
Oleh. Novriyani, M.Pd
Muslimahtines.com–Sungguh memprihatinkan melihat tingginya angka kriminalitas yang melibatkan pelajar. Banyak anak di bawah umur menjadi korban kejahatan dan kekerasan seksual. Setiap hari, kita disuguhkan berita-berita baru tentang perilaku yang sulit diterima akal sehat. Seperti yang belum lama ini terjadi, seorang siswa kelas 4 sekolah dasar berinisial JN (9) di Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatra Selatan (Sumsel), saat ini tengah dalam pemeriksaan oleh pihak Balai Pemasyarakatan (Bapas) setelah diduga menikam leher seorang siswa kelas 2 MTs berinisial RI (13) hingga meninggal dunia. Berdasarkan informasi yang diperoleh, tindakan tersebut dipicu rasa emosi akibat perlakuan bullying yang kerap diterima pelaku dari korban. Peristiwa penusukan terjadi di tepi jalan dekat kediaman pelaku, yang berada di Dusun II, Desa Pauh I, Kecamatan Rawas Ilir, Muratara (detik.com, 11/8/2025)
Kasus lain di Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara (Sumut), Siswa SMP, berinisial F (14 tahun) ditemukan tewas dengan kondisi kepala tertutup plastik di dalam kamar rumahnya. Menurut Kepala Seksi Humas Polres Simalungun AKP Verry Purba, F masih kelas IX SMP. Ia tinggal bersama ibu dan kakaknya. Ibu korban sedang tak di rumah karena mengunjungi saudara mereka di Berastagi. Verry mengatakan dari hasil pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP), korban dalam posisi telentang di tempat tidur dengan kedua kaki menggantung ke lantai, mengenakan kaos lengan panjang warna putih dengan lengan biru bertuliskan “Berastagi” (CNN Indonesia, 8/8/2025)
Meningkatnya jumlah kasus keterlibatan anak dalam tindakan kriminal seharusnya menjadi alarm bagi orang tua, masyarakat, dan negara. Fenomena ini tidak bisa dianggap remeh, karena pelaku kejahatan kini semakin muda usianya. Mengapa hal ini bisa terjadi? Mungkinkah generasi emas akan terwujud dengan banyaknya tindak kriminalitas yang didominasi oleh remaja?
Anak merupakan karunia berharga dalam sebuah keluarga, kehadirannya membawa tanggung jawab besar bagi orang tua. Tanggung jawab ini tidak hanya sebatas memenuhi kebutuhan fisik seperti pakaian, makanan, dan tempat tinggal, tetapi juga mencakup pemenuhan kebutuhan naluri dan akal. Dalam hal ini, peran seorang ibu menjadi hal utama dan paling penting dalam membentuk karakter dan pendidikan bagi anaknya. Namun, peran orang tua terkikis dalam sistem hari ini yang menyibukkan mereka untuk bekerja, baik karena keterpaksaan dalam kemiskinan atau terseret arus kesetaraan gender. Akibatnya, pendidikan dan pemenuhan naluri anak di rumah terabaikan.
Terlebih di sekolah, anak hanya disuguhi pembelajaran untuk mengejar prestasi dan kompetensi akademik. Namun minim akhlak dan ketakwaan. Demikian halnya dengan media, konten kriminal yang dikemas dalam game online dapat diakses dengan mudah. Akibat banyak mengakses, hal itu tidak lagi dipandang sebagai kejahatan, melainkan dianggap wajar dan akhirnya ditiru dalam kehidupan. Di sisi lain, sanksi pelanggaran aturan yang dilakukan oleh anak tidak memberikan efek jera. Sanksi yang diberikan oleh anak di bawah umur hanya sebatas pembinaan atau dikembalikan ke orang tuanya.
Dengan demikian, anak menjadi pelaku kriminal disebabkan beberapa faktor. Namun, akar permasalahan tersebut karena sistem sekularisme kapitalisme yang telah menjauhkan agama dari kehidupan, baik dalam pendidikan, sosial, ekonomi, dan budaya semua terpisah dari aturan agama. Maka keluarga, masyarakat, bahkan negara bertanggung jawab atas kondisi remaja saat ini.
Anak bukan sekadar aset bangsa, melainkan sebagai penentu arah masa depan generasi di era ini. Apabila moral generasi hari ini rusak, maka keberlangsungan masa depan negara berada dalam kondisi yang mengkhawatirkan.
Islam sangat memperhatikan kondisi generasi. Islam menjamin kebutuhan sandang pangan, keamanan, menjaga kesehatan generasi, serta menghindarkan dari kekerasan. Dalam Islam terdapat tiga pihak yang menjaga kondisi generasi. Pertama, keluarga sebagai guru atau madrasah pertama dan utama yang menjaga, mendidik, dan mengasuh mereka dengan pondasi keimanan dan ketakwaan.
Kedua, lingkungan. Dalam hal ini lingkungan dan masyarakat berperan dalam menjaga tumbuh kembang anak dan pengontrol perilaku anak dari kejahatan dan kemaksiatan. Dalam sistem Islam, anak justru akan disibukkan untuk melakukan amal ma’ruf nahi munkar.
Ketiga, negara. Negara adalah rain (pengurus). Negara wajib memberikan pemenuhan kepada anak berupa sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, dan keamanan. Dengan memberikan pendidikan yang Islam akan mampu mewujudkan generasi yang berkepribadian Islam dan berakhlak mulia.
Dengan menjalankan perannya secara maksimal dan diimbangi dengan negara yang menerapkan Islam secara kaffah, maka hak anak akan terpenuhi dengan baik. Dengan demikian, lahirlah generasi emas yang memiliki pemahaman agama dan kepribadian Islam.
Wallahu’alam