Skip to content
Muslimah Times

Muslimah Times

dari dan untuk muslimah masa kini

Primary Menu
  • HOME
  • NEWS
  • AKTUAL
  • CHICKEN SOUP
  • HIKMAH
  • KAJIAN
  • PARENTING
  • RESENSI
  • RUMAH TANGGA
  • SASTRA
  • TEENS
  • Kontak Kami
    • SUSUNAN REDAKSI
    • Login
  • Home
  • 2025
  • October
  • 28
  • Urgensitas Khilafah, Kasus Kekerasan Tak Cukup dengan Undang-undang

Urgensitas Khilafah, Kasus Kekerasan Tak Cukup dengan Undang-undang

Editor Muslimah Times 28/10/2025
WhatsApp Image 2025-10-28 at 20.07.26
Spread the love

Oleh. Asha Tridayana

Muslimahtimes.com–Kembali terjadi dan masih terus berulang, kasus kekerasan yang menimpa masyarakat. Baik kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan pada anak dan remaja, kekerasan seksual, kekerasan fisik maupun psikologi dan yang sejenisnya. Beragamnya kasus kekerasan menjadikan masyarakat semakin dihantui kekhawatiran dan perasaan tidak aman. Tentu hal ini sangat memprihatinkan, apalagi tidak sedikit pelaku kekerasan adalah orang terdekat korban dan berlangsung berkepanjangan karena ancaman yang membuat korban tidak berani mengungkap kebenaran.

Seperti yang terjadi di Kabupaten Dairi, Provinsi Sumatera Utara, seorang ayah tega melakukan kekerasan seksual pada anaknya sendiri sejak tahun 2022 hingga 2025. Pelaku mengancam korban agar tidak melaporkan. Sampai suatu ketika korban kedapatan termenung dan sering menyendiri. Hal ini membuat warga menanyakan kondisinya dan terungkap semua peristiwa mengerikan tersebut. Kapolres Dairi AKBP Otniel pun menghimbau masyarakat untuk segera melapor pada pihak berwenang agar tidak terulang kasus serupa (medan.kompas.com 18/10/25).

Di Kelurahan Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara juga terjadi pencabulan dan pembunuhan oleh seorang remaja berusia 16 tahun terhadap anak perempuan yang masih berusia 11 tahun. Korban ditemukan tewas mengenaskan di rumah pelaku. Menurut Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Utara Kompol Onkoseno Grandiarso Sukahar, motif pelaku karena sakit hati ditagih utang oleh ibu korban. Kasus sejenis juga terjadi di SMP Grobogan, seorang pelajar tewas akibat pengeroyokan oleh teman sekolahnya. Sementara pihak sekolah tidak mengetahui apapun karena peristiwa terjadi saat jam istirahat (www.beritasatu.com 15/10/25).

KDRT pun turut menambah deretan kasus kekerasan. Di wilayah Kabupaten Malang, ditemukan jasad wanita yang hangus terbakar. Sebelumnya korban dilaporkan hilang selama beberapa hari. Setelah ditelusuri, pelaku merupakan suami siri korban. Menurut KBO Satreskrim Polres Malang, Ipda Dicka Ermantara, pelaku mengaku menganiaya korban sebelum akhirnya membakar untuk menghilangkan jejak. Tidak hanya itu, kasus kekerasan juga dialami seorang nenek yang dibacok oleh cucunya yang masih berusia 16 tahun di Pacitan, Jawa Timur. Lantaran sakit hati setelah disebut sebagai cucu pungut. Nenek tersebut dilarikan ke RSUD dr. Darsono Pacitan untuk mendapatkan perawatan intensif (www.beritasatu.com 16/10/25).

KDRT di Indonesia mencapai 10.240 kasus per 4 September 2025 dan setiap bulan lebih dari 1.000 kasus berdasarkan data dari Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas). Penyebabnya beragam dari kesulitan mengendalikan emosi, faktor ekonomi dan adanya gangguan kejiwaan. Sementara dampaknya tidak hanya luka fisik yang mengancam nyawa tetapi juga trauma psikologi dan depresi. Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) meminta pemerintah daerah untuk memaksimalkan sosialisasi dan edukasi masyarakat terkait pencegahan kekerasan agar tercipta lingkungan yang aman dan kondusif (goodstats.id 14/09/25).

