
Oleh. Rahma Al-Tafunnisa
Muslimahtimes.com–Indonesia adalah negara dengan muslim terbanyak. Jumlahnya mencapai sekitar 244,7 juta jiwa dari total populasi 281,3 juta. Namun, ternyata jumlah populasi tersebut tidak mencerminkan kondisi saat ini, yang mana krisis moral terjadi dimana-mana. Hal ini ditandai dengan berbagai perilaku negatif seperti tawuran, perundungan, penyalahgunaan narkoba, dan tindakan kriminal lainnya. Krisis moral ini menjadi perhatian serius karena dapat mengancam masa depan bangsa.
Kehidupan generasi dalam sistem Kapitalisme saat ini diliputi dengan berbagai kemaksiatan, seperti narkoba, tawuran, dan pembegalan. Selain itu, generasi juga lemah dalam mengendalikan dirinya dalam menghadapi persoalan termasuk kecemasan dan ketakutan.
Belum lagi perzinaan sangat marak terjadi dan dinormalisasi. Data BKKBN tahun 2024: 59% remaja perempuan dan 47% remaja laki-laki telah melakukan hubungan seksual di usia 15-19 tahun. Fenomena ini berdampak langsung terhadap kesehatan dan struktur sosial. Kehamilan remaja, aborsi ilegal (sekitar 750 ribu hingga 1,5 juta kasus pertahun), serta penyebaran penyakit menular seksual (PMS) seperti HIV/AIDS yang kini menyerang anak usia 15-18 tahun.
Wajar saja perzinaan dan penyakit menular banyak menjangkiti genegrasi muda, bagaimana tidak? Negara menganggap seks bebas adalah bagian dari «hak privat» individu, selama dilakukan atas dasar suka sama suka. KUHP hanya berlaku jika ada aduan resmi. Oleh karena ini, negara tidak punya dasar untuk memberikan sanksi tegs kepada pelaku zina. Dengan kata lain, negara melegalkan zina selagi tidak ada yang dirugikan. Aneh bukan?
Begitu juga dengan LGBT, mereka marah ketika dikatakan sebagai orang yang berpenyakit. Mereka menuntut hak mereka layaknya manusia pada umumnya, dan mereka berusaha keras untuk menyuarakan ide-ide mereka supaya bisa diterima di tengah-tengah masyarakat. Lantas negara? Negara tentunya melindungi pelaku LGBT atas dasar HAM dan kebebasan.
Jika kita melihat keruskan yang terjadi maka bis akita kerucutkan penyebab krisis moral terjadi karena beberapa faktor. Pertama, pengaruh globalisasi. Globalisasi membawa masuk budaya asing yang belum tentu sesuai dengan nilai-nilai agama, serta gaya hidup yang konsumtif dan hedonis. Kedua, pengaruh media sosial. Konten negatif di media sosial, seperti pornografi, kekerasan, dan ujaran kebencian, dapat memengaruhi perilaku dan cara berpikir mereka. Ketiga, kurangnya peran orang tua. Kurangnya perhatian, kasih sayang, dan bimbingan dari orang tua dapat menyebabkan remaja mencari perhatian dan figur lain di luar rumah, yang belum tentu positif.
Keempat, pendidikan karakter yang kurang efektif. Pendidikan karakter di sekolah belum sepenuhnya mampu membentuk moralitas yang kuat pada diri siswa. Kelima, lingkungan yang tidak mendukung. Lingkungan pertemanan, lingkungan tempat tinggal, dan lingkungan sekolah yang tidak kondusif dapat memperburuk masalah moralitas. Keenam, kurangnya penanaman nilai agama. Lemahnya pemahaman dan penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari juga menjadi faktor paling besar terhadap krisis moral generasi muda saat ini. Ketujuh, ketidaktegasan negara dalam memberikan sanksi dan kurangnya pendidikan yang baik bagi mereka, sehingga mereka lebih tertarik mencontoh perilaku yang tidak baik dari pada perilaku baik. Negara yang bertugas memberikan mereka pendidikan namun nyatanya selama ini tidak hadir.
Sistem pendidikan sekuler-kapitalis tentu gagal membentuk generasi berkepribadian Islam. Output pendidikan sekuler adalah generasi yang tidak tahu jati dirinya sebagai muslim, sehingga tidak paham bagaimana harusnya berpikir dan bertindak yang benar sesuai misi penciptaan. Tidak adanya lingkungan sosial yang suportif membentuk kepribadian generasi. Media hari ini pun bebas kontrol dan membuat berbagai pemikiran yang merusak generasi.
Berbagai persoalan generasi membutuhkan sistem yang mampu memberikan solusi komprehensif, yakni penerapan sistem Islam di bawah institusi negara Khilafah. Islam akan menjadikan negara sebagai penanggung jawab segala urusan umat, termasuk membentuk kepribadian mulia generasi. Islam memandang seksualitas sebagai amanah, bukan justru dikonsumsi secara bebas. Tidak seperti liberalisme justru melanggengkan perzinaan sebagai pilihan hidup. Kapitalisme tidak hanya menjerumuskan masyarakat dalam krisis ekonomi dengan ketimpangan sosial seperti saat ini, namun kapitelisme juga telah berhasil menjerusmuskan masyarakat terkhusus generasi muda ke dalam lubang kemaksiatan yang sangat besar.
Berbeda dengan sistem pendidikan Islam tidak hanya berfokus pada edukasi semata, tapi juga membentuk kepribadian Islam pada generasi. Dari sini, masyarakat pun akan memahami Islam dan mensuasanakan generasi dalam ketaatan.
Wallahua’lam biishawab