Oleh. Lustiana Wiji Ningsih
Muslimahtimes.com–Banjir bandang yang menimpa wilayah Sumatera dan sekitarnya terus mendapat perhatian publik. Tercatat hingga Jumat, 12 Desember 2025 korban terus bertambah. Bagian Aceh 407 korban Sumatera Utara 343 korban dan Sumatera Barat 240 korban. Sehingga total korban menjadi 990 orang. Selain itu 222 orang masih dinyatakan hilang, korban luka juga bertambah menjadi 5.400 orang dan BNPB menyebut ada 52 kabupaten atau kota terdampak bencana banjir bandang dan longsor di Sumatera Utara. Bencana ini juga merusak 1200 Fasilitas umum, 219 Fasilitas Kesehatan, 581 Fasilitas Pendidikan, 434 rumah ibadah, 290 gedung kantor, serta 498 jembatan. Hingga kini 860.000 warga menjadi pengungsi di 3 Provinsi, jumlah pengungsi terbanyak berada di Aceh Timur yakni 238.000 orang. (detikNews.com)
Pemerintah saat ini belum menetapkan statusnya sebagai bencana Nasional terhadap bencana banjir dan longsor di Sumatera Utara, Aceh dan Sumatera Barat dengan berbagai alasan meskipun banjir sudah memakan banyak korban jiwa dan penanganannya juga sudah setara bencana nasional. (KompasTv.com)
Sebagaimana yang telah dilakukan Pemerintah melalui Kementrian Keuangan (KemenKeu) dengan menyiapkan anggaran untuk bencana di Sumatera. Namun hal ini menyita perhatian publik dengan diturunkannya anggaran yang semula sekitar 2triliun menjadi 491 miliar di tengah besarnya kebutuhan untuk menangani dampak banjir dan longsor. (BeritaSatu.com)
Bencana yang terjadi saat ini seperti banjir bukanlah karena faktor alam atau sekadar ujian semata, tapi dampak kejahatan terhadap lingkungan yang telah berlangsung lama. Dengan alasan pertumbuhan ekonomi penguasa melegitimasi kebijakan pemberian hak konsesi lahan, obral izin perusahaan sawit, izin tambang terbuka, tambang untuk ormas, UU minerba, UU ciptaker, dll. Akibatnya ribuan hutan yang dulunya hijau menjadi gundul dan digantikan dengan lahan pertambangan dan perkebunan sawit yang membuat tanah menjadi rusak dan daya tampung air disuatu wilayah menurun sehingga air tidak bisa meresap dengan baik meluap kepermukaan karena tidak ada lagi yang bisa menahan air sehingga ketika terjadi hujan maka terjadilah banjir.
Sikap penguasa seperti ini memang sangat niscaya dalam sistem sekuler demokrasi kