Skip to content
Muslimah Times

Muslimah Times

dari dan untuk muslimah masa kini

Primary Menu
  • HOME
  • NEWS
  • AKTUAL
  • CHICKEN SOUP
  • HIKMAH
  • KAJIAN
  • PARENTING
  • RESENSI
  • RUMAH TANGGA
  • SASTRA
  • TEENS
  • Kontak Kami
    • SUSUNAN REDAKSI
    • Login
  • Home
  • 2025
  • July
  • 26
  • Mental Laki-laki Lemah, Perempuan Salah Arah

Mental Laki-laki Lemah, Perempuan Salah Arah

Editor Muslimah Times 26/07/2025
WhatsApp Image 2025-07-26 at 21.02.08
Spread the love

Oleh. Kholda Najiyah

Muslimahtimes.com–Juni lalu, bulan kesehatan mental khusus bagi laki-laki. Kendati mayoritas laki-laki tidak peduli, namun fakta membuktikan bahwa hari ini kondisi mental laki-laki tak kalah mencemaskan dibanding perempuan. Survei Sosial Ekonomi Nasional Indonesia pada 2023 mengungkap, 1,4 juta laki-laki mengalami gangguan kesehatan mental. Sebanyak 26 persennya depresi, burnout, dan krisis makna. Hanya 18 persen yang mengakses layanan kesehatan mental (Kompas).

Sementara itu, Data Global Burden of Disease 2021 menunjukkan, dari 6.544 kasus bunuh diri di Indonesia, sebanyak 5.095 kasus terjadi pada laki-laki (Kompas). Tentu ini tak bisa diabaikan. Bahaya jika mental laki-laki lemah, karena bisa berdampak bagi perempuan di sekitarnya. Perempuan yang menjadi tanggungjawabnya dan berada di bawah kepemimpinannya di lingkup keluarga, yakni istri dan anak-anaknya.

Toxic Masculinity?

Laki-laki diciptakan dengan fisik dan mental yang tangguh. Bukan hanya untuk bertahan hidup, juga untuk menunaikan tanggungjawabnya. Baik untuk keluarga, pekerjaan profesional, komunitas masyarakat maupun negara.

Di masa lalu, para pria ini sanggup menjadi pemimpin, pemburu, petualang, penjelajah, petarung dan pejuang di berbagai medan kehidupan. Mereka para pemberani yang tidak segan menantang maut. Tak takut mati, hanya takut dianggap lemah.

Eksistensi dan kehormatan adalah dua hal penting yang memicu bangkitnya rasa percaya diri dan performa mereka sebagai pria sejati. Tak kenal apa itu jiwa yang lemah. Citra laki-laki begitu kuat, tidak boleh baper, dan tidak kenal kata menyerah. Tak ada keluh kesah dan air mata. Namun, citra seperti itu di era modern dinilai berbahaya. Konsep bahwa laki-laki harus kuat dan tak boleh menangis, dianggap sebagai toxic masculinity. Menuntut keperkasaan pada laki-laki dikatakan racun, karena menyebabkan para pria tak berani mengekspresikan emosi jiwanya. Tak berani mengeluh. Akhirnya dipendam, lama-lama mengganggu kesehatan mental dan berakhir pada depresi. Dilematis memang.

Tekanan Sistem Sekuler

Beban laki-laki dalam sistem peradaban sekuler kapitalis hari ini sangatlah berat. Untuk sekadar hidup layak bagi diri sendiri saja sulit, apalagi menghidupi orang yang menjadi tanggung jawabnya. Ia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Belum cukup, masih harus mengambil pekerjaan tambahan hingga larut malam. Itupun hasilnya hanya habis untuk makan. Belum untuk mewujudkan hunian yang layak, pendidikan terbaik bagi anaknya dan kebutuhan hidup lain yang tak ada habisnya.
Semua itu, karena beban ada di pundaknya sendiri. Peran negara terhadap kesejahteraan laki-laki kian minim. Lapangan pekerjaan, gaji layak, pendidikan dan kesehatan yang terjangkau, seharusnya diperjuangkan oleh negara dengan kekuasaan dan sumber daya Alamnya. Namun, hal itu tidak terjadi.

