
Oleh. VieDihardjo
Muslimahtimes.com–Kawasan Raja Ampat rusak. Terjadi kerusakan vegetasi alamiah lebih dari 500 hektar, termasuk 300 hektar di pulau Gag akibat pembukaan lahan tambang. Tak hanya di darat kerusakan juga terjadi di wilayah laut akibat limpasan lumpur pembukaan tambang. Limpasan lumpur tersebut mengalir ke laut, menyebabkan air laut menjadi keruh, lumpur menimbun terumbu karang hingga mati. Bahkan potensi kehilangan pulau-pulau kecil nisa terjadi akibat pembabatan hutan untuk membuka lahan tambang.
Terjadi pelanggaran aturan dalam hal pemberian izin pertambangan nikel pada lima perusahaan di Raja Ampat, hal ini disampaikan Juru Kampanye Hutan Greenpeace, Iqbal Damanik. Raja Ampat bukanlah satu-satunya pulau kecil yang dieksploitasi untuk kepentingan pertambangan. Menurut Ki Bagus dari Auriga Nusantara dalam sebuah podcast menyatakan bahwa sudah sejak lama pulau-pulau kecil di Indonesia teracam oleh industri pertambangan. Sementara dalam Undang-Undang nomor 27 tahun 2007 yang direvisi dengan Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang tata kelola wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil jelas menyatakan bahwa pemanfaatan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil tidak diperuntukkan untuk aktivitas pertambangan dan aktivitas yang dapat merusak secara teknis, lingkungan dan budaya akibat aktivitas pertambangan dilarang beroperasi.
Penambangan Makin Brutal, Kerusakan Alam Makin Fatal
Ki Bagus dari Auriga Nusantara menyampaikan bahwa berdasarkan data yang mereka kumpulkan per Mei 2025 terdapat 215 pulau-pulau kecil yang di atasnya terdapat aktivitas pertambangan, dari total izin 466, artinya pada satu pulau kecil bisa terdapat lebih dari satu perusahaaan penambangan.
Luasan pulau-pulau kecil menurut Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau kecil melarang aktivitas penambangan di wilayah yang luasnya kurang dari 2000 km2. Namun aturan ini dilanggar di Pulau Kabaena, pulau kecil yang indah di Sulawesi Tenggara.
Kabaena kini terkepung oleh penambangan nikel. Peneliti dari Satya Bumi, Sayiidattihayaa Afra menyampaikan bahwa 73% wilayah Kabaena yaitu 650km2 dari 891 km2 total luas pulau ini telah diserahkan ke perusahaan tambang (www.kendari.pikiran-rakyat.com 10/20/2024) 40% izin penambangan di pulau ini telah beroperasi, kemungkinan sisanya menyusul.
Terjadi deforestasi besar-besaran di Kabaena demi pembukaan lahan-lahan penambangan. Aktivitas ini dilegalkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.465/Menhut-II/2011 yang mengubah ststus hutan di Kaebana dari hutan lindung menjadiii hutan produksi. Dari 3.374 hektar hutan, termasuk 24 hektar hutan lindung sebagai tempat menyimpan air bagi suku Bajau di Kabaena telah digunduli. Sampel air telah tercemar karena menunjukkan kandungan logam berat, seperti, nikel, cadmium, asam sulfat yang melebihi batas ambang aman.
Aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil tidak hanya merusak lingkungan, menghancurkan vegetasi alami tetapi juga membunuh masyarakat, karena sulit mendapatkan diversifikasi pendapatan berbeda dengan area perkotaan. Mengapa aktivitas ini terus berlangsung?
Pertambangan Berasas Manfaat, Buah Kapitalisme
Kerusakan alam yang makin fatal adalah akibat kerakusan para oligarki (pemilik modal) yang berkelindan dengan kepentingan politik dan kekuasaan. Mudahnya para pemilik modal menguasai sumberdaya alam difasilitasi oleh para penguasa yang mendapatkan berbagai fasilitas dari para pemilik modal untuk kepentingan pribadi hingga kepentingan politik berbiaya mahal saat pemilu dalam sistem demokrasi.
Manfaat dan keuntungan adalah asas dalam penambangan berbasis kapitalisme tanpa memperdulikan dampak ekonomi, sosial dan lingkungan. Hingga Raja Ampat yang disebut ‘surga terakhir di bumi’, Kabaena atau pulau-pulau kecil indah lainnya dengan mudah menjadi ‘korban’ kerakusan manusia.
Maka perlu perubahan dalam sistem tata kelola sumberdaya alam dari cara kapitalistik yang hanya mengutamakan keuntungan tanpa memperdulikan dampak dan kerusakan alam kepada sistem yang mampu memberikan aturan tata kelola yang tidak merusak ekologi, dikelola oleh negara dan memberi mashlahat bagi rakyat secara adil.
Pengelolaan Sumberdaya Alam, Islam Solusi Ideal
Meskipun diklaim sebagai ‘transisi hijau’ faktanya penambangan nikel menimbulkan dampak merusak pada lingkungan dan menganggu masyarakat lokal. Hal ini Allah firmankan dalam Al Qur’an,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (Qs.Ar Rum ayat 41)
Sementara dalam Islam, Konsep pemilikan dijalankan dengan tegas sehingga tidak bisa diselewengkan. Tambang adalah kepemilikan umum, sebagaimana Rasulullah bersabda,
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, air, padang rumput dan api” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
Sehingga nikel adalah barang tambang dalam jumlah besar, Indonesia penghasil nikel terbesar didunia. Sebagai komoditas dengan status kepemilikan umum maka nikel tidak boleh dikuasai dan dikelola oleh swasta atau asing. Nikel harus dikelola oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kemashlahatan rakyat.
Negara tidak boleh menjadi mitra korporasi atau pengusaha tambang. Hasil dari tambang nikel atau yang lain wajib disalurkan ke Baitul mal untuk membangun dan menyediakan layanan publik,misalnya pendidikan gratis, kesehatan gratis, penyediaan lapangan kerja, kebutuhan pokok yang murah bahkan gratis, dan tidak boleh hanya dinikmati investor dan elit politik.
Mengembalikan fungsi negara sebagai pengelola sumberdaya alam dan amanah dalam mengelola membutuhkan sistem tata kelola yang selaras, yaitu sistem ekonomi islam. Islam memiliki aturan terkait ekonomi dan aspek kehidupan manusia yang lain. Maka perlu kembali kepada penerapan Islam secara menyeluruh (kaffah) oleh negara (Khilafah). Khalifah akan mengatur negara (Khilafah) dengan menggunakan syariat sehingga tidak akan menimbuilkan kerusakan terus-menurus pada ekologi dan hidup manusia.
Allah berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs.Al A’raf ayat 96)
Ketakwaan yang tidak hanya dilakukan oleh individu dan masyarakat juga oleh negara dalam pengelolaan sumberdaya alam agar tidak merusak tapi melahirkan mashlahat bagi semua. Wallahu’alam bisshowab