Oleh. Rut Sri Wahyuningsih
Muslimahtimes.com–Sistem pangan biru (Blue Food System) menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memiliki peran penting dalam menopang ketahanan pangan global. Lebih dari 800 juta rumah tangga di dunia diketahui bergantung pada sektor ini sebagai sumber penghidupan, sementara lebih dari 3 miliar orang mengandalkan pangan laut untuk memenuhi kebutuhan protein dan gizi harian. (cnbc Indonesia.com, 16-10-2025).
Bahkan acara Agri Food Summit 2025 di Auditorium Menara Bank Mega, Jakarta, Kamis, 16 Oktober lalu disebut oleh Plt. Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Machmud, pangan biru memiliki peran strategis dalam sistem pangan dunia, baik dari sisi ekonomi, gizi, maupun keberlanjutan bahkan sangat strategis untuk mengurangi angka stunting.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mendata, terdapat lebih dari 2.500 spesies biota laut yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber pangan. Efisiensi konversi pakan biota laut pun disebut mencapai 1,3 hingga 1,8 kali lebih baik dibandingkan ternak darat. Selain lebih ramah lingkungan, pangan biru juga dianggap berperan besar dalam menjaga ketahanan pangan global.
Potensi Indonesia menurut Machmud masih sangat besar. Saat ini produksi perikanan budidaya nasional baru sekitar 6,4 juta ton per tahun, jauh di bawah potensi lestari yang mencapai 100 juta ton. Jika dikelola dengan baik, Indonesia akan menyamai Cina yang sudah mencapai 78 juta ton produksi budidaya. Dan inilah yang dimaksud sebagai ekonomi biru yang berkelanjutan.
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP, TB Haeru Rahayu mengatakan, pemenuhan kebutuhan protein menjadi alasan utama mengapa sektor kelautan dan perikanan terus digencarkan. Dari sisi ekonomi, nilai pasar global Blue Food diproyeksikan melonjak dari sekitar US$270 miliar menjadi lebih dari US$420 miliar pada 2030.
Ada 5 pilar yang akan ditempuh KKP guna mendorong penguatan ekonomi biru yakni perluasan kawasan konservasi, penangkapan ikan terukur, pengembangan budidaya laut dan darat yang ramah lingkungan, pengawasan pulau-pulau kecil, serta pengurangan sampah plastik laut melalui program plastikasi nelayan.
Langkah Presiden Prabowo dalam rangkai meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir melalui program Desa Nelayan Merah Putih (Fishing Village Project), yang digagas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), harapannya pendapatan nelayan mampu naik hingga dua kali lipat. FVP sendiri adalah desa dengan jumlah 2.000 nelayan yang kemudian direorganisasi dan difasilitasi dengan infrastruktur memadai (cnbc indonesia.com,16-10-2025).
Blue Food System, Pembohongan Publik
Sangatlah berlebihan jika dikatakan Blue Food System mampu menopang ketahanan pangan global jika kita masih berada di bawah penerapan Sistem Kapitalisme. Karakter Kapitalisme yang rakus dan tak mengenal halal haram sebab asas sistem ini sekuler dengan pemisahan agama dari kehidupan membuatnya mengabaikan hal yang justru pokok yaitu keadilan.
Kapitalisme membatasi peran negara, yang seharusnya menjadi pelayan bagi rakyatnya malah sibuk melayani korporasi, negara dalam sistem ini akan sangat terikat dengan peraturan global sebagai bagian dari keluarga dunia. Maka, seringkali yang terlihat adalah kebijakan simpang siur, tumpang tindih dan lisan pejabat asal comot hanya agar terlihat bekerja atau pro rakyat. Bahkan tak berat pemerintah terus mengembangkan cara permodalan berbasis riba dan muamalaj yang majhul ( tidak sesuai syariat).
Indonesia memiliki panjang garis pantai sekitar 99.083 km hingga 99.093 km, menjadikannya negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Sudah pasti kekayaan hayatinya luar biasa, terlebih blue food-nya, namun di sisi lain, kekayaan itu justru menjadi sumber kesengsaraan rakyat akibat negara menjual semua kekayaan itu atas nama investasi.
Rumput laut, udang, biota laut lainnya memang kita bisa ekspor, tapi garam impor. Sumber minyak bumi kita banyak, tapi dikuasai asing dan kita beli minyak dari Singapura. Ikan berlimpah, tapi karena eksploitasi berlebihan tambang, nelayan hampir tak bisa menangkap ikan lagi, akibat minimnya teknologi kapal dan juga pencemaran laut dan akibat adanya penambangan emas di Bukit Tumpang Pitu.
Seringpula nelayan kita mengusir nelayan luar negeri yang mencuri ikan dengan kapal pukat dan peralatan lebih modern, tak ada lagi penjagaan berarti. Bukankah ini pertanda lemahnya pertahanan negara menjaga perbatasan?
Beberapa pantai kita pun sudah terancam terumbu karangnya akibat penambangan liar maupun legal, sebut saja Teluk Weda dan Teluk Buli (Halmahera), Raja Ampat, dan Pulau Zangihe dan masih banyak lagi. Bagaimana pula dengan pagar laut di Tangerang yang sempat heboh kini menghilang? pagar bambunya memang hilang tapi kini berganti beton, artinya kebijakan pemerintah akan mencabut dan menghentikan hanya omon-omon. Ketika ombak tak lagi beriak, maka proyek berlanjut. Fakta ini hanya sebagian kecil yang muncul ke permukaan.
Kedaulatan Mutlak Dibutuhkan agar Blue Food Bermanfaat
Apa pun kelak yang digagas pemerintah tentang Blue Food ujungnya-ujungnya adalah proyek untuk pengembangan industri. Alasannya untuk profesionalitas dan permodalan, padahal sejatinya ini adalah bentuk penjajahan gaya baru, dimana semua negara di dunia ini diikat dalam satu kerjasama, yang kemudian mengeluarkan beberapa peraturan yang harus dipatuhi, salah satunya adalah pasar bebas dan penghilangan pajak masuk ke semua anggota, sehingga negara yang surplus produksinya tidak kesulitan memasarkan.
Sebaliknya, bagi negara dengan industri lemah, seperti Indonesia akan menjadi target pasar yang strategis. Semua kekayaan laut kita akan beralih menjadi komoditas industri dan bukan kita pemiliknya. Mirisnya, bencana mengancam, baik alam maupun kesehatan dan hilangnya ruang hidup masyarakat di sekitar pantai.
Padahal Rasûlullâh saw.bersabda, ‘Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Sangat jelas maksud dari hadis Rasulullah, bahwa laut adalah bagian dari air. Islam menyatakan bahwa laut itu milik rakyat dan negara hanya berhak mengelolanya. Hasil dari pengelolaan itu harus dikembalikan kepada rakyat. Negara tidak boleh memberi kesempatan kepada asing menguasai kekayaan hayati itu, apalagi mengizinkan mereka membuat pabrik dan menguasai kekayaan alam.
Hanya dengan menerapkan sistem ekonomi Islam maka keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat akan terwujud, bukan hanya dari kekayaan baharinya, namun semua yang menjadi kepemilikan umum (tambang, hutan, sungai, tanah hima, minyak bumi, gas alam dan lainnya) wajib dikelola negara kemudian dikembalikan kepada rakyat. Demikian pula posisi negara yang berdaulat secara hakiki hanyalah Daulah Islam, sebab landasannya hanyalah syariat Allah, bukan berbasis akal manusia. Wallahualam bissawab
