Skip to content
Muslimah Times

Muslimah Times

dari dan untuk muslimah masa kini

Primary Menu
  • HOME
  • NEWS
  • AKTUAL
  • CHICKEN SOUP
  • HIKMAH
  • KAJIAN
  • PARENTING
  • RESENSI
  • RUMAH TANGGA
  • SASTRA
  • TEENS
  • Kontak Kami
    • SUSUNAN REDAKSI
    • Login
  • Home
  • 2025
  • September
  • 5
  • Menyoal Tunjangan Fantastis DPR

Menyoal Tunjangan Fantastis DPR

Editor Muslimah Times 05/09/2025
WhatsApp Image 2025-09-05 at 17.38.07
Spread the love

Oleh. Punky Purboyowati, S.S

Muslimahtimes.com–Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendapatkan tunjangan fantastis salah satunya rumah senilai Rp50 juta per bulan sehingga total gaji dan tunjangan mereka lebih dari Rp100 juta per bulan. Di tengah berbagai gejolak ekonomi yang dihadapi saat ini, besaran pendapatan tersebut dinilai menyakiti perasaan rakyat. (beritasatu.com, 20-08-2025).

Namun Wakil Ketua DPR Adies Kadir menegaskan gaji pokok anggota parlemen periode 2024-2029 tidak naik. Adapun yang mengalami kenaikan adalah komponen tunjangan. Menurutnya selain menerima tunjangan perumahan senilai lebih kurang Rp50 juta per bulan, mereka juga menerima tunjangan bensin dan beras. Tunjangan beras senilai Rp12 juta. Angka itu mengalami kenaikan dari Rp10 juta. Lalu, tunjangan bensin juga naik dari Rp4-5 juta sebulan menjadi Rp7 juta. (tempo.co, 19-08-2025).

Kinerja Tak Memuaskan, Sakiti Hati Rakyat

Tunjangan DPR yang fantastis tersebut terang mengundang polemik di masyarakat oleh sebab tak melihat ekonomi rakyat yang kian sulit. Bahkan tunjangan tak sepadan dengan kinerja DPR yang tak memuaskan. peneliti Forum Masyarakat peduli parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyampaikan tunjangan ini sesungguhnya ‘bahasa politik yaitu subsidi’, artinya disubsidi negara dalam jumlah cukup besar dan banyak varian. Namun berbading terbalik dengan kinerja mereka.

Kenyataan, sejumlah RUU menuai kontroversi sebab tak melibatkan partisipasi publik. Seperti UU pilkada di Komisi II yang memantik unjuk rasa besar di beberapa daerah sebab minim partisipasi publik hingga batal disahkan. (bbc.com, 19-08-2025). Selain itu UU Minerba, UU Cipta Kerja, dan lain – lain yang lebih memihak pada pengusaha dan oligarki. Rakyat hanya dijadikan sapi perah. Pajak naik 80 persen meliputi hampir pada semua barang bahkan fasilitas. Sementara PBB (Pajak Bumi dan Bangunan) di beberapa daerah naik hingga 1000 persen.

Namun seolah para pejabat tak peduli dengan nasib rakyat. Seolah tunjangan merupakan ‘politik balas budi’ yang harus ditunaikan. Padahal mereka digaji oleh rakyat harusnya diperuntukkan bagi rakyat bukan memakan harta rakyat. Maka terkait tunjangan fantastis DPR dinilai tak masuk akal. Seperti tunjangan rumah oleh sebab jauh menuju gedung DPR hingga mengalami macet dan lain – lain.

Hal ini menunjukkan bahwa masalah besaran tunjangan menjadi beban mental tersendiri seolah tak mampu menjalani amanah jika tunjangan tidak memadai. Padahal kinerja belum mampu memuaskan hati rakyat namun sudah dahulu mempersoalkan masalah teknis. Seolah tak melihat kondisi ekonomi rakyat yang sesungguhnya. Bukankah ini menambah sakit hati rakyat ? Bukankah mencerminkan buruknya kinerja dan krisis empati bahkan menunjukkan tingkat kepercayaan terhadap wakil rakyat ?

