
Oleh. Apt. Desi Kurniasih, S.Farm
Muslimahtimes.com–Istilah job hugging muncul pertama kali di Amerika Serikat, kemudian banyak dibahas oleh beberapa media di Indonesia pada September 2025. Fenomena job hugging kian marak di kalangan anak muda di tengah ketidakpastian ekonomi dan terbatasnya lapangan kerja yang menjanjikan kesejahteraan.
Job hugging dimaknai sebagai kondisi ketika pekerja memilih bertahan lama di satu pekerjaan, meski sebenarnya memiliki keinginan untuk pindah ke tempat kerja lain. Fenomena ini didorong oleh rasa takut menghadapi persaingan, ketidakpastian penghasilan, hingga ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK).
Di Amerika Serikat, istilah job hugging ini ramai diperbincangkan setelah Departemen Tenaga Kerja AS merilis hasil Survei Lowongan Kerja dan Perputaran Tenaga Kerja pada Agustus 2025. Hasil survei ini adalah tingkat pekerja yang berhenti sukarela dari pekerjaannya hanya sekitar 2% saja sejak awal 2025. Angka ini merupakan tingkat orang mundur dari pekerjaannya paling rendah di luar pandemi Covid-19, bahkan sejak tahun 2016.
Matt Bohn, seorang konsultan di Korn Ferry menjelaskan, “Ada cukup banyak ketidakpastian di dunia yang dirasakan oleh pekerja AS. Saya pikir ketidakpastian itu menyebabkan pekerja secara alami memilih tetap berada dalam pola bertahan.”
Di Indonesia, Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) yang dirilis oleh Bank Indonesia pada Agustus 2025 menjelaskan adanya penurunan ke angka 105,1 dari 106,6 pada Juli. Ini merupakan angka terendah sejak April 2022 dan menjadi tanda melemahnya daya beli, peluang kerja, dan minat konsumsi di masyarakat.
Pemicu melemahnya IKE ini dipicu oleh turunnya Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja (IKLK) di mana pada Agustus 2025 IKLK tercatat 93,2 atau kembali masuk ke zona pesimistis (gajihub.com, 24-9-2025).
Dari laporan Challenger, Gray & Christmas, yakni sebuah perusahaan global di bidang outplacement dan pelatihan karier, menjelaskan bahwa hingga akhir Juli 2025, perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat telah mengumumkan lebih dari 800.000 PHK. Jumlah tersebut merupakan angka tertinggi sejak masa pandemi global yang terjadi pada tahun 2020. Di Indonesia, sejak Januari-Agustus 2025 ada total 44.333 pekerja yang mengalami PHK (gajihub.com, 24-9-2025).
Inflasi dan ketidakstabilan ekonomi negara membuat job hugging menjadi tren di kalangan Gen Z. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia yang disebabkan oleh kondisi pasar global yang penuh ketidakpastian.
Meski terlihat aman karena memiliki pekerjaan tetap, tetapi job hugging ternyata menyimpan berbagai dampak yang bisa memengaruhi produktivitas dan kesehatan mental antara lain stres berkepanjangan, kinerja memburuk, peluang karier hilang, menghambat inovasi perusahaan, dan tekanan psikologis pekerja (KompasTV, 28-9-2025).
Penyebab Fenomena Job Hugging
Penyebab fenomena job hugging tidak lepas dari sistem kapitalisme global yang gagal menjamin pekerjaan bagi rakyat. Swasta mengambil alih kewajiban negara untuk menyediakan lapangan kerja. Sumber daya alam (SDA) yang dikuasai swasta di Indonesia meliputi berbagai mineral seperti tembaga, nikel, emas, dan batubara melalui izin usaha pertambangan, serta kawasan hutan melalui Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) atau pelepasan kawasan hutan untuk berbagai industri dan kepentingan.
Meskipun SDA pada dasarnya adalah milik negara dan rakyat, undang-undang memperbolehkan pengelolaan oleh swasta melalui berbagai izin dan kerja sama. Penyebab lain yakni praktik ekonomi nonriil dan ribawi yang menjadi asas perekonomian sistem kapitalisme hari ini, meminimalkan perputaran ekonomi dan penyerapan tenaga kerja. Dalam peradaban kapitalisme, meskipun kurikulum perguruan tinggi disiapkan untuk adaptif dengan dunia kerja, tetapi prinsip liberalisasi perdangan (termasuk perdagangan jasa) menjadikan negara lepas tangan dalam memastikan warganya bisa bekerja, untuk memenuhi kebutuhan dasar/pokok mereka.
Solusi Job Hugging
Negara merupakan penanggung jawab utama dalam mengurus rakyat, termasuk menyediakan lapangan pekerjaan. Kebijakan Khilafah dalam menyediakan lapangan kerja adalah dengan mengelola sumber daya alam, industrialisasi, ihya’ul mawat (menghidupkan tanah mati/telantar) dengan diserahkan kepada orang yang mau mengelolanya dengan gratis, serta memberikan bantuan modal tanpa riba, sarana, dan keterampilan bagi warga yang membutuhkan.
Dalam Islam, pendidikan dan pekerjaan selalu dibingkai dengan ruh dan keimanan sehingga rakyat melakukannya dengan dorongan ibadah, terikat dengan standar halal dan haram, tidak hanya mengejar angka gaji semata. Negara juga akan melayani rakyat dengan sepenuh hati karena dorongan ibadah.