
Oleh. Ariani
Muslimahtimes.com–Di balik kemeriahan dan semangat kebangsaan yang sedang dibangkitkan menjelang perayaan HUT NKRI ke 80 tahun, terdapat potret nyata yang memprihatinkan dari kehidupan rakyat Indonesia saat ini. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia pada 2024 mencapai sekitar 9,2% dari total penduduk, yang berarti lebih dari 24 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan. Selain kemiskinan, pengangguran nasional juga menjadi tantangan besar. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan, angka pengangguran terbuka pada kuartal pertama tahun 2025 mencapai 6,7%, atau sekitar 8,4 juta orang dari angkatan kerja yang aktif (dimensinews.co.id, 10-08-2025)
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) mencatatkan penurunan simpanan nasabah perorangan di perbankan pada triwulan I-2025. Simpanan individu turun 1,09% secara tahunan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa banyak masyarakat mulai menarik tabungan mereka untuk membiayai kebutuhan sehari-hari. (cnbcindonesia.com, 8-8-2025). Hal itu juga dampak dari banyaknya PHK sehingga masyarakat akhirnya menarik simpanan mereka untuk biaya hidup sehari-hari. Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat 939.038 pekerja yang terkena PHK di 14 sektor usaha berdasarkan klasifikasi KBLI.
Kerjasama Ekonomi Jebakan Penjajah
Gelombang PHK masih akan terus mengancam apabila barang-barang impor murah terus membanjiri pasar domestik. Petaka ini dimulai sejak Indonesia terlibat di perdagangan bebas pada tahun 1992 dalam ASEAN Free Trade Area (AFTA ) yang merupakan perjanjian perdagangan bebas antara negara-negara ASEAN. Tujuan AFTA adalah menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produknya memiliki daya saing yang kuat di pasar internasional (kompas.com,09/04/2023). Namun ini malah menyebabkan serbuan produk asing yang mematikan produk lokal. Jelas saja, karena modal produksi negara-negara besar lebih kuat daripada pelaku industri lokal ditambah lagi dengan perjanjian 0 % tarif bea cukai impor malah semakin melumpuhkan produksi local, akibatnya angka pengangguran semakin meroket hingga hari ini menjelang perayaan 80 tahun kemerdekaan RI.
Tidak puas babak belur di AFTA, Pada tahun 2001 Indonesia malah bergabung di CAFTA (China-Asean Free Trade Area), sebuah kerjasama perdagangan, ekonomi, serta investasi antar negara ASEAN dengan RRC. Dalam kerjasama ini, meskipun kucuran investasi RRC tinggi namun ternyata angka pengangguran masih juga tinggi karena RRC mensyaratkan skema Turnkey Project Management, sebuah model investasi yang mensyaratkat sistem satu paket, mulai dari management,mesin,tenaga ahli, bahkan metode dan jutaan tenaga (kuli) didropping dari RRC (nusantarakini.com, 13/03/2018) Sesungguhnya, perdagangan bebas adalah skema penjajahan gaya baru yaitu penjajahan ekonomi.
Penjajahan ekonomi umat Islam, khususnya di Indonesia, terjadi ketika sistem ekonomi kolonial Eropa ditancapkan di bumi Nusantara. Penjajah mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia, serta memperkenalkan sistem ekonomi yang berlandaskan kapitalisme dan riba, yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Hal ini memicu perlawanan dari umat Islam, seperti yang terlihat dalam gerakan Sarekat Dagang Islam (SDI) yang menentang praktik ekonomi kolonial yang merugikan. Sistim ekonomi kapitalisme tidak pernah berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Islam Menjamin Kemerdekaan Hakii
Menjelang HUT 80 tahun NKRI masih banyak generasi muda menanyakan jalan menuju Indonesia emas dalam bonus demografi Indonesia. Kemiskinan, pengangguran, drama politik, kriminalitas, jebakan judi online dan narkoba membuat hidup seperti masih terjajah. Padahal Islam telah membawa solusi bagi seluruh kehidupan manusia. Membuang jauh sistem kapitalisme dan menerapkan syariah Islam secara kaffah. Sistem Negara Islam memiliki seorang khalifah yang berfungsi sebagai perisai umat. Khalifah bertanggung jawab untuk menjaga keamanan, kehormatan, dan kesejahteraan umat, serta melindungi mereka dari berbagai bentuk kezaliman dan serangan musuh.
Khalifah dalam sistem negara Islam hanya akan menerapkan sistem ekonomi Islam tanpa intervensi asing. Kerjasama dengan negara kafir telah diatur oleh syariat Islam. Bagi negara yang secara nyata memerangi dan memusuhi Islam dikategorikan sebagai (muhariban fi’lan) seperti Cina, Amerika dan Inggris, maka diharamkan untuk melakukan kerjasama dalam bentuk apapun. Sedangkan dengan negara-negara yang terikat perjanjian dengan Khilafah (negara kafir muahid), maka diperbolehkan untuk menjalin kerjasama dengan mereka, dengan syarat tidak menimbulkan kerugian dan mengancam kedaulatan. Pada dasarnya prinsip ekonomi Islam bertujuan untuk meminimalisasi adanya kesenjangan pada umat, pemerataan kesejahteraan pada umat, ketika rakyatnya kesulitan mendapatkan lapangan pekerjaan, maka negara harus segera mengupayakannya