Begitulah gambaran kesenjangan dalam sistem Demokrasi Kapitalisme saat ini. Sebab materi adalah tujuan segalanya. Demokrasi membuat aturan yang berasal dari manusia pasti akan menimbulkan kedzaliman, keresahan dan ketidakadilan. Demokrasi berasaskan Sekulerisme menghalalkan segala cara demi meraih tujuan. Kenyataan mereka mencalonkan atau dicalonkan pasti mengeluarkan biaya tak sedikit maka otomatis harus balik modal.

Dalam setiap kebijakan, merekalah yang menentukan besaran anggaran yang tidak lain untuk kepentingan mereka sendiri. Tak jarang mereka menjabat hanya untuk memperkaya diri, nirempati, dan abai dengan amanah sebagai wakil rakyat. Berfoya – foya diatas penderitaan rakyat. Jelas Demokrasi menimbulkan kesenjangan. Lantas apakah masih ingin mempertahankan wakil rakyat yang seperti ini ?

Wakil Rakyat dalam Pandangan Islam

Dalam sistem Islam, posisi wakil rakyat dinamakan Majelis Umat (MU). Pembentukan MU didasarkan pada asas akidah Islam. Syariat Islam merupakan pedoman dan cara pandang dalam mengambil setiap keputusan bukan didasarkan pada hawa nafsu dan akal manusia seperti dalam sistem Demokrasi hari ini yaitu berhak membuat hukum dan Undang-Undang legislasi sesuai dengan kepentingan manusia tanpa memandang halal haram, dzalim adil dan baik buruk.

Anggota MU terdiri dari muslim dan nonmuslim. Mereka dipilih umat menjadi wakil umat untuk mengoreksi penguasa, tempat meminta nasihat, memberikan arahan atau masukan pada penguasa dari setiap kebijakan demi kemaslahatan umat. Setiap orang berhak menjadi anggota MU selama ia berakal, balig, dan merdeka.

Keberadaan Majelis Umat pernah ada pada masa Rasulullah saw. bahwa beliau telah meminta kaum muslim untuk memilih 14 orang pemimpin dari kalangan anshar dan muhajirin sebagai tempat meminta masukan dalam setiap persoalan. Hal ini sangat penting yang parameternya adalah amar makruf nahy munkar. Makruf yang sesuai dengan hukum syara’ dan munkar yang menyimpang dari hukum syara’. Tidak seperti dalam sistem Demokrasi, parameter masukan dan nasehat tidak terukur dengan jelas bahkan menimbulkan kontroversi. Ukurannya adalah manfaat dan keuntungan. Sebaliknya jika bukan itu maka tidak akan diambil.

MU merupakan representasi dari umat yang artinya mereka dipilih umat. Jabatan sebagai anggota Majelis Umat merupakan amanah. Maka setiap nasehat, arahan dan masukan, akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Karena memegang jabatan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau memperkaya diri. Sebaliknya keimanan menjadi penjaga agar terikat pada syariat. Perihal berpihak pada rakyat ataupun tidak, bukan ditentukan oleh wakil rakyat namun pada aturan dan hukum syariat.

Tidak seperti Demokrasi, wakil rakyat dianggap yang membuat hukum dan undang-undang akan menguntungkan rakyatnya, namun sayangnya hal itu justru tak menguntungkan rakyat sebab undang-undang bisa dibuat dan diubah serta ditransaksikan sesuai kebutuhan dan kepentingan pada pihak yang berkuasa dan memiliki modal. Alhasil rakyat kecil merasa dirugikan sebab tak memiliki kontribusi. Wajar jika terjadi kesewenang-wenangan sehingga tak peduli nasib rakyat.

Wewenang anggota MU dalam Islam sebagai berikut :

  1. Memberikan pendapat dalam hal seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Pun usulan tentang pendirian sekolah, membangun jalan, mendirikan rumah sakit, yang mana usulan tersebut bersifat mengikat.
  2. Mengoreksi penguasa (Khalifah) tentang hal yang dianggap keliru. Bila terjadi perbedaan pendapat dengan Khalifah maka hal itu diserahkan pada Mahkamah Madzalim, menimbang dengan ijtihadnya.
  3. Menampakkan ketidaksukaan terhadap penguasa dalam hal ini wali, mu’awin, dan khalifah. Maka akan diputuskan untuk memberhentikannya tanpa pertimbangan ijtihad lagi.
  4. Memberi pandangan terkait undang-undang yang akan ditetapkan dan membatasi kandidat Khalifah.
    Semua ini terdapat dalil dalam Firman Allah SWT, TQS. AS Syura : 38, “Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka”.

