
Oleh. Tari Ummu Hamzah
Muslimahtimes.com–Pekerjaan adalah cerminan jati diri dari seorang laki-laki. Karena pekerjaan menjadi ladang untuk menuangkan potensi yang ada dalam dirinya. Dengan potensi itulah dia bisa mendapat kompensasi atas kerja kerasnya. Itulah mengapa laki-laki diwajibkan bekerja guna menghidupkan peran dirinya dan memberi nafkah untuk keluarganya.
Tapi, apa jadinya jika lapangan pekerjaan itu sulit didapatkan dan yang bekerja harus di bawah ancaman pemutusan hubungan kerja. Mengerikan bukan? Rakyat yang seharusnya bisa menuangkan potensi dan kreasi yang dimilikinya harus dibatasi bahkan tidak mendapatkan pekerjaan. Jika krisis ketenagakerjaan ini makin meluas maka yang paling terdampak adalah anak muda.
Fakta ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini memang membenarkan ketakutan anak muda. Karena krisis Ketenagakerjaan yang terjadi dalam skala nasional, masih mengkhawatirkan. Dilansir dari kanal YouTube CNBC Indonesia, tingkat pengangguran pemuda usia 15-24 tahun masih sangat tinggi, mencapai 16,16%. Angka ini setara dengan 3,6 juta pemuda yang menganggur. Lulusan SMA atau sederajat mendominasi pengangguran muda dengan persentase 60,93%.
Tren kelangkaan lapangan kerja juga terjadi di negara-negara besar seperti Inggris yang angka pengangguran melonjak menjadi 14,1% pada periode April-Juni 2025 yang setara dengan 634.000 orang. Cina, pengangguran di kalangan anak muda usia 15-24 tahun terus meningkat sejak 2018, mencapai 15,23% pada 2024. Perancis, pengangguran di bawah 25 tahun yang melonjak 19.200 menjadi 493.300 orang. AS, Jumlah pengangguran jangka panjang (lebih dari 27 minggu) meningkat menjadi 1,8 juta orang.
Di Balik Krisis Ketenagakerjaan secara Global.
Dari data di atas menunjukkan bahwa, krisis globalisasi lapangan pekerjaan telah dialami oleh negara-negara Kapitalis. Mereka harus bisa menjawab tantangan ini untuk menyediakan lapangan kerja yang layak bagi generasi muda, dan ini masih menjadi isu struktural. Lalu apa saja sebab-sebab lapangan pekerjaan itu makin sulit?
Pertama, krisis ekonomi yang memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini terjadi karena ulah ekonomi kapitalis itu sendiri. Para oligarki dan segelintir konglomerat sengaja memonopoli perdagangan dan industri. sehingga penguasaan terhadap bahan baku dan rantai pemasok didominasi oleh segelintir orang. Akibatnya konsentrasi kekayaan berputar dikalangan konglomerat saja. Di sisi lain, usaha-usaha kecil yang tidak mampu bersaing secara modal harus tumbang satu persatu. Ini menyebabkan beberapa usaha harus gulung tikar.
Kedua, sektor pendidikan yang belum mengikuti arah perubahan pasar kerja, serta kurangnya beradaptasi dengan teknologi. Bahkan pemerataan pendidikan yang berkualitas pun belum sepenuhnya dijangkau ke pelosok negeri. Sehingga lulusan yang dihasilkan tidak memiliki skill yang dibutuhkan dengan dunia kerja saat ini.
Ketiga, soal teknologi yang digadang-gadang akan menggantikan tenaga manusia semakin mempersempit lapangan perkerjaan. Karena industri padat karya yang aktivitas produksinya melakukan repetisi, akan digantikan mesin. Dengan alasan, minim cost dan tidak perlu ada pengembangan SDA.
Keempat, ekspektasi yang kurang realistis. Banyak anak muda yang berekspektasi gaji yang tinggi tapi tidak sejalan dengan ketrampilan dan pengalaman yang dimiliki. Sehingga mereka cenderung pemilih bahkan menolak tawaran pekerjaan yang diluar ekspektasinya.
Kelima, sistem pekerjaan berbasis kontrak yang menawarkan jaminan pekerjaan yang rendah. Hal ini akan menyulitkan anak muda untuk mendapatkan pekerjaan dan pemasukan yang stabil. Sehingga ini akan mengakibatkan ketidakpastian hidup dan jaminan sosial bagi mereka.
