
Oleh. VieDihardjo
Muslimahtimes.com–Genosida Palestina yang dilakukan Zionis Israel sejak Badai Al Aqsa 7 Oktober 2023 menurut Kementerian Kesehatan Gaza mencapai 50.400 meninggal, 114.583 terluka tetapi masih banyak korban yang tertimpa reruntuhan dan belum bisa dievakuasi. Pada bulan Ramadan, 18 Maret 2025, Israel melancarkan serangan udara ke jalur Gaza dan menewaskan 1.042 orang dan lebih dari 2500 terluka. Pelanggaran Hak Asasi Manusia telah terjadi!
Berbeda kasus dengan perang Ukraina Rusia, dimana Amerika Serikat kerap turun tangan, memberi pernyataan hingga mengusik Rusia namun berbeda saat genosida terjadi di Palestina. Posisi Amerika Serikat adalah sekutu sejati Israel. Bahkan ketika Mahkamah Pidana International atau International Criminal Court (ICC) sebuah badan peradilan yang terlepas dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada November 2024 ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya, Yoav Gallant, atas kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan yang terjadi di Gaza tetapi Amerika bergeming.
Pendukung utama Israel adalah Amerika Serikat. Presiden Amerika, Harry.S.Truman, adalah pemimpin negara pertama yang mengakui berdirinya negara Israel, dukungan makin kuat saat Donald Trump, pada 2017 Trump mengatakan bahwa seluruh Yerussalem adalah ibu kota Israel, bahkan Ia memindahkan kedutaan Amerika dari Tel Aviv ke Yerussalem. Pada 2019, Menteri Luar Negeri Amerika, Mike Pompeo menyatakan bahwa pendirian permukiman sipil Israel di Tepi Barat tidak bertentangan dengan hukum internasional.
Pada 2020, Trump mengajukan sebuah proposal “Peace To Prosperity” yang berisi antara lain, melucuti senjata Hamas, mengakui Israel sebagai negara Yahudi, tidak melawan terhadap pendudukan Israel dengan imbalan investasi ekonomi, proposal ini ditolak warga Palestina. Ditahun yang sama, Trump juga amendorong kesepakatan Abraham, yang berisi normalisasi hubungan Israel dengan UEA, Bahrain, Sudan dan Maroko, yang memungkinkan kerjasama ekonomi dan keamanan dengan Israel sebagai balasan atas bantuan Amerika dan dukungan diplomatik.
Selama pemerintahan Trump, Amerika Serikat berusaha melemahkan kekuatan-kekuatan regional yang menyerang Israel. Misalnya, mendorong peningkatan sanksi dan ancaman terhadap Hezbulloh Libanon, yang sering menyerang Israel. Menetapkan Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) sebagai kelompok teror untuk mengisolasinya dari pergaulan internasional hingga membunuh komandan IRGC, Qassem Soleimani.
Negeri-negeri Muslim Pengekor Kapitalisme
“Katakan pada negara-negara muslim untuk tidak mendoakan kami dan para syuhada. Kami hidup dan kalian semua yang telah mati.” Pesan warga Palestina ini viral di media sosial. Sebuah kekecewaan atas diamnya negeri-negeri muslim terhadap genosida yang terjadi di palestina. Menurut Ahmad T. Kuru dalam bukunya ‘Islam, Otoritarianisme Dan Ketertinggalan” jumlah negeri dengan penduduk mayoritas Muslim ada 49 negara di dunia. Mayoritas berada di Timur Tengah, dekat genosida yang sedang terjadi di Palestina.
Dari 49 negara muslim, tersisa 25 negara (sekitar 51%) yang tidak mengakui Israel, namun jumlahnya terus meningkat seiring dengan lobi-lobi yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Negara muslim mengekor Amerika Serikat sebagai pengusung Kapitalisme dibuktikan dengan laporan World Integrated Trade Solution (WITS) yang menyatakan bahwa beberapa negara muslim memiliki hubungan dagang dengan Israel, diantaranya, Turki, UEA, Sudan, Maroko, Azerbaijan, Mesir, Yordania dan lainnya. Elie Podeh dalam ‘Saudi Arabia And Israel, Secret To Public Engagement 1948-2018’ menyatakan bahwa keduanya memiliki hubungan rahasia yang difasilitasi oleh Amerika Serikat.
Diamnya negara muslim atas genosida yang terjadi disebabkan oleh, pertama, negara-negara muslim memiliki hubungan diplomatik dan kerjasama diberbagai bidang dengan Amerika Serikat. Jamak diketahui bahwa pendukung setia Israel adalah Amerika. Kedua, Terpecah belahnya dunia islam dalam bentuk negara bangsa, telah membawa sebuah pemikiran tentang kepentingan nasional, dimana setiap negara dalam bertindak akan selalu dipengaruhi oleh kepentingan nasionalnya masing-masing. Seperti dikatakan Hans Morgenthau bahwa sikap negara-negara dalam area hubungan internasional akan sangat ditentukan oleh pencapaian dan kepetingan nasional masing-masing negara.
