
Oleh. Asha Tridayana
Muslimahtimes.com–Kasus korupsi terus saja berulang, selalu ada kesempatan atau celah bagi para koruptor untuk memanfaatkannya. Melalui berbagai proyek negara yang mengatasnamakan rakyat, mereka tidak segan mengambil hak rakyat. Parahnya, nilai yang dikorupsi pun tidak tanggung-tanggung. Seolah tidak mau rugi, mereka berlomba-lomba menimbun kekayaan sementara rakyat semakin terpuruk dengan impitan ekonomi.
Seperti yang saat ini sedang diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pengadaan mesin electronic data capture (EDC) oleh salah satu bank negara. Mesin EDC merupakan perangkat penting yang menunjang proses transaksi kartu debit dan kredit dalam pembayaran elektronik. Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengungkapkan nilai proyek mencapai Rp2,1 triliun selama periode 2020-2024.
KPK telah mengamankan barang bukti berupa dokumen proyek, buku tabungan dan bukti elektronik guna menentukan pihak yang mesti bertanggung jawab. Selain itu, demi menunjang proses hukum berjalan efektif, KPK mencegah 13 orang ke luar negeri untuk melakukan penyidikan. KPK juga memeriksa seorang saksi yakni mantan wakil direktur utama CBH. KPK memastikan akan menganalisis bukti dan keterangan secara menyeluruh (www.beritasatu.com 30/06/25).
Tidak hanya kasus korupsi pengadaan mesin EDC, KPK juga mengungkap dugaan rekayasa pada sistem e-katalog pada kasus korupsi proyek jalan di Sumatera Utara. E-katalog merupakan sistem yang dikenal transparan untuk pengadaan barang dan jasa. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo menjelaskan langkah antisipasi KPK dengan melakukan pendampingan dan pengawasan kepada pemerintah daerah melalui instrumen Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP).
Sebelumnya kasus rekayasa e-katalog tersebut ditemukan oleh KPK melalui OTT di Mandailing Natal, Sumut, pada Kamis (26/6) dan mengamankan enam orang yang terlibat. Kongkalikong terjadi pada proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara dan proyek di Satker PJN Wilayah 1 Sumatera Utara. Nilai kedua proyek sebesar Rp 231,8 miliar (m.kumparan.com 04/07/25).
Maraknya kasus korupsi tengah menghiasi media saat ini. Namun, berbagai kasus tersebut tidak mendapatkan penanganan serius dan proses hukum pun masih belum tuntas. Terlebih lagi, bermacam kasus korupsi justru muncul ketika pemerintah melakukan efisiensi anggaran. Padahal berdampak pada kualitas dan kuantitas pelayanan terhadap hak dasar rakyat menjadi semakin berkurang. Termasuk berkurangnya pendanaan pada sektor strategis negara seperti penonaktifan PBI, tunjangan kinerja guru, dana bantuan sosial, dana riset dan lain sebagainya.
Hal ini menunjukkan kegagalan negara yang menerapkan sistem sekuler kapitalistik dalam mengurusi rakyat dan menyelesaikan masalah yang tengah dihadapi. Apalagi rentetan kasus korupsi tersebut membuktikan bahwa sistem sekuler kapitalistik tidak mampu mewujudkan keadilan dan kesejahteraan pada rakyat malah terjadi ketimpangan hukum dan penuh tipu daya. Rakyat dirampas haknya dan hidup penuh kesulitan bahkan tega dihukum berat demi sesuap nasi sementara penguasa yang korupsi hanya dihukum ringan dan dipenuhi fasilitas.
Tidak hanya itu, politik demokrasi yang diemban identik dengan politik transaksional. Kekuasaan dapat diperjualibelikan antara penguasa dengan para pemilik modal. Selama mendatangkan uang, apapun dapat dilakukan dengan menghalalkan bermacam cara. Dampaknya pelaku korupsi menjadi semakin subur akibat sistem yang diterapkan memang memberikan banyak celah untuk dimanfaatkan. Hingga korupsi pun membudaya di setiap level masyarakat dan seolah menjadi hal lumrah yang dilestarikan.
Begitu karut-marut kondisi negara saat ini dipenuhi dengan beragam masalah. Salah satunya menjamurnya kasus korupsi yang tidak kunjung terselesaikan. Hukum yang dibuat tidak mampu menjerakan justru memunculkan pelaku baru bagaikan lingkaran setan yang tidak terputus. Maka dibutuhkan perubahan mendasar karena yang menjadi akar masalah yakni penerapan sistem kufur yang berorientasi pada materi sebagai tolok ukur. Menjadikan manusia gelap mata hingga rela menghalalkan segala cara demi memenuhi pencapaian duniawi.
Satu-satunya yang dapat menjadi solusi dan tuntas mengatasi, tidak lain sistem Islam. Menggantikan sistem kufur dengan penerapan Islam kaffah karena paradigma kepemimpinan Islam berasaskan akidah. Setiap individu merupakan pemimpin yang dibentuk agar senantiasa terikat dengan syariat, berakhlak mulia dan beramar makruf nahi munkar. Sehingga terwujud kehidupan masyarakat yang dipenuhi keadilan dan kesejahteraan. Tidak ada yang berani bersikap dzolim termasuk pada dirinya sendiri apalagi seorang penguasa akan selalu menjaga rakyatnya.
Selain itu, melalui seperangkat sistem Islam yang dijalankan secara kaffah seperti sistem sanksi Islam dapat meminimalisir terjadinya pelanggaran baik korupsi, penyalahgunaan jabatan, rekayasan sistem atau proses kerja dan lain sebagainya. Kemudian adanya sistem ekonomi Islam juga memberikan jaminan kesejahteraan pada masyarakat sehingga tidak membuka celah pelanggaran hukum hanya demi memuaskan keinginan menimbun pundi-pundi materi.
Penguasa dan pemangku jabatan pemerintahan dalam Islam juga memahami tanggung jawabnya yang merupakan amanah. Tidak sekalipun berusaha mementingkan urusannya sendiri sementara rakyat dikorbankan. Justru mereka senantiasa memastikan kebutuhan rakyat tercukupi dan merasa aman tanpa khawatir diperlakukan tidak adil.
Hal ini bukanlah omong kosong tanpa bukti karena fakta sejarah menunjukkan kegemilangan Islam saat diterapkan negara. Terbentuk masyarakat ideal yang hidup tanpa korupsi atau penyimpangan hukum lainnya. Oleh karena itu, sudah saatnya menegakkan kembali Islam kaffah dalam naungan Khilafah Islamiyah. Allah swt berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah : 208)
Wallahu’alam bishowab