Oleh. Lilik Purwati
Muslimahtimes.com–Di era modern ini, siapa yang tidak kenal dengan smartphone? Mulai dari anak-anak hingga orang tua, perangkat ini telah menjadi teman setia sekaligus konsumsi sehari-hari. Begitu pentingnya smartphone, sampai-sampai banyak orang merasa seolah kehilangan nyawa jika tidak memilikinya. Tak heran jika, generasi muda saat ini justru terjebak dan kecanduan gadget. Mereka bermain tanpa mengenal waktu hingga sering melalaikan aktivitas penting lainnya.
Padahal tanpa disadari, dampak kecanduan gadget sangatlah fatal, mulai dari gangguan penglihatan, nyeri leher serta punggung, dan gangguan tidur. Parahnya, secara mental menyebabkan stres, depresi, dan turunnya konsentrasi. Ironisnya, Indonesia sendiri belum ada kebijakan terkait pembatasan usia dalam penggunaan medsos. Padahal banyak riset yang menunjukkan bahwa medsos juga AI terbukti berbahaya bagi kesehatan mental, terutama remaja yang masih dalam tahap pencarian jati diri.
Media digital di dalam sistem kapitalis nyatanya menjadi alat perusak bagi generasi muda. Ketidakadaan regulasi yang jelas membuat berbagai konten sarat pornoaksi, kekerasan, hingga nilai-nilai yang merusak berseliweran tiap detik tanpa filter. Kondisi ini menunjukkan bahwa sistem yang ada saat ini tidak memberikan perlindungan yang memadai bagi generasi muda, meskipun ancamannya semakin nyata. Selain itu beragam aksi kejahatan pun terjadi.
Dikutip dari CNN Indonesia, 25/11/2025, menyatakan bahwa media sosial telah melahirkan platform digital yang memungkinkan setiap pengguna menampilkan aktivitas kesehariannya untuk dilihat publik. Namun, media sosial juga memberikan dampak negatif apabila tidak digunakan secara bijak. Salah satu yang paling mengkhawatirkan adalah dampaknya terhadap kesehatan mental, sehingga sejumlah negara menetapkan larangan bagi anak di bawah usia tertentu untuk menggunakan media sosial dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, Indonesia hingga kini belum menerapkan larangan penggunaan media sosial bagi remaja di bawah usia 17 tahun.
Berita tersebut menunjukkan bahwa persoalan penggunaan media sosial tidak hanya berkaitan dengan perilaku individu, tetapi juga dengan sistem yang mengaturnya. Dimana sistem pengatur negara sangat berperan penting dalam kehidupan masyarakat. Tak dapat dipungkiri bahwa sistem yang digunakan negeri ini adalah sistem kapitalisme sekuler. Dimana dalam sistem seperti ini, orientasi utama yang dijalankan adalah manfaat dan keuntungan sebesar-besarnya, bukan perlindungan terhadap generasi muda atau keselamatan masyarakat.
Sistem ini secara jelas memisahkan agama dari kehidupan. Sehingga kondisi ini semakin diperparah dengan sikap negara yang justru memberikan ruang bagi penerapan sistem tersebut. Negara cenderung abai dan berlepas tangan, sehingga generasi mudalah yang akhirnya menjadi korban. Tidak ada ketegasan terhadap perusahaan digital, dan tidak tampak komitmen kuat untuk melindungi generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa di masa depan.
Karena itu, saatnya kita beralih dari sistem kufur kepada sistem yang penuh berkah, yaitu Sistem Islam. Islam memiliki seperangkat aturan syariat terkait penjagaan generasi berkualitas, pola pikir Islam, nafsiyah, dan kepribadian. Aturan-aturan ini berfungsi menjaga generasi dan keluarga muslim agar terhindar dari siksa api neraka serta menjadi penyelamat di dunia maupun akhirat. Generasi muda sejatinya adalah tumpuan dan aset masa depan sebuah bangsa melalui peradabannya. Hal ini tentu bertolak belakang dengan sistem sekuler kapitalis yang serba bebas.
Terwujudnya generasi yang kuat membutuhkan sistem yang terstruktur dan solusi yang tuntas. Semua masalah dapat diatasi secara menyeluruh hanya melalui Sistem Islam dalam bingkai negara adidaya Khilafah Islamiyah. Pengelolaan hak anak pun membutuhkan penerapan aturan Islam secara kaffah. Dalam hal ini, khalifah berperan sebagai raa’iin (pemelihara) dan junnah (pelindung) bagi rakyatnya.
Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Bukhari). Wallahu a’lam bishshawab