Para suami yang notabene rakyat kecil ini, menjadi pejuang nafkah recehan yang harus bersaing dengan kapitalis raksasa bermodal besar plus support dari para penguasa. Bagaimana mereka tidak sakit mental?
Memang, dengan landasan iman dan takwa, seharusnya mereka tetap kuat dan tangguh. Toh Islam juga tidak melarang untuk mengekspresikan emosi dan lelelahan diri. Baik laki-laki maupun perempuan, itu hal yang manusiawi.

Kalaulah ada narasi bahwa laki-laki harus kuat, hal itu semata-mata mendudukkan posisi mereka yang sebenarnya. Bukan berarti tidak boleh mengeluh atau menangis, karena air mata pun bukan tanda kelemahan. Air mata adalah tanda bahwa beban perasaan begitu berat. Namun jangan sampai depresi, apalagi mengakhiri hidup dengan bunuh diri.

Dunia membutuhkan para pejuang dan petarung tangguh dari laki-laki muslim, dengan tugasnya untuk menjadi umat terbaik. Menjadi pemimpin dunia yang akan menebarkan rahmatan lil alamin, menggantikan sistem sekuler yang melemahkan mereka menjadi sistem Islam.

Dampak bagi Istri dan Keluarga

Laki-laki yang sudah menikah berarti menjadi pemimpin rumah tangga. Tentu saja seorang pemimpin harus kuat, baik fisik maupun mental. Harus bertanggungjawab, menjamin dan melindungi atau istilahnya provider mindset.
Namun, ketika seorang suami memiliki tanggungjawab dan kepemimpinan yang minim, dampaknya bagi istri akan memberatkan. Ketika suami lemah dalam hal apa pun, akan berdampak buruk bagi istri dan anak-anak. Jalannya keluarga tidak akan seimbang dan harmonis.

Banyak istri yang salah arah, bahkan kehilangan arah. Ia harus mengambil keputusan sendiri, padahal harusnya berbagi dengan suami. Mulai keputusan kecil, sampai keputusan besar. Misalnya masalah keuangan, pendidikan anak, dan masa depan keluarga. Tanggung jawab yang seharusnya dipikul suami, beralih ke pundak istri. Ini memicu stres kronis, kecemasan, bahkan depresi. Sang istri akhirnya kesepian dalam menghadapi masalah. Tidak ada figur yang bisa dijadikan sandaran, karena suami yang seharusnya menjadi sandaran dalam kondisi lemah.

Secara finansial dan praktis, istri juga merasakan dampaknya. Jika suami kurang inisiatif dalam mencari nafkah atau mengelola keuangan, beban jatuh ke pundak istri. Ia terpaksa bekerja menjadi tulang punggung keluarga. Berpikir keras memenuhi keuangan keluarga, menambah tekanan dan kelelahan fisiknya.
Kepemimpinan dan tanggung jawab suami yang kurang, menyebabkan ketidakpastian dan kurangnya arah dalam rumah tangga. Tanpa visi atau inisiatif yang jelas, keluarga jalan di tempat. Sulit berkembang. Tidak maju dan meningkat, baik dalam hal ketakwaan, pendidikan maupun kesejahteraan.

Suami dan istri juga rawan konflik yang tidak terselesaikan, karena tidak ada yang mengambil peran untuk memimpin penyelesaiannya. Istri berharap suami tegas, ternyata malah menghindar. Berharap suami rajin, malah malas. Istri pada akhirnya menyadari bahwa suaminya sosok yang tidak bisa diandalkan, Inilah bibit munculnya rasa kecewa.

Kualitas relasi suami istri akan memburuk. Tak ada lagi keintiman, karena istri sudah hilang rasa. Bagaimana bisa melayani suami, kalau badan sudah letih mencari uang. Bukan kemauannya, tapi keadaan yang memaksa. Dalam jangka panjang, inilah yang memicu keretakan hubungan. Dimulai dari hilangnya rasa hormat dan kecintaan istri pada suami karena hilangnya harapan.

