
Oleh. Syifa Ummu Azka
Muslimahtimes.com–Bagai tikus mati di lumbung padi. Beginilah ironi di negeri agraris. Bila berita menyebutkan bahwa stok beras kita melimpah, kenyataan di lapangan justru sebaliknya. Harga beras terus merangkak naik, menambah beban hidup rakyat kecil yang sudah terseok-seok oleh mahalnya biaya hidup.
Guru Besar UGM bahkan menyebut kondisi ini tidak masuk akal. Stok beras melimpah tapi harga justru naik (BeritaSatu, 17/06/2025). Data menunjukkan, lebih dari 130 kabupaten/kota mengalami kenaikan harga beras pada pekan kedua Juni (Bisnis.com, 16/06/2025). Bahkan, harga beras di banyak daerah telah melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah (Bisnis.com, 17/06/2025).
Kapitalisme Menyulap Kebutuhan Pokok menjadi Komoditas
Fenomena ini tidak bisa dilepaskan dari sistem ekonomi kapitalisme yang menjadikan kebutuhan pokok sebagai komoditas dagang, bukan hak dasar yang wajib dipenuhi negara. Dalam kapitalisme, negara hanya berfungsi sebagai regulator, bukan pelindung atau penjamin kebutuhan rakyat. Akibatnya, distribusi pangan mengikuti logika pasar yang tak peduli pada derita rakyat miskin.
Kebijakan pemerintah mewajibkan Bulog menyerap gabah dalam jumlah besar yang justru menumpuk stok di gudang. Sementara di sisi lain, distribusi ke pasar terganggu, dan harga melambung. Inilah wajah pengelolaan pangan dalam sistem kapitalisme: ruwet, tak pro-rakyat, dan tunduk pada kepentingan segelintir pengusaha dan mekanisme pasar.
Ketika Harga Tak Lagi Rasional
Harga beras yang terus naik padahal stok melimpah menunjukkan bahwa sistem saat ini gagal total dalam mengatur hajat hidup rakyatnya. Petani tidak sejahtera, pedagang terhimpit, dan konsumen menderita. Padahal, Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang menimbun makanan (untuk dijual dengan harga tinggi), maka ia telah berdosa.” (HR. Muslim)
Namun dalam kapitalisme, penimbunan adalah taktik dagang. Tak ada dosa, hanya untung dan rugi. Inilah yang menjadikan sistem ini tak layak mengatur kebutuhan pokok umat.
Khilafah: Menjadikan Pangan sebagai Tanggung Jawab Negara
Dalam sistem Khilafah, negara berkewajiban memenuhi kebutuhan pokok rakyat, termasuk pangan. Negara tidak akan menyerahkan urusan pangan pada mekanisme pasar. Produksi, distribusi, hingga cadangan pangan akan diatur langsung oleh negara. Negara akan memberikan bibit, pupuk, dan sarana produksi lainnya secara cuma-cuma kepada petani agar produksi terjamin dan berkualitas.
Khilafah juga melarang penimbunan, karena itu termasuk kezaliman terhadap masyarakat. Distribusi pangan akan diawasi ketat agar merata dan tidak dimonopoli. Negara tidak menetapkan harga, tetapi memastikan mekanisme pasar berjalan sehat, sesuai tuntunan syariat.
Allah Swt berfirman: “Dan Kami telah menjadikan kalian sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Kami tinggikan sebagian kalian atas sebagian yang lain agar Kami menguji kalian terhadap apa yang Kami berikan kepada kalian.” (QS. Al-An’am: 165)
Solusi Sistemis, Bukan Tambal Sulam
Rakyat butuh solusi nyata, bukan tambal sulam regulasi atau janji-janji subsidi yang tak pernah ada habisnya. Pangan adalah urusan hidup-mati, dan menyerahkannya pada logika pasar adalah kebijakan yang keji. Maka solusi hakiki atas carut-marut harga pangan hari ini bukan menambah intervensi atau membuat program baru yang menyimpang dari akar masalah. Yang dibutuhkan adalah perubahan sistem—dari kapitalisme menuju sistem Islam. Hanya dengan Khilafah, umat akan kembali menikmati hasil bumi yang adil dan berkah. Negara hadir sebagai raa’in (pengurus), bukan pedagang yang mencari untung dari perut rakyatnya sendiri.
Wallahu a’lam bish-shawab.