
Oleh. Rahma Al-Tafunnisa
Muslimahtimes.com–Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah program yang diluncurkan oleh Bapak Presiden terpilih Prabowo Subianto. Harapannya MBG ini bisa menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, terutama melalui penguatan gizi bagi anak sekolah, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui. Program ini juga bertujuan untuk memberdayakan UMKM dan ekonomi rakyat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi mereka.
Dikutip dari media Banjarbaru (ANTARA) – Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Muhidin meminta kepada Badan Gizi Nasional (BGN) agar Program Makan Bergizi Gratis (MBG) diserahkan kepada pihak sekolah tanoa melalui pihak ketiga demi efisiensi anggaran dan tepat sasaran. Menurut dia, jika melalui pihak ketiga maka akan terlalu banyak anggaran yang terpotong. Namun, jika langsung diserahkan ke pihak sekolah, dana bisa lebih efisiensi dan tepat sasaran sesuai kearifan lokal di daerah tersebut. Dia khawatir jika terlalu banyak melibatkan pihak ketiga, anggaran akan semakin boros, anggaran akan membengkak untuk membayar pihak ketiga. Sementara jika diserahkan langsung ke pihak sekolah, anggaran lebih optimal dan dapat menjangkau lebih banyak anak sekolah.
Dalam pelaksanaannya, kata dia, kepala daerah dan aparat terkait melakukan pengawasan secara ketat. Sekolah akan menyediakan menu yang sesuai selera siswa namun tetap memeprhatikan gizi sesuai standar. Dia menuturkan, misal dana MBG Rp200.000 per porsi, jika dana ini sepenuhnya diserahkan ke pihak sekolah, kemungkinan besar potongan itu hampir tidak ada karena sepenuhnya untuk siswa tanpa banyak pengeluaran membayar pihak ketiga.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan inisiatif pemerintah untuk meningkatkan gizi siswa di Indonesia. Namun, penyerahan pelaksana program ini kepada pihak sekolah dengan alasan efisiensi menimbulkan banyak pertanyaan terkait efektivitas, akuntabilitas dan dampaknya terhadap nilai pendidikan. Karena kita melihat faktanya pendidikan hari ini mengalami krisis multidimensi. Seperti degradasi moral, rendahnya literasi agama, sekularisasi kurikulum, dan lemahnya arah ideologis. Kemunduran akhlak sudah tidak bisa dihindari lagi, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik dari dalam diri individu maupun lingkungan sekitar. Faktor-faktor tersebut meliputi kurangnya pendidikan akhlak, pergaulan yang buruk, pengaruh media, dan lemahnya pengawasan keluarga atau masyarakat, pun pendidikan yang hanya berorientasi kepada nilai dan prestasi. Apalagi pemahaman agama sangat memprihatinkan.
Memberi makan gratis hanya menyentuh lapisan terluar, bukan memperbaiki subsantansi pendidikan (ruhiyah dan pemikiran). Seharusnya nilai pendidikan bukan sekadar mengenyangkan perut. Polemik program MBG bisa menjadi semacam pengalihan isu di tengah krisis kurikulum, biaya pendidikan mahal, serta sekularisme sistem belajar. Pemerintah menyoroti isu konsumsi siswa, bukan esensi pendidikan. Selain itu, di balik program ini, pendidikan makin diarahkan pada nilai-nilai materialistis. Siswa dianggap cukup baik jika sehat jasmani dan bisa menyerap pelajaran teknis.
Dalam Islam, makanan bergizi adalah bagian dari kebutuhan dasar (hajat asasi) yang wajib dijamin negara. Jika ada rakyat (termasuk pelajar) yang kekurangan gizi, negara wajib menjamin pemenuhannya, bukan sekadar sebagai program bantuan, tapi sebagai kewajiban syar’i. Namun, dalam negara Islam, pemberian makan bukan untuk pencitraan politik, kampanye kebijakan atau mengalihkan isu kerusakan sistem pendidikan. Tujuan utama pendidikan adalah pembentukan kepribadian Islam, bukan hanya berfokus pada kesehatan fisik. Program ini tidak boleh menggantikan atau mengaburkan urgensi Islam, pembinaan akidah, dan pengawasan pelaku.
Program MBG dalam negara Islam harus selektif, efektif, dan sesuai dengan kebutuhan, tidak dijadikan proyek anggaran besar-besaran tanpa maslahat yang jelas. Dengan kata lain, program seperti MBG harus diletakkan dalam sistem Islam yang menyeluruh, bukan dijadikan solusi tunggal atas sistem pendidikan yang rusak akibat sekularisme.
Wallahua’lam bii ash-shawab