
Oleh. Nahra Arhan
Muslimahtimes.com–Menjelang Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke 80, jagat maya dan dunia nyata dihebohkan dengan munculnya fenomena unik namun sarat makna: pengibaran bendera Jolly Roger milik kelompok bajak laut Topi Jerami dari serial One Piece, berdampingan bahkan kadang menggantikan Merah Putih di sejumlah daerah. Bendera yang pada awalnya muncul sebagai bentuk solidaritas antar sopir truk atas pelarangan truk ODOL, kemudian berkembang menjadi simbol perlawanan dan kekecewaan terhadap sistem yang dianggap telah lama mengecewakan rakyat.
Simbol bajak laut yang identik dengan kebebasan, solidaritas, dan perjuangan melawan tirani ini menjadi bentuk kritik yang tersembunyi namun kuat terhadap sistem politik dan ekonomi yang berjalan. Generasi muda yang menyaksikan ketimpangan sosial, naiknya harga kebutuhan pokok, ketidakadilan hukum, dan dominasi elite oligarki, merasa lebih terwakili oleh nilai-nilai “nakama” ala Luffy dibandingkan oleh pidato-pidato resmi negara. Ini menunjukkan adanya disconnected trust antara rakyat dan penguasa—dan fenomena simbolik seperti ini adalah sinyal yang kuat dari kegelisahan sosial yang telah lama terpendam.
Reaksi pemerintah terhadap fenomena ini pun beragam. Ada yang langsung menganggapnya pelanggaran UU No. 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara. Beberapa pejabat menyebutnya sebagai bentuk tidak menghormati simbol negara. Namun, sebagian tokoh seperti Ketua MPR menilai ini hanya bentuk kreativitas dan ekspresi anak muda yang tidak sepatutnya dibalas dengan represif.
Namun lebih dari sekadar perdebatan soal hukum bendera, fenomena ini menyuarakan kegelisahan kolektif bahwa ada yang salah dalam sistem ini. Rakyat butuh keadilan, kemakmuran, kepemimpinan yang jujur, dan pemerintahan yang sungguh-sungguh berpihak kepada umat. Di sinilah peluang besar bagi para pengemban dakwah untuk mengambil peran strategis, mengarahkan energi protes ini menuju solusi yang hakiki dan sistemik.
Para pengemban dakwah harus memanfaatkan momen ini untuk menyadarkan umat bahwa sekadar mengganti simbol atau tokoh bukanlah jawaban. Yang harus diubah adalah sistem itu sendiri dari sistem sekuler demokrasi yang memberi ruang bagi oligarki dan kapitalisme global, menjadi sistem Islam kaffah yang datang dari wahyu Ilahi, bukan hasil kompromi manusia. Sistem Khilafah bukan sekadar alternatif; ia adalah sistem pemerintahan Islam yang terbukti adil, berpihak kepada rakyat, serta menjalankan amanah dengan penuh tanggung jawab berdasarkan syariat.
Khilafah akan memastikan kebutuhan dasar rakyat terpenuhi, pendidikan dan kesehatan digratiskan, serta kekayaan alam dikelola untuk kesejahteraan umat, bukan korporasi asing. Dalam Khilafah, pemimpin tidak mencari keuntungan pribadi, melainkan takut kepada hisab Allah Swt. Bendera Luffy boleh jadi mencerminkan harapan akan perubahan dan perlawanan terhadap kezaliman, namun sistem Islam lah yang benar-benar akan menunaikan harapan itu dengan realisasi nyata.
Momen ini bukan sekadar tren. Ini adalah panggilan hati generasi muda yang haus akan keadilan, kejujuran, dan kepemimpinan yang berpihak. Maka, para pengemban dakwah jangan hanya menjadi penonton. Ini saatnya menyuarakan bahwa sistem Islam, melalui institusi Khilafah, adalah jawaban atas semua kekecewaan dan kezaliman yang selama ini mereka rasakan.