Oleh. Ai Hamzah
Muslimahtimes.com–Dunia pendidikan digemparkan dengan kasus yang terjadi di Banten. Seorang kepala sekolah tingkat menengah dilaporkan oleh orang tua ke kepolisian. Dengan dalih anaknya ditampar kepala sekolah akibat merokok di lingkungan sekolah. Tidak aneh memang zaman sekarang, ketika merasa reputasi terancam maka hawa nafsu akan menggebu. Sekalipun itu di dunia pendidikan yang notabene tempat mendidik generasi. Sehingga menjadi kerancuan di antara tugas seorang pendidik.
Kasus tersebut menjadi viral lantaran orang tua murid justru malah melaporkan kepala sekolah tersebut ke polisi, yang akhirnya berujung penonaktifan sementara jabatannya sebagai kepala sekolah. Meski kini sudah berakhir dengan saling memaafkan dan damai, namun buntut penyelesaian kasus ini menimbulkan rasa waswas den cemas bagi Kepala SMAN 1 Cimarga. Ia khawatir ke depannya apa yang bisa terjadi kepada dirinya jika menegur siswa kembali, padahal ia hanya mendidik karakter generasi bangsa yang menjadi tugasnya. (detik.com/18-10- 2025)
Setelah kasus Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga yang menampar siswa karena ketahuan merokok di lingkungan sekolah mereda, kini kembali terulang dengan viralnya foto yang memperlihatkan murid merokok di samping gurunya. Tampak di foto yang viral tersebut terlihat siswa yang sedang merokok dengan mengangkat kakinya ke atas meja. Sementara disamping siswa SMA itu, duduk seorang guru yang rambutnya sudah memulai memutih. Guru tersebut terlihat sedang membaca buku tanpa merasa terganggu. (Tribunjakarta.com/20-10-2025)
Pendidikan yang seharusnya menjadi tempat mendidik siswa agar menjadi generasi yang baik namun kini bergeser. Liberalisasi menjadi kebebasan bagi siapa saja untuk melakukan apa saja termasuk merokok bagi siswa dilingkungan sekolah. Yang jelas-jelas di lingkungan pendidikan seharusnya steril dari prilaku yang tidak terpuji. Namun kini apa daya, seorang pendidik yaitu guru menjadi objek yang disalahkan, hingga dilabrak atau bahkan dilaporkan ke pihak kepolisian. Saat mereka para guru berusaha untuk membentuk karakter siswa untuk menjadi lebih baik. Sehingga guru pun akhirnya memilih untuk berdiam diri daripada kedudukannya terancam karena hukum.
Sekularisme dalam pendidikan pun memperparah kondisi dunia pendidikan. Sehingga generasi yang dicetak pun generasi yang hanya memperjuangkan hawa nafsu tanpa ada batasan tertentu. Jauh dari nilai nilai fundamental siswa yang menjunjung tinggi sopan santun dan guru pun bukan lagi menjadi sosok yang mulia, yang patut mereka hormati. Pada akhirnya karakter siswa bertakwa dan berakhlak mulia pun tidak dapat diwujudkan.
Di dalam Islam, guru adalah pilar peradaban. Guru yang akan mendidik mereka siswa selama mereka mengenyam pendidikan. Dan dari merekalah akan terbentuk karakter atau kepribadian siswa untuk menjadi lebih baik. Sehingga tugas guru pun luar biasa, karena guru bukan hanya gudang ilmu namun dari mereka pula tercermin suri tauladan yang baik yang akan memberikan pengaruh positif terhadap anak didiknya. Keberkahan dan kepercayaan menjadi modal penting dalam dunia pendidikan Islam. Sehingga akan membentuk generasi cemerlang yang bertaqwa dan menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak yang mulia.
Dalam hal ini Allah berfirman dalam surat Al Mujadilah ayat 11;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.“
Rasulullah saw bersabda;
وقال النبي صلى الله عليه وسلم: من أكرم عالما فقد أكرمني، ومن أكرمني فقد أكرم الله، ومن أكرم الله فمأواه الجنة
Artinya: “Barang siapa memuliakan orang alim (guru) maka ia memuliakan aku. Dan barang siapa memuliakan aku maka ia memuliakan Allah. Dan barang siapa memuliakan Allah maka tempat kembalinya adalah surga“(Kitab Lubabul Hadits).
Bercermin dari kisah Syekh Abdul Qadir, beliau adalah seorang ulama yang terkenal pada zamannya. Murid-muridnya berasal dari berbagai kalangan. Ada anak kalangan orang kaya, ada anak dari penguasa, dan ada juga anak dari pedagang bahkan anak-anak orang miskin. Di madrasah Syekh Abdul Qadir ini tidak ada dikriminasi, semua murid diperlakukan hal sama. Beliau memperkenalkan ilmu dan lebih diutamakan adab, termasuk adab kepada guru yang harus dijunjung tinggi.
Adab yang termasuk diajarkan adalah bagaimana murid berhikmat dan meraih keberkahan dari gurunya. Sebuah kebiasaan bahwa ketika sang guru sedang menyantap makanan, maka murid-murid tidak ada yang ikut makan sebelum gurunya selesai, ternyata ada tradisi meraih berkah ilmu dengan memakan sisa makanan gurunya. Syekh Abdul Qadir paham hal tersebut sehingga ia selalu menyisahkan makanannya untuk di ambil oleh murid-muridnya.
Seorang tamu yang datang menjenguk anaknya melihat pemandangan itu dan berpikir bahwa anak-anak mereka yang belajar pada Syekh Abdul Qadir diperlakukan seperti babu atau kucing. Masa mereka diberikan sisa makanan dari gurunya. Pikiran kotor yang menyelimuti inilah yang menyebabkan orang tua murid tadi memprovokasi orang tua lainnya.
Salah satu orang tua yang merupakan orang
terpandang, kaya dan penguasa termakan
provokasi dan datang menghadap Syekh Abdul Qadir dan mengungkapkan keberatannya atas perlakuan sang guru kepada anaknya yang dianggap melecehkan kehormatannya dan kehormatan anaknya.
Maka terjadilah dialog sebagai berikut :
“Wahai tuan syekh, saya menghantar anak saya kepada tuan syekh bukan untuk jadi pembantu atau dilakukan seperti kucing. Saya hantar kepada tuan syekh, supaya anak saya jadi alim ulama’. “Syekh Abdul Qadir hanya jawab ringkas saja.
Kalau begitu ambillah anakmu.”
Maka si bapak tadi mengambil anaknya untuk pulang. Ketika keluar dari rumah syekh menuju jalan pulang. Orang tua murid tadi bertanya pada anaknya beberapa hal mengenai ilmu hukum syariat, ternyata kesemua soalannya dijawab dengan tepat dan rinci. Maka bapak tadi berubah fikiran dan mengembalikan anaknya kepada tuan Syekh Abdul Qadir.
“Wahai tuan Syekh terimalah anak saya untuk belajar dengan tuan kembali. Tuan didiklah anak saya.Ternyata anak saya bukan seorang pembantu dan juga diperlakukan seperti kucing. Saya melihat ilmu anak saya sangat luar biasa bila bersamamu.”
Maka jawab tuan Syekh Abdul Qadir. “Bukan aku tidak mau menerimanya kembali, tapi Allah sudah menutup pintu hatinya untuk menerima ilmu dariku, Allah sudah menutup futuhnya (Mata Hati) untuk mendapat ilmu disebabkan orang tua yang tidak beradab kepada guru. “
Wallahua’lam