Ketiga, negara-negara muslim banyak mengalami kasus kemiskinan, ketertinggalan ekomomi dan berbagai konflik internal maupun eksternal. Armed Conflict Location & Event Data Project (ACLED) merilis bahwa 4 dari 10 yang mengalami konfliik ekstrem berasal dari negara muslim yaitu, Suriah, Nigeria, Irak dan Yaman. Dan 12 dari 20 negara yang mengalami konflik dengan intensitas yang tinggi adalah negara muslim, lembaga ini merilis Palestina, Afghanistan, Mali, Sudan, Burkina Faso, Pakistan, Somalia, Bangladesh dan Nigeria, Libya, Suriah, Yaman.
Keempat, terpenting, adalah ketergantungan negara-negara muslim pada Amerika Serikat, terutama dalam bidang pertahanan. Dibuktikan dengan keberadaan pangkalan militer Amerika dibeberapa negara Timur Tengah. Misalnya keberadaan tentara Amerika di Suriah (800), Irak (6.000), Yordania (3.000), Kuwait (13.000), Qatar (13.000), Bahrain (7.000), Arab Saudi (3.000), Uni Emirat Arab (5.000), dan Oman (www.kumparan.com 3/11/2023)
Faktor-faktor tersebut’menahan telunjuk’ para pemimpin negara-negara muslim untuk memerintahkan sumberdaya militernya untuk menghadapi Israel dan menolong saudaranya di Palestina dan selama tidak dihilangkan maka dunia akan tetap bergeming melihat genosida kasat mata di Palestina.
Tegaknya Khilafah Membebaskan Palestina
Solusi genosida Palestina adalah mengusir Israel. Sejarah Islam membuktikan selama Khilafah tegak, Palestina terlindungi. Ketika Khilafah runtuh dan berlaku perjanjian Sykes-Picot dimana negeri-negeri islam dibagi-bagi menjadi negara bangsa, termasuk Palestina diperlakukan sebagai harta rampasan perang yang bisa dibagi-bagi bahkan digenosida seperti hari ini, untuk memberikan wilayah bagi negara cacat bernama Israel.
Mengusir Israel harus menggunakan metode Jihad, karena hanya itulah ‘bahasa’ yang dipahami oleh Zionis Israel, terbukti dengan gagalnya berbagai macam perundingan yang dilahirkan tapi selalu dikhianati oleh Israel. Sebenarnya, negara-negara muslim jika disatukan memiliki kemampuan yang sangat besar dan mengusir Israel adalah perkara mudah. Mengutip Indeks Global Fire Power (GFP) dengan menggunakan parameter kualitas persenjataan, jarak tempuh rudal, pelatihan, aliansi, tenaga kerja, dan kekuatan industri pertahanan local, mengurutkan 12 negara dengan kemampuan militernya didunia islam dari peringkat teratas, yaitu, Turki, Mesir, Iran, Indonesia, Pakistan, Arab Saudi, Aljazair, Malaysia, Suriah, Maroko, Bangladesh, dan terakhir UEA (Uni Emirat Arab). Seandainya semua kapasitas militer ini disatukan maka membebaskan Palestina dan mengembalikan wilayah-wilayah yang dicaplok Israel.
Agar negara-negara ini mampu dan berani membebaskan Palestina tentu memerlukan sebuah keputusan negara adidaya yang memerintahkannya dan itu adalah Khilafah. Ketika Khilafah tegak, maka jihad akan lebih baik karena kapasitas militer negara-negara muslim akan disatukan dan digerakkan melalui satu kepemimpinan. Para penguasa negara-negara muslim perlu segera sadar! Bahwa genosida kasat mata yang terjadi di Palestina hanya bisa dihentikan dengan pengiriman militer, jihad fii sabilillah yang didukung dengan kapasitas militer mumpuni. Pengiriman bantuan makanan dan obat-obatan adalah penting bagi korban tetapi mengusir Zionis Israel dari Palestina perlu militer!
Membebaskan Palestina penting bagi kaum muslimin, sebagaimana Allah berfirman,
يَٰقَوْمِ ٱدْخُلُوا۟ ٱلْأَرْضَ ٱلْمُقَدَّسَةَ ٱلَّتِى كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ وَلَا تَرْتَدُّوا۟ عَلَىٰٓ أَدْبَارِكُمْ فَتَنقَلِبُوا۟ خَٰسِرِينَ
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci (Palestina) yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari kebelakang (karena takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi (Qs. Al Maidah ayat 21)
Para Ulama menafsirkan ketika kaum muslimin tidak memerangi kaum yang menjajah maka tidak akan mendapatkan kebaikan di dunia dan di akhirat.”
Wallahu’alam bisshowab