Oleh. Nahra Arhan
Muslimahtimes.com–Pemerintah Indonesia pada tahun 2025 meluncurkan dua program besar untuk menanggulangi dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat, yaitu Bantuan Langsung Tunai (BLT) Kesejahteraan Rakyat dan Program Magang Nasional. BLT diberikan kepada sekitar 35 juta keluarga penerima manfaat sebagai upaya menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan harga dan perlambatan ekonomi. Sementara itu, Program Magang Nasional ditujukan bagi para lulusan baru agar mereka bisa mendapatkan pengalaman kerja, uang saku setara UMK, serta sertifikat resmi dari Kementerian Ketenagakerjaan.
Kedua program ini disambut baik karena menunjukkan kepedulian pemerintah terhadap rakyat kecil dan generasi muda. Namun di sisi lain, muncul pertanyaan mengenai sejauh mana program ini bisa memberikan dampak jangka panjang. BLT memang bisa membantu kebutuhan pokok masyarakat secara cepat, tetapi sifatnya sementara. Setelah bantuan berakhir, banyak keluarga yang kembali ke situasi semula karena tidak ada perubahan mendasar pada kemampuan ekonomi mereka. Begitu pula dengan Program Magang Nasional, meskipun memberikan pengalaman kerja, jumlah pesertanya masih terbatas dibandingkan jumlah pengangguran yang ada. Selain itu, belum ada jaminan bahwa peserta magang akan langsung mendapat pekerjaan setelah program selesai.
Kedua program ini sekilas tampak baik dan berpihak kepada rakyat kecil. Namun jika ditelusuri lebih dalam, program seperti ini sebenarnya merupakan stimulus ekonomi, bukan solusi ekonomi. Tujuannya lebih pada menjaga sirkulasi uang agar ekonomi tetap “bergerak”, bukan memperbaiki sistem yang menyebabkan ketimpangan dan kemiskinan itu sendiri. Inilah ciri khas sistem ekonomi kapitalisme yang kini mendominasi hampir seluruh dunia — termasuk Indonesia.
Dalam sistem kapitalisme, kesejahteraan diukur dari pertumbuhan ekonomi, bukan dari terpenuhinya kebutuhan hidup manusia secara adil. Negara berperan hanya sebagai fasilitator pasar, bukan penanggung jawab penuh atas pemenuhan kebutuhan rakyat. Akibatnya, ketika krisis melanda, pemerintah hanya mampu memberi bantuan sementara seperti BLT — bukan memperbaiki akar masalah seperti distribusi kekayaan yang tidak merata, penguasaan sumber daya oleh segelintir pihak, dan sistem keuangan berbasis utang serta bunga. Bantuan sosial seperti BLT memang membantu masyarakat miskin untuk bertahan hidup, tetapi tidak mengubah struktur ekonomi yang membuat mereka tetap miskin. Demikian pula Program Magang Nasional, yang di satu sisi memberi peluang pengalaman kerja, namun di sisi lain tidak menyentuh akar masalah tingginya pengangguran dan lemahnya kemandirian industri dalam negeri.
Islam memandang bahwa kemiskinan bukan hanya persoalan ekonomi, melainkan hasil dari sistem yang tidak adil. Karena itu, solusi yang ditawarkan Islam juga bersifat sistemik, bukan tambal sulam. Dalam pandangan Islam, negara (khilafah) memiliki tanggung jawab penuh untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: “Imam (khalifah) adalah pengurus rakyat dan akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, negara dalam sistem Islam tidak boleh hanya menjadi penonton atau pemberi bantuan sesaat, melainkan harus menjadi pelindung, penyedia, dan pengatur urusan umat agar semua kebutuhan dasar rakyat terpenuhi. Islam menempatkan baitul maal sebagai lembaga pengelola harta umat, yang berfungsi menyalurkan dana untuk kepentingan publik, membantu fakir miskin, menyediakan pekerjaan, dan mendanai pembangunan. Sistem zakat, infak, jizyah, dan kharaj menjadi sumber pendapatan yang halal dan berkeadilan, bukan dari pajak menekan atau utang luar negeri. Di sisi lain, Islam mengharamkan sistem riba dan eksploitasi sumber daya oleh swasta atau asing, karena keduanya adalah akar dari ketimpangan ekonomi yang kita lihat hari ini.
Oleh karena itu, dalam perspektif Islam, BLT dan Magang Nasional tidak dapat dianggap sebagai solusi hakiki. Keduanya hanya refleksi dari sistem kapitalisme yang sudah rusak dan gagal menyejahterakan manusia. Islam tidak menolak upaya membantu rakyat, tetapi menuntut agar bantuan itu menjadi bagian dari sistem yang berkelanjutan dan adil, bukan sekadar alat menjaga stabilitas ekonomi atau citra pemerintah.
Jadi, meskipun BLT dan Magang Nasional tampak bermanfaat, keduanya tidak menyentuh akar persoalan ekonomi bangsa: ketimpangan struktural akibat sistem kapitalisme. Islam menawarkan solusi menyeluruh melalui sistem ekonomi yang berbasis syariah, keadilan, dan pengelolaan harta secara amanah. Solusi Islam bukan stimulus sesaat, melainkan sistem yang membangun kesejahteraan sejati — lahir dari aturan Allah, untuk kemaslahatan seluruh umat manusia