Rentetan kasus kekerasan di masyarakat tidak terlepas dari kondisi keluarga baik pelaku maupun korban. Hal ini menunjukkan ketahanan keluarga semakin rapuh atau tidak berfungsi semestinya. Sama halnya saat terjadi keretakan rumah tangga. Dampaknya peran setiap anggota keluarga menjadi terlalaikan. Suami/ayah tidak lagi menjadi sosok yang bertanggung jawab dan istri/ibu juga kehilangan naluri keibuannya. Terlebih anak sering kali menjadi pelampiasan hingga kejiwaannya terganggu dan berimbas pada tingkah laku yang sulit terkontrol. Parahnya mereka turut menjadi pelaku kekerasan.

Ketidakharmonisan keluarga yang berujung pada tindak kekerasan berawal dari tersingkirnya nilai agama dari kehidupan (sekulerisme) di tengah masyarakat. Akibatnya keluarga tidak lagi memiliki landasan ketakwaan yang seharusnya menjadi standar dalam bertindak dan tanggung jawab moral yang semestinya melekat pada masing-masing individu. Sehingga tidak mengherankan, keluarga dengan kondisi semacam ini rawan tertimpa masalah.

Ditambah lagi, peran pendidikan yang jauh dari hakikat meningkatkan taraf berpikir manusia untuk menemukan tujuan hidupnya. Justru menjadikan sistem sekuler-liberal sebagai acuan. Kebebasan pun tumbuh subur di benak setiap individu, termasuk sikap individualistik yang telah merusak peran keluarga dan mempengaruhi perilaku anak dan remaja. Sehingga banyak orang berpendidikan tinggi tetapi tidak dapat mengendalikan emosi bahkan tega bertindak keji.

Tidak hanya individualistik, sikap materislisme juga menempel pada banyak individu yang akhirnya menjadikan kebahagiaan dunia sebagai tolok ukur. Sayangnya, kondisi ekonomi saat ini tidak menunjang terpenuhinya kebutuhan hidup sehingga masyarakat mudah tersulut amarah dan berakhir pada tindak kekerasaan baik pada keluarga maupun lingkungannya. Himpitan ekonomi tidak terlepas dari penerapan sistem kapitalime oleh negara yakni sistem berasaskan manfaat/materi yang menghalalkan segala cara termasuk kebebasan. Akibatnya roda perekonomian hanya dikuasai oleh elit kapitalis dan terjadi kesenjangan sosial.

Sudahlah tidak ada pendidikan yang memadai ditambah adanya tekanan ekonomi sementara individu minim peran agama hanya mencari kepuasaan dunia maka tidak mengherankan kasus kekerasan akan terus berulang. Apalagi negara yang semestinya bertanggung jawab dalam mengurus rakyat justru abai dan berlepas tangan. Seolah negara telah peduli dengan mengeluarkan kebijakan UU PKDRT tetapi faktanya pernah menyentuh akar masalah, hanya menghukumi pelaku tanpa upaya mencegahnya. Karena kerusakan sejatinya berawal dari sistem yang diterapkan negara. Sistem rusak yang hanya membuahkan masalah dan kesulitan hidup.

Maka, yang dibutuhkan masyarakat bukan kebijakan atau semacamnya agar masalah dapat teratasi. Melainkan dengan mengubah sistem kapitalisme dengan sistem Islam. Barulah kerusakan demi kerusakan dapat terurai dan terselesaikan tanpa muncul masalah baru. Terlihat dari sistem pendidikan Islam yang berorientasi membentuk kepribadian bertakwa dan berakhlak mulia pada setiap individu. Menjadikan aturan Islam sebagai landasan berpikir dan bertingkah laku baik di lingkungan keluarga, masyarakat bahkan negara bukan manfaat/materi yang hanya bersifat duniawi.

