
Oleh. VieDihardjo
Muslimahtimes.com–Pidato Presiden Prabowo di mimbar Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dinantikan oleh masyarakat Indonesia, sebuah harapan bahwa Presiden Indonesia akan memiliki sikap tegas menolak genosida yang terjadi di Gaza, Palestina. Berikut cuplikan pidato yang disampaikan oleh Presiden Prabowo, “Saya juga terang-terangan mengatakan perdamaian hanya bisa datang kalau semua orang mengakui, menghormati, dan menjamin keamanannya Israel. Israel-pun harus dijamin keamanannya baru kita bisa dapat perdamaian,” (www.kompas.com 25/9/2025)
Pidato presiden menuai kritik, Pengamat Komunikasi Politik dan Sosiologi Media sekaligus dosen di Universitas Padang menyoroti ada dua wajah dalam pidato Presiden Prabowo di PBB, sebenarnya Indonesia akan menjadi pembela yang tegas bagi Palestina, atau mengambil posisi moderat dengan ikut kemauan Amerika untuk mengakomodir kepentingan Israel? Pidato Presiden seperti malu-malu, bahkan tak terucap sekalipun diksi genosida, Presiden mengganti dengan kata “tragedi tak tertahankan”, “ribuan nyawa tak berdosa terbunuh”, “kelaparan mengancam” dan “tragedi kemanusiaan terjadi di depan mata kita.” Disaat yang sama puluhan negara menunjuk Israel sebagai pelaku genosida.
Diplomasi Oksimoron dalam Politik Luar Negeri
Dalam menyikapi genosida di Gaza, diduga terdapat Diplomasi Oksimoron. Terpampang jelas dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Bahwa penjajahan itu harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan” dan “ikut serta memelihara perdamaian dunia dan ketertiban umum”. Ini adalah kaidah moral bagi Indonesia dalam bergaul di dunia internasional tetapi ada kalkulasi kepentingan nasional yang harus dipertimbangkan.
Terdapat kontradiksi yang cukup tajam antara apa yang diucapkan dengan realitas yang terjadi. Pelaku genosida di Gaza adalah Israel, sesuai dengan keputusan pengadilan internasional, maka seharusnya penyelamatan Gaza adalah dengan menghentikan genosida dan mengharuskan Israel sebagai agresor keluar dari Gaza dan memberikan sanksi hukum kepada Israel. Ketika Indonesia berdiri tegas pada posisi ini maka Indonesia akan berhadapan dengan Amerika Serikat sebagai pendukung dan pelindung Israel, sementara Indonesia memiliki sejumlah ketergantungan pada Amerika Serikat. Di bidang ekonomi, Amerika Serikat adalah satu dari 3 besar mitra dagang non Tiongkok dengan nilai perdagangan hingga US$ milliar pada 2024. Sejumlah perusahaan asal Amerika masih bercokol, diantaranya Freeport Mc Moran, Exxon Mobil, Chevron. Setiap perubahan kebijakan moneter Amerika, misalnya perubahan suku bunga The Fed, akan langsung berdampak pada stabilitas ekonomi Indonesia.
Di bidang pertahanan kemanan, Amerika adalah pemasok sejumlah alat canggih militer, seperti pesawat F-16, Super Hercules dan melakukan kerjasama intelejen dengan Amerika Serikat melalui program Garuda Shield. Dalam hal teknologi dan dunia digital, dominasi Google, Meta, Apple hingga Microsoft masih sangat kuat.
Dengan fakta tersebut, dalam berbagai isu, termasuk soal Gaza, Palestina dapat dibaca, salah satunya melalui pidato Presiden Prabowo di depan Majelis Umum PBB, Indonesia enggan berseberangan secara keras dengan Washington. Politik luar negeri bebas aktif nampak “gamang” dan memilih mengambil, menyetujui skenario Amerika agar berdiri Israel Raya dengan two state solution (solusi dua negara) untuk menghentikan genosida Israel atas Gaza, Palestina.
Solusi Dua Negara Haram dan Khianat!
Solusi dua negara adalah pengkhiatan bagi Palestina. Secara politis, solusi dua negara bukanlah kemauan rakyat Palestina. Solusi ini bertentangan dengan prinsip pergaulan dunia, yakni perdamaian dan justru menyetujui dan mengukuhkan terjadinya penjajahan Zionis Israel. Solusi ini sejatinya adalah skenario Amerika Serikat sebagai pendukung dan pelindung Israel agar terwujud Israel Raya sebagai “kaki tangannya” dalam mengontrol kawasan Timur Tengah dan Teluk.
Dalam pandangan nash-nash syara’, solusi dua negara melanggar perintah Allah, yaitu,
وَٱقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُم مِّنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ ۚ وَٱلْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ ٱلْقَتْلِ ۚ وَلَا تُقَٰتِلُوهُمْ عِندَ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ حَتَّىٰ يُقَٰتِلُوكُمْ فِيهِ ۖ فَإِن قَٰتَلُوكُمْ فَٱقْتُلُوهُمْ ۗ كَذَٰلِكَ جَزَآءُ ٱلْكَٰفِرِينَ
“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikanlah balasan bagi orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah: 191)
Ketika Gaza, Palestina sebagai wilayah kaum muslimin diganggu bahkan digenosida oleh Zionis Israel, perintah Allah adalah mengusir mereka dari tanah Gaza bukan justru membagi wilayah. Mereka diusir melalui jihad fii sabilillah, sebagaimana Allah berfirman,
فَمَنِ اعْتَدٰى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوْا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدٰى عَلَيْكُمْۖ
”Siapa saja yang menyerang kalian, maka seranglah dia seimbang dengan serangannya terhadap kalian” (QS. Al-Baqarah: 194)
Ibnu Qudamah al Maqdisi (wafat tahun 620 M) menegaskan, apabila negara-negara muslim dijajah maka penduduknya wajib memerangi mereka dan jika tidak mampu, maka kewajiban itu meluas pada kaum muslim disekitarnya. Kewajiban ini diingkari oleh para penguasa muslim disekitar Gaza, Palestina. Mereka justru mempercayai solusi-solusi yang ditawarkan oleh Barat melalui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), diantaranya solusi dua negara.
Tidak boleh bagi seorang muslim menerima solusi yang tidak datang dari Islam. Allah berfirman,
وَلَا تَرْكَنُوْٓا اِلَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُۙ
”Janganlah kalian condong kepada orang-orang yang zalim sehingga kalian nanti akan disentuh api neraka” (QS. Hûd ayat 113)
Pada genosida yang dialami Gaza, Palestina maka kewajiban penguasa muslim adalah mengirimkan bantuan untuk mengusir penjajah, yaitu, Israel. Ketika negeri-negeri muslim justru “tunduk”pada solusi Barat, maka dibutuhkan sebuah kepemimpinan global (Khilafah)yang akan melindungi darah dan wilayah kaum muslimin dan mengirimkan tentara dan senjata sebagai jihad fii sabilillah mengusir penjajah,Israel.
Imam al-Mawardi (wafat 450H) termasuk kewajiban kepemimpinan adalah menjaga benteng umat, membela kehormatan kaum muslimin, dan berjihad melawan musuh (Al Ahkam As-Sulthaniyah hal 27). Sehingga membebaskan Gaza, Palestinna hanya bisa dengan jihad fisabilillah yang digerakkan oleh Khilafah’ala minhajin nubuwwah.
Wallahu’alam bisshowab