Ke-enam, penguasa kurang membangkitkan jati diri masyarakat untuk mengelola alam disekitarnya. Contohnya Indonesia sebagai negara agraris dan maritim. Kurangnya dorongan serta fasilitas negara untuk menarik anak muda di sektor ini menyebabkan anak-anak muda tidak tertarik mengelola lahan dan hasil laut. Padahal negeri ini kaya dengan sumber daya alam. Tapi sayangnya pemerintah tidak memberikan kesempatan bagi rakyanya untuk mengelola alam di sekitarnya.
Dari sini terbukti bahwa sistem ini tidak memberikan fasilitas dan kesempatan bagi rakyat untuk mendapatkan pekerjaan dan hidup yang layak. Keberpihakan penguasa atas akses-akses pekerjaan hanya ditujukan pada pengusaha dan pihak asing. Ditambah lagi peran pemerintah yang tidak sepenuhnya hadir dalam membangun sumber daya manusia yang terampil dan dibutuhkan pasar kerja. Jadi mustahil bagi negara-negara penganut kapitalisme menyediakan lapangan pekerjaan.
Butuh Solusi Tuntas dan Jaminan Kesejahteraan.
Sejatinya penguasa itu adalah pengurus bagi rakyatnya. Amanah yang diberikan rakyat kepada pemimpin sudah sepatutnya digunakan untuk berpihak pada kebutuhan rakyat. Salah satunya dengan penyediaan lapangan pekerjaan bagi rakyat dengan menjamin kesejahteraan, kesehatan, dan keamanan para pegawai. Untuk itu butuh peran negara dalam pengadaan lapangan pekerjaan. Masyarakat tidak boleh dipersulit dan dibiarkan memikirkan nasibnya sendiri.
Jika kita bicara soal pemimpin sejati, sesungguhnya itu bisa terjadi dalam sistem Islam dimana pemimpin adalah raa’in yang akan dimintai pertanggungjawaban dalam mengurusi urusan masyarakat. Rasulullah saw. bersabda, “Imam/khalifah adalah raa’in (pengurus) dan dialah yang bertanggung jawab terhadap yang diurusnya (rakyat).”(HR Bukhari dan Muslim).
Dalam kitab Muqaddimah ad-Dustûr Pasal 153, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani rahimahullah menjelaskan di antara urusan penting yang termasuk bagian dari tugas ri’ayah (pengurusan) adalah menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga negara yang memiliki kemampuan, tetapi tidak mendapatkan pekerjaan.
Khalifah sebagai pemimpin institusi negara Islam memiliki peran besar sebagai pemimpin pelaksana hukum syariat Islam serta memberikan jaminan kesejahteraan rakyat, salah satunya dengan membuka lapangan pekerjaan sektor formal atau informal. Bisa dengan melakukan industrialisasi kepemilikan umum secara masif, seperti pertambangan, energi, industri alat berat, dll.
Pemberian modal usaha dan pelatihan keterampilan kerja. Pendidikan vokasi ini akan meminimalisasi kurangnya keterampilan masyarakat. Dengan adanya pelatihan, keterampilan masyarakat akan selaras dengan kebutuhan pasar kerja. Maka ekspektasi mendapatkan upah yang besar itu bisa dicapai asalkan punya keterampilan yang mumpuni. Serta penjelasan soal akad-akad kerja sesuai dengan Islam.
Khalifah bisa juga memberikan lahan dan mesin pertanian, untuk dikelola masyarakat agar bisa menghasilkan uang dari produk agraria. Jadi para pemuda desa tidak harus mencari pekerjaan keluar kota. Di sisi lain, ketakutan masyarakat akan tergantikan oleh mesin juga tidak akan terjadi. Karena tenaga manusialah yang diprioritaskan. Posisi mesin dalam. Industri apapun itu hanya sekadar alat bantu meringankan pekerjaan berat dan rumit.
Hal-hal itu wajib dilakukan oleh negara, sebab khalifah sadar betul bahwa setiap laki-laki itu punya kewajiban untuk menafkahi keluarganya. Dengan semua pengaturan kehidupan yang sesuai dengan aturan Allah, khalifah mampu mewujudkan jutaan lapangan pekerjaan dan jaminan kesejahteraan.