Oleh. VieDihardjo
Muslimahtimes.com–Air tergolong sebagai kebutuhan dasar manusia, sebagai salah satu sumber kehidupan di Bumi. Namun miris, Indonesia justru mengalami penurunan dalam hal penyediaan kebutuhan air minum yang aman dan terjangkau. Masih cukup jauh untuk mencapai target Sustainable Development Programme (SDGs). Air minum kemasan menjadi andalan dalam memenuhi kebutuhan harian, dan karena harganya mahal, warga miskin semakin tertekan. Terjadi penurunan layanan teknis penyediaan air minum, dari sekitar 35,15% di tahun 2019, menjadi 27,21% di tahun 2022 dan semakin turun menjadi 26,77% di tahun 2023. Angka ini didapatkan dengan membandingkan jumlah sambungan air perpipaan dikalikan dengan rata-rata jiwa perkeluarga dan jumlah penduduk dalam wilayah pelayanan(www.kompas.id 8/4/2025).
Tetapi angka tersebut justru berbanding terbalik dengan indutri air kemasan (AMDK) yang berkembang pesat. Konsumsi air dalam kemasan di Indonesia pada tahun 2025 mencapai USD 3,27 milliar dan diperkirakan pada tahun 2033 mencapai USD 5,58 milliar (www.imarcgroup.com). Pada Oktober 2021-Oktober 2022, penjualan tertinggi industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) ada pada segmen kemasan botol dengan nilai mencapai Rp 13,3 triliun. Penjualan segmen galon berada pada urutan kedua dengan total penjualan Rp 9,68 triliun, disusul penjualan galon tidak bermerek (Rp 5,71 triliun) dan kemasan gelas (Rp 3,7 triliun), diperkirakan akan terus tumbuh hingga 10% pada 2025 (www.ekonomi.republika.co.id 8/1/2025). Sekitar 40,64% rumahtangga gunakan air kemasan sebagai sumber air minum (www.data.goodstaat.id 1/11/2023)
Kejamnya Privatisasi Air
Konstitusi pasal 33 ayat 3 mengatur “Bumi, Air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” . Pemerintah adalah pelindung hajat rakyat, berfungsi memastikan terpenuhinya hajat hidup (kebutuhan pokok rakyat aman dan terjangkau, diantaranya adalah air sebagai urat nadi kehidupan manusia. Sayangnya dengan dalih efisiensi dan peningkatan layanan, pengelolaan air diserahkan kepada swasta. Akibatnya rakyat harus membeli air dengan harga mahal karena hak pengelolaan sumberdaya air yang melimpah diberikan kepada swasta. Ketika hak pengelolaan sumberdaya air diserahkan kepada swasta, maka harga berada ditangan swasta. Hal ini bahkan dilegalkan oleh Undang-Undang, Di antaranya, Peraturan Menteri Perindustrian No.62 tahun 2024 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk AMDK secara wajib. Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM) No.6 Tahun 2024 tentang label pangan olahan termasuk AMDK terutama terkait pelabelan BPA.
Posisi pemerintah hanya sebagai regulator bagi swasta pengelola sumberdaya air, hal ini adalah wujud dari sistem ekonomi Kapitalistik, dimana keuntungan ekonomi menjadi dasar bagi pengurusan rakyat. Negara dan pemerintah yang semestinya menjamin akses dan ketersediaan kebutuhan dasar individual secara fisik, misalnya makan, minum dan kebutuhan secara komunal, seperti, pendidikan, kesehatan dan keamanan, justru tidak mampu melakukan kewajibannya karena harus memberi jalan sebebas-bebasnya bagi swasta untuk melakukannya.
Oleh karena itu, agar air sebagai sumberdaya alam yang dianugerahkan Allah bagi manusia dimonopoli dan dikapitalisasi untuk mendapatkan keuntungan bagi segelintir orang dan berakibat merugikan rakyat , maka perlu perubahan paradigma dalam mengelolanya.
Islam Mengelola Air
Air adalah titipan (amanah) dari Allah untuk semua makhluk, bukan hanya manusia atau sekelompok manusia. Sebagaimana Allah berfirman,
وَجَعَلْنَا مِنَ ٱلْمَآءِ كُلَّ شَىْءٍ حَىٍّ
Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup (Al Anbiyaa ayat 30)
Maka pemanfaatan air tidak bisa dilakukan secara eksploitatif, tetapi dimanfaatkan dan dijaga kelestariannya, agar terus dapat memberi manfaat pada semua makhluk di bumi.
Air adalah milik umum. Sebagaimana Rasulullah ﷺ bersabda, ”Manusia berserikat atas tiga hal, air, padang rumput dan api” (HR.Abu Dawud dan Ibnu Majah). Maka pengelolaan air tidak boleh diserahkan pada sekelompok manusia (swasta) apalagi dikapitalisasi (diperjualbelikan) untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Rakyat juga diperbolehkan menggunakan sumberdaya air secara bebas untuk memenuhi kebutuhannya, misalnya untuk kebutuhan sehari-hari, untuk pertanian, juga ternak.
Rasulullah ﷺ pernah membatalkan izin pengelolaan tambang garam pada seorang sahabat, Abyadh bin Hamal, atas masukan dari sahabat lain yang menyatakan bahwa tambang garam tersebut ibarat “air yang mengalir” yang dapat dimanfaatkan oleh banyak orang. Maka konsep pengelolaan sumberdaya air adalah kemashlahatan (bagi banyak orang) yang tidak mungkin terjadi, apabila pengelolaannya dilakukan secara Kapitalistik (keuntungan ekonomi diatas kepentingan rakyat).
Islam menolak privatisasi air dan mewajibkan negara mengelola kepemilikan umum, diantaranya adalah sumberdaya air. Islam tidak memperbolehkan negara mengambil untung atau menjadi bagian yang menguntungkan satu atau beberapa pihak saja. Akan tetapi mengembalikan hasil pengelolaan itu untuk memenuhi hak dasar rakyat. Negara diperbolehkan mengatur tata kelola dan distribusi air namun tidak boleh menyerahkan hak kepemilikan pada swasta atau korporasi (sekelompok orang).
Wallahu’alam bisshowab
