
Oleh. Novita L
Muslimahtimes.com–Setiap tahun, jutaan muslim dari berbagai penjuru dunia berkumpul di Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Mereka datang dari latar belakang bangsa, ras, dan bahasa yang berbeda, namun mereka semua tunduk dalam satu arah, satu tujuan, dan satu syiar: hanya karena Allah. Ini adalah bukti nyata bahwa Islam mampu menyatukan umat dalam satu barisan, melampaui batas-batas buatan manusia yang selama ini memecah belah.
Persatuan yang terlihat di Arafah dan Mina bukanlah karena budaya yang sama, bukan pula karena kesamaan suku atau bangsa. Persatuan ini berdiri di atas fondasi akidah Islam yang menghapus segala perbedaan duniawi. Inilah potret ideal umat Islam—satu tubuh yang kokoh, bergerak dalam satu komando, bukan kehendak golongan atau nasionalisme.
Namun sayangnya, persatuan ini seringkali hanya menjadi momen tahunan. Setelah Idul Adha berlalu, umat kembali terpecah: oleh batas negara, partai, bahkan kepentingan duniawi. Saudara-saudara kita di Palestina, Uighur, Sudan, dan lainnya masih terluka, namun kita acuh. Kita bahkan sering terjebak saling bermusuhan satu sama lain.
Ukhuwah Islamiyah
Umat ini berjumlah hampir 2 miliar jiwa—kekuatan yang seharusnya disegani dunia. Tapi ada sekat-sekat yang memisahkan kaum Muslim sedunia. Ada tembok besar yang menghalangi persaudaraan mereka. Sekat yang memisahkan dan tembok yang menghalangi mereka adalah negara-bangsa dan nasionalisme . Potensi ukhuwah islamiyah itu hilang karena tidak adanya satu kepemimpinan yang menyatukan.
Ironi memang. Spirit ukhuwah yang mereka rasakan ketika melakukan ibadah haji tidak lagi mereka temukan ketika mereka kembali negerinya masing-masing. Padahal, Nabi SAW. menggambarkan bahwa kaum Mukmin, dalam berkasih sayang, ibarat satu tubuh. Ketika ada anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakan panas dan demam. Sayang, gambaran ini saat ini sulit untuk bisa diterapkan dalam kenyataan.
Ibadah haji sejatinya mengajarkan makna ukhuwah yang hakiki, yakni bahwa umat Islam itu bersaudara atas dasar iman. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Perumpamaan kaum mukmin dalam hal kasih sayang, saling mencintai, dan saling membantu adalah seperti satu tubuh. Jika satu anggota tubuh sakit, seluruh tubuh akan merasakan demam dan tidak bisa tidur.” (HR Muslim).
Penghayatan atas persaudaran ini mestinya melahirkan perhatian atas nasib seluruh kaum Muslim, juga keberpihakan dan pembelaan atas mereka. Berbekal kesadaran itu, tentu kaum Muslim, terutama mereka yang telah berhaji, tidak akan diam berpangku tangan saat darah kaum Muslim ditumpahkan begitu saja di negeri mereka sendiri seperti di Palestina, Irak, Afganistan, Suriah, Rohingnya, Uighur dan yang lainnya.
Pesan Pemimpin Islam
Rasulullah saw. selaku kepala negara, menggunakan momentum ibadah haji untuk menyampaikan pesan politik kepada masyarakat Daulah Islam yang menunaikan ibadah haji. Pada saat haji wada’, Rasulullah saw. menyampaikan beberapa pesan penting. Diantaranya adalah Rasulullah menegaskan pentingnya menjaga kehormatan sesama Muslim, keutamaan persaudaraan antar muslim dan haram mengambil hartanya tanpa haq.
Rasulullah saw. juga mengingatkan jamaah haji tentang keharaman riba, keharusan menjaga amanah seorang perempuan; memberikan nasihat agar tidak murtad, berpegang teguh kepada al-Quran dan as-Sunnah, tetap menyembah Allah SWT, mendirikan shalat fardhu, berpuasa pada Bulan Ramadhan, membayar zakat, dan menunaikan ibadah haji. Rasulullah saw. juga mengingatkan bahwa orang yang paling mulia adalah yang paling bertakwa.
Seharusnya, momentum ibadah haji, menjadi kesempatan para pemimpin untuk menyampaikan pesan, nasihat, peringatan, kebijakan, program hingga ajakan untuk lebih mentaati Allah dan Rasul-Nya serta mengajak mereka untuk meninggalkan berbagai dosa dan kemaksiatan.
Sayang, saat ini tidak ada lagi pemimpin umat yang menyampaikan pesan menggugah kepada seluruh jamaah haji sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah saw. Saat ini, kaum Muslim tidak dipimpin oleh satu orang khalifah, melainkan oleh kepala negara yang jumlahnya banyak. Itulah sebabnya, pelaksanaan ibadah haji saat ini menjadi kehilangan nuansa persatuannya, kehilangan ruh politik Islamnya.
Khatimah
Jangan biarkan haji hanya menjadi ibadah tahunan tanpa jejak. Mari bawa pulang nilai-nilai kesatuan dan kepedulian yang kita rasakan di Tanah Suci untuk memperkuat peradaban Islam yang rahmatanlilalamin. Sebagaimana, Idul Adha bukan hanya tentang penyembelihan hewan kurban. Ia adalah simbol ketaatan mutlak kepada Allah, sebagaimana dicontohkan oleh Ibrahim dan Ismail. Maka, seharusnya ketaatan itu tidak berhenti pada ibadah ritual semata, tapi menjadi dorongan untuk hidup sepenuhnya dalam sistem yang Allah ridai—Islam kaffah dalam individu, masyarakat, dan negara.