
Oleh. Ita Husnawati
Muslimahtimes.com–Salah satu permasalahan yang cukup akut di beberapa negara saat ini adalah korupsi, terutama di Indonesia yang notabene berpenduduk mayoritas muslim. Korupsi di Indonesia semakin merajalela di berbagai bidang, bahkan di bidang ibadah (haji). Korupsi terjadi dari tingkat pusat hingga tingkat daerah.
Fakta Korupsi
Korupsi di tingkat daerah terjadi di salah satu desa Kabupaten Bogor. Disebutkan bahwa korupsi ini bentuknya suap (uang pelicin) untuk memuluskan proyek jual beli tanah, nilainya mencapai 2,3 M. (https://news.detik.com, 27/08/2025). Tentu nilai ini tidaklah kecil untuk skala desa. Ini baru satu kasus dari sekian banyak kasus korupsi di Indonesia. Sungguh ini adalah fakta yang sangat tidak sinkron dengan ajaran agama yang dianut oleh pelaku korupsi tersebut. Bahkan semua agama tidak ada yang membenarkan perilaku korupsi.
Bentuk–bentuk Korupsi
Dilansir dari berbagai sumber, berntuk korupsi bisa bermacam-macam, dintaranya:
- Khianat
Korupsi biasanya dilakukan oleh pejabat, karena harta tersebut ada dalam penguasaannya. Perbuatan khianat bisa berupa penyelewengan aset/uang negara, dana milik umum atau pihak lain yang diamanahkan kepadanya.Perilaku khianat termasuk salah satu ciri nifak amali yang harus dijauhi. Rasulullah ﷺ bersabda: “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga: apabila berkata ia berdusta, apabila berjanji, ia ingkar, dan apabila dipercaya, ia khianat.” (HR. Bukhari dan Muslim).
- Suap/Risywah/Gratifikasi
Aksi suap bisa terjadi karena adanya kepentingan penyuap yang ingin dimudahkan urusannya. Orang yang menerima suap adalah pemilik kebijakan atau wewenang yang seharusnya melaksanakan tugasnya dengan baik dan adil. Adanya suap akan mempengaruhi kebijakan yang dikeluarkan, menyesuaikan kepentingan penyuap. Rasulullah ﷺ bersabda: “Orang yang menyuap dan disuap, sama-sama di neraka.” (HR. At Thabrani).
- Pemerasan
Pemerasan terjadi ketika pembuat kebijakan memaksa seseorang atau pihak lain yang sedang berurusan untuk membayar atau menyerahkan sejumlah uang/harta, di luar aturan yang resmi untuk kepentingan pribadi atau kelompoknya. Allah Swt. melarang mengambil harta sesama manusia secara bathil (Lihat Q.S. Al-Baqarah [2]: 88).
- Kecurangan
Kecurangan adalah tindakan yang merugikan orang lain atau kepentingan umum. Misalnya dalam takaran dan timbangan barang yang diperjualbelikan, menyembunyikan barang dagangan yang kurang berkualitas, sehingga yang terlihat di permukaan hanya yang berkualitas. Allah melaknat pernbuatan curang ((Lihat Q.S. Al-Muthaffifiin [83]: 1-9). Nabi Muhammad ﷺ juga tidak mengakui orang yang curang sebagai umat Beliau.
Solusi ala Sistem Kapitalisme
Upaya pemberantasan korupsi sebenarnya sudah dilakukan. Hadirnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dilatarbelakangi banyaknya kasus korupsi di Indonesia, namun hasil laporan evaluasi kinerja komisi pemberantasan korupsi periode 2019-2024, menunjukkan bahwa skor Indonesia pada Indek Persepsi Korupsi tahun 2023, peringkatnya mengalami penurunan dari 110 menjadi 115. Keberadaan KPK pun mulai dipertanyakan efektivitasnya. (antikorupsi.org, 06/09/2025)
Demikianlah hasil penerapan hukum yang tidak berlandaskan wahyu Allah Swt., solusi yang diberikan tidak berdampak untuk memberantas korupsi. Sanksinya pun terlalu ringan, sehingga tidak ada efek jera. Dengan pengalaman ini, harusnya menyadarkan kita bahwa manusia itu lemah dalam membuat hukum, dan itu memang bukan ranahnya.
Solusi Islam
Allah sebagai pencipta manusia, sudah pasti Maha Mengetahui apa yang baik untuk manusia dan apa yang tidak baik baginya. Produsen barang buatan manusia saja tahu kelebihan dan kekurangan produk yang dibuatnya, maka aturan produk itu biasanya datang dari produsen. Begitu juga manusia, yang berhak membuat aturan adalah produsen/pencipta manusia, siapa lagi kalau bukan Allah Swt.
Islam sebagai agama yang diturunkan Allah, memiliki aturan yang bisa menyelesaikan seluruh permasalahan manusia, termasuk masalah korupsi. Korupsi berawal dari ketiadaan sifat jujur dan amanah. Sifat amanah hanya akan dimiliki oleh orang yang beiman, karena iman adalah pondasi yang akan menghantarkan kepada ketakwaan.
Dalam sistem Islam, ketakwaan individu terkondisikan dengan penerapan Islam secara kaaffah, sehingga setiap individu terjaga perilakunya dari pelanggaran terhadap hukum Allah (maksiat). Pengangkatan pejabat dalam sistem islam melalui mekanisme dan persyaratan yang ketat, terutama kepribadian Islamnya, pejabat haruslah yang tinggi ketakwaannya. Kekayaannya akan didata sebelum menjabat dan sesudahnya. Umar bin Khattab sangat tegas terhadap putranya Abudullah bin Umar yang didapati untanya lebih gemuk dari yang lainnya, karena digembalakan di padang rumput milik umum. Umar r.a., khawatir itu terjadi karena unta milik Abdullah mendapat perlakuan khusus ketika digembalakan, mengingat Abdullah adalah putra pejabat (Amirul Mu’minin). Maka Umar r.a. memerintahkan unta itu dijual dan keuntungannya diserahkan ke Baitul Maal (kas negara).
Di samping itu, kontrol masyarakat dalam sistem Isam juga sangat baik, karena masyarakat Islam memiliki perasaan yang sama dalam memandang perbuatan maksiat, termasuk korupsi, yaitu rasa benci, maka ada muhasabah atau koreksi terhadap penguasa atau pejabat, juga saling menasihati antar individu.
Satu hal lagi yang bisa memberantas korupsi adalah sistem sanksinya (Uqubat). Korupsi adalah perbuatan khianat, tidak sama dengan pencurian, sehingga sanksinya pun berbeda. Sanksi korupsi sifatnya takzir, diserahkan kepada Khalifah berdasarkan hasil ijtihad. Sanksi yang diberikan sesuai dengan berat ringannya tingkat korupsi, mulai yang ringan hingga hukuman mati. Sistem sanksi dalam Islam memiliki 2 (dua) keunggulan, yaitu bisa membuat efek jera dan menghapus dosa pelakunya, sehingga terhindar dari sanksi akhirat (neraka). Dengan demikian, masyarakat bisa hidup tentram dan sejahtera. Untuk mewujudkan itu semua, dibutuhkan adanya isntitusi Khilafah yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Wallahu A’lam.[]