Lebih dari itu, bahwa setiap anggota Majelis Umat wajib memiliki kepribadian Islam yang mumpuni. Memiliki semangat fastabiqul khairat dalam menjalankan amanah sebagai wakil umat. Salah satunya memiliki sifat wara’ (kesederhanaan). Anggota MU dalam Islam tidak diberi tunjangan apapun baik berupa gaji ataupun fasilitas. Mereka dipilih umat semata sebagai wadah menyalurkan aspirasi umat dan beramar makruf nahy munkar pada penguasa.

Pun Majelis Umat menjabat semata ikhlas mengharap ridha Allah Ta’ala. Kompensasinya, pahala dari Allah dan pertanggungjawabannya sangat berat. Karena itu mereka tak terbesit sedikitpun untuk memikirkan hidup mewah dan nyaman sekalipun fasilitas diberikan. Karena sejatinya Allah hanya melihat keimanan dan ketaqwaan yang melekat pada diri seorang muslim bukan pada besarnya tunjangan, kekayaan atau hidup dalam kemewahan. Sebaliknya hal itu justru menjadi ujian atau musibah bagi pejabat.
Wallahu a’lam bisshowab

Continue Reading

Previous: Sisi Lain Tarif Dagang Amerika-Indonesia
Next: Krisis Moral Generasi Muda di Tengah Sistem Kapitalis Sekuler

Related Stories

Krisis Moral Generasi Muda di Tengah Sistem Kapitalis Sekuler WhatsApp Image 2025-09-05 at 17.54.28

Krisis Moral Generasi Muda di Tengah Sistem Kapitalis Sekuler

05/09/2025
Sisi Lain Tarif Dagang Amerika-Indonesia WhatsApp Image 2025-08-27 at 10.04.19

Sisi Lain Tarif Dagang Amerika-Indonesia

27/08/2025
Kemerdekaan Tanpa Kesejahteraan: Potret Buram Pendidikan dan Kesehatan Indonesia WhatsApp Image 2025-08-26 at 09.57.09

Kemerdekaan Tanpa Kesejahteraan: Potret Buram Pendidikan dan Kesehatan Indonesia

26/08/2025

Recent Posts

  • Krisis Moral Generasi Muda di Tengah Sistem Kapitalis Sekuler
  • Menyoal Tunjangan Fantastis DPR
  • Efisiensi Anggaran vs Kenaikan Tunjangan DPR
  • Jangan Jadi Pejabat dan Anggota Dewan,  Jika Tidak Paham Syariat
  • Duka Raya, Cermin Kesehatan Indonesia

Recent Comments

  1. Editor Muslimah Times on Utang Luar Negeri dan Kedaulatan Negara
  2. ranum on Diskriminasi Pendidikan, Sampai Kapan?
  3. Yanto on Utang Luar Negeri dan Kedaulatan Negara
  4. Winda on Potret Pendidikan di Era Milenial
  5. Nungki on Jual Beli Perawan, Bisnis yang Menjanjikan

Read This

Krisis Moral Generasi Muda di Tengah Sistem Kapitalis Sekuler WhatsApp Image 2025-09-05 at 17.54.28

Krisis Moral Generasi Muda di Tengah Sistem Kapitalis Sekuler

05/09/2025
Menyoal Tunjangan Fantastis DPR WhatsApp Image 2025-09-05 at 17.38.07

Menyoal Tunjangan Fantastis DPR

05/09/2025
Efisiensi Anggaran vs Kenaikan Tunjangan DPR WhatsApp Image 2025-09-05 at 17.29.17

Efisiensi Anggaran vs Kenaikan Tunjangan DPR

05/09/2025
Jangan Jadi Pejabat dan Anggota Dewan,  Jika Tidak Paham Syariat WhatsApp Image 2025-09-01 at 19.01.24

Jangan Jadi Pejabat dan Anggota Dewan,  Jika Tidak Paham Syariat

01/09/2025
Copyright © Muslimah Times. All rights reserved. | MoreNews by AF themes.