
Oleh. Ariani
Muslimahtimes.com–Presiden RI Prabowo Subianto mengucapkan selamat datang kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron dan delegasinya yang telah tiba di Indonesia. Prabowo menjelaskan, pada tahun ini, Prancis dan Indonesia memperingati 75 tahun hubungan diplomatic (nasional.kompas.com, 28/05/2025). Pada kunjungan ini sebanyak 27 nota kesepahaman diteken antara pemerintah, lembaga, dan dunia usaha Indonesia-Prancis, dengan nilai komitmen mencapai US$ 11 miliar. Kerja sama ini mencakup sektor-sektor strategis seperti energi, transportasi, pangan, kesehatan, telekomunikasi, pendidikan, dan infrastruktur (tempo.co, 30/05/2025)
Terdapat lima kerja sama strategis juga diumumkan di hadapan kedua kepala negara, salah satunya adalah peningkatan gizi nasional oleh Badan Gizi Nasional bersama Danone, produksi ragi untuk ketahanan pangan oleh PT Citra Bonang dan Lesaffre dan hilirisasi nikel untuk kendaraan listrik oleh Danantara (tempo.co, 30/05/2025). Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, Indonesia telah menandatangani declaration of intent (DOI) dengan Menteri Ekonomi, Keuangan, dan Kedaulatan Industri dan Digital Prancis, Eric Lombard. Indonesia berminat untuk mengimpor sapi atau produk susu dari Prancis. Sebagai imbal balik,Prancis membuka pintu untuk ekspor crude palm oil (CPO) dari Indonesia (beritasatu.com, 30/05/2025).
Wajah Asli Prancis di Hadapan Islam
Banyak negara di dunia, termasuk Eropa memosisikan diri sebagai anti-Islam dengan melegalkan Islamofobia. Undang-undang negara dibuat untuk sangat membatasi praktik rituaI Islam misalnya pelarangan masjid, pelarangan hijab, atau menunjukkan aktivitas ibadah di depan publik. Pembatasan tersebut kadang disertai dengan kekerasan, pelecahan seperti kartun nabi Muhammad dan pengucilan umat Islam yang menyakitkan. Dan salah satu negara yang melakukan hal itu adalah Prancis. Menurut Alain Gabon, pakar Islam dari Universitas George Town, selama masa jabatannya, Emmanuel Macron serta berbagai pemerintahannya secara konsisten berupaya membawa Islamofobia negara dan masyarakat ke tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sejarah gelap Prancis terhadap Islam terjadi dari Perang Salib Abad Pertengahan yang diprakarsai oleh Paus Urbanus II pada tahun 1095 hingga “perang melawan Islamisme” yang dilancarkan Macron saat ini. Sehingga Sambutan hangat dan meriah atas kedatangan kepala negara Perancis, negara yang banyak membuat kebijakan islamophobia harusnya tidak dilakukan Indonesia, sebagai negara dengan mayoritas pemeluk Islam.
Tentunya Prancis tidak akan melakukan kerja sama dengan Indonesia tanpa melupakan misi besarnya yaitu pengemban dakwah sekulerisme. Tentunya bisa diprediksi bahwa Prancis akan menginjeksi islamfobia sebagai syarat lancarnya Kerjasama. Dan tentunya ini akan mempengaruhi kepemimpinan Prabowo dalam mengurusi rakyatnya yang notebene adalah mayoritas kaum muslim. Kerja sama dengan Prancis yang mengemban sekulerisme sekaligus pengasong Islamfobia, akan memengaruhi Presiden Prabowo dalam merumuskan kebijakan-kebijakan yang menyangkut kehidupan umat Islam di Indonesia.
Dari sisi kerja sama bilateral maka Prancis pasti melihat bahwa Indonesia bisa menjadi sasaran eksploitasi kekayaan dengan kedok investasi dalam proyek-proyek hilirisasi tambang. Indonesia akan dipaksa membuka kran impor salah satunya adalah impor sapi dan susu yang akan merugikan produksi dalam negeri. Jelas impor dengan tarif bea 0% akan menghancurkan pasar domestik. Dalam kitab Mafahim Siyasi Hizb ut-Tahrir digambarkan bahwa Prancis sendiri adalah salah satu negara adidaya di dunia dan Sejarah telah mencatat bahwa Prancis merupakan negara kapitalis yang politiknya memiliki karakter imperialis. Oleh karenanya, setiap kebijakan politik luar negerinya tidak mungkin keluar dari visi penjajahan ini.
Sikap Seharusnya Umat Islam
Sikap tegas dan menunjukkan pembelaan atas kemuliaan agama seharusnya ditunjukkan oleh pemimpin negeri muslim, terlebih sebagai negara dengan umat islam yang jumlahnya mayoritas. Namun, dalam sistem sekuler kapitalisme, di mana hubungan negara dilihat berdasarkan manfaat, maka abai atas sikap suatu negara terhadap Islam. Dalam Islam jelas bahwa penguasa di Darul Islam tidak akan menjalin hubungan Kerja sama apa pun dengan Daulah kufur yang berlumuran darah kaum muslim. Prancis tentunya sebagai salah negeri adidaya yang memiliki hak veto di PBB telah terbukti selalu mendukung kebijakan Amerika dalam menyokong penjajahan Israel pada Palestina. Umat islam seharusnya memiliki negara yang kuat dan berpengaruh dalam konstelasi hubungan negara-negara di dunia sebagaimana pernah diraih oleh Daulah islam dan kekhilafahan. Pemimpin negeri-negeri kaum muslim harunya tegas menolak berkerjasama dengan negara-negara penjajah kafir dan tentunya mengangkat tongkat komando penyatuan umat Islam di bawah naungan Daulah khilafah Islamyyah. Institusi resmi dalam Sistem Islam yang telah disegani oleh negara-negara di belahan dunia mana pun.