Aturan Islam juga berperan dalam mengokohkan pondasi berumah tangga termasuk membangun ketahanan keluarga. Setiap anggota keluarga memiliki peran dan tanggung jawab yang diatur secara rinci oleh syariat. Tidak ada kesenjangan dan sesuai fitrah manusia sehingga dapat mencegah KDRT dan berbagai dampak turunannya. Sehingga kesulitan ekonomi dan masalah rumah tangga lainnya dapat diatasi sesuai syariat Islam. Terlebih negara yang menerapkan Islam memahami tanggung jawabnya sebagai pelindung (raa’in) sehingga akan senantiasa berusaha mewujudkan dan menjamin kesejahteraan rakyat melalui sistem ekonomi Islam dan mekanisme Baitul Mal.

Sistem sanksi Islam juga akan ditegakkan oleh negara untuk mencegah pelaku serupa bermunculan karena hukuman berdasarkan Islam akan menjerakan pelaku dan juga sebagai penebus dosa. Kemudian masyarakat pun terdidik agar senantiasa terikat dengan hukum syara’ dalam segala aktivitasnya karena memahami setiap perbuatan akan dipertanggungjawaban kepada Allah swt. Demikianlah ketika Islam menjadi pedoman dalam hidup baik secara individu maupun bernegara. Beragam persoalan tuntas teratasi dan keberkahan hidup menyelimuti.

Wallahu’alam bishowab

Continue Reading

Previous: Two State Solution: Solusi Sesat!
Next: Insiden Kepala Sekolah dan Murid: Cermin Krisis Moral dan Pendidikan

Related Stories

Magang Fresh Graduate Nasional, dari Kapitalis untuk Kapitalis WhatsApp Image 2025-10-28 at 22.03.21

Magang Fresh Graduate Nasional, dari Kapitalis untuk Kapitalis

28/10/2025
Salah Kelola Tambang, Negara Rugi 330 Triliun, kok Bisa? WhatsApp Image 2025-10-28 at 21.17.33

Salah Kelola Tambang, Negara Rugi 330 Triliun, kok Bisa?

28/10/2025
Fatherless Kian Marak, Negara Harus Bertindak WhatsApp Image 2025-10-28 at 20.55.56

Fatherless Kian Marak, Negara Harus Bertindak

28/10/2025

Recent Posts

  • Magang Fresh Graduate Nasional, dari Kapitalis untuk Kapitalis
  • Salah Kelola Tambang, Negara Rugi 330 Triliun, kok Bisa?
  • Fatherless Kian Marak, Negara Harus Bertindak
  • Insiden Kepala Sekolah dan Murid: Cermin Krisis Moral dan Pendidikan
  • Urgensitas Khilafah, Kasus Kekerasan Tak Cukup dengan Undang-undang

Recent Comments

  1. Editor Muslimah Times on Utang Luar Negeri dan Kedaulatan Negara
  2. ranum on Diskriminasi Pendidikan, Sampai Kapan?
  3. Yanto on Utang Luar Negeri dan Kedaulatan Negara
  4. Winda on Potret Pendidikan di Era Milenial
  5. Nungki on Jual Beli Perawan, Bisnis yang Menjanjikan

Read This

Magang Fresh Graduate Nasional, dari Kapitalis untuk Kapitalis WhatsApp Image 2025-10-28 at 22.03.21

Magang Fresh Graduate Nasional, dari Kapitalis untuk Kapitalis

28/10/2025
Salah Kelola Tambang, Negara Rugi 330 Triliun, kok Bisa? WhatsApp Image 2025-10-28 at 21.17.33

Salah Kelola Tambang, Negara Rugi 330 Triliun, kok Bisa?

28/10/2025
Fatherless Kian Marak, Negara Harus Bertindak WhatsApp Image 2025-10-28 at 20.55.56

Fatherless Kian Marak, Negara Harus Bertindak

28/10/2025
Insiden Kepala Sekolah dan Murid: Cermin Krisis Moral dan Pendidikan WhatsApp Image 2025-10-28 at 20.40.57

Insiden Kepala Sekolah dan Murid: Cermin Krisis Moral dan Pendidikan

28/10/2025
Copyright © Muslimah Times. All rights reserved. | MoreNews by AF themes.