lomba mengejar kesenangan hidup. Oleh karena itu, momentum Idulfitri adalah waktu yang tepat bagi kita untuk berkontemplasi demi meraih tujuan hidup yang sejati. Wallahu’alam bis shawab.