Singkatnya, suami yang lemah mental dan kepemimpinan dapat menempatkan istri dalam posisi yang sangat sulit. Ia bukan hanya kehilangan pasangan yang bisa diandalkan, tetapi juga terbebani dengan tanggung jawab yang seharusnya dibagi. Ia mengorbankan kesejahteraan emosional dan mentalnya demi menjaga keutuhan keluarga. Sungguh dilema. Berharap suami kuat dan hebat, dianggap kurang bersyukur. Membiarkan suami lemah, istri yang hancur.

Pria Berdaya dalam Islam

Laki-laki punya potensi luar biasa yang bisa dimanfaatkan untuk mencapai kehidupan terbaiknya. Potensi yang terpendam dalam dirinya untuk menjadi pemimpin diri, keluarga dan umat. Islam mengarahkan dan memberdayakan potensi ini, hingga melahirkan laki-laki yang bertanggungjawab dan siap menjadi pemimpin.
Inilah pentingnya bangunan peradaban Islam, guna menciptakan wadah yang kondusif bagi lahirnya para pria sejati. Berbeda dengan peradaban sekuler kapitalis hari ini, yang malah menyuburkan pria-pria lemah mental dan bahkan menyimpang jauh dari kodratnya.(*)

Continue Reading

Previous: Trafficking Anak: Negara Abai, Syariat Islam Solusinya
Next: Sekolah Rakyat, Disparitas Pendidikan Era Kini

Related Stories

Sekolah Rakyat, Disparitas Pendidikan Era Kini WhatsApp Image 2025-07-26 at 10.52.27

Sekolah Rakyat, Disparitas Pendidikan Era Kini

26/07/2025
Trafficking Anak: Negara Abai, Syariat Islam Solusinya WhatsApp Image 2025-07-26 at 21.19.49

Trafficking Anak: Negara Abai, Syariat Islam Solusinya

26/07/2025
AS dan Kisruh Sanksi terhadap Pelapor PBB untuk Palestina; Sebuah Paradoks Keadilan Global WhatsApp Image 2025-07-23 at 21.40.31

AS dan Kisruh Sanksi terhadap Pelapor PBB untuk Palestina; Sebuah Paradoks Keadilan Global

23/07/2025

Recent Posts

  • Sekolah Rakyat, Disparitas Pendidikan Era Kini
  • Mental Laki-laki Lemah, Perempuan Salah Arah
  • Ciri-ciri Suami Provider Mindset
  • Trafficking Anak: Negara Abai, Syariat Islam Solusinya
  • S-Line Trending, Akhlak Pending

Recent Comments

  1. Editor Muslimah Times on Utang Luar Negeri dan Kedaulatan Negara
  2. ranum on Diskriminasi Pendidikan, Sampai Kapan?
  3. Yanto on Utang Luar Negeri dan Kedaulatan Negara
  4. Winda on Potret Pendidikan di Era Milenial
  5. Nungki on Jual Beli Perawan, Bisnis yang Menjanjikan

Read This

Sekolah Rakyat, Disparitas Pendidikan Era Kini WhatsApp Image 2025-07-26 at 10.52.27

Sekolah Rakyat, Disparitas Pendidikan Era Kini

26/07/2025
Mental Laki-laki Lemah, Perempuan Salah Arah WhatsApp Image 2025-07-26 at 21.02.08

Mental Laki-laki Lemah, Perempuan Salah Arah

26/07/2025
Ciri-ciri Suami Provider Mindset WhatsApp Image 2025-07-26 at 21.09.06

Ciri-ciri Suami Provider Mindset

26/07/2025
Trafficking Anak: Negara Abai, Syariat Islam Solusinya WhatsApp Image 2025-07-26 at 21.19.49

Trafficking Anak: Negara Abai, Syariat Islam Solusinya

26/07/2025
Copyright © Muslimah Times. All rights reserved. | MoreNews by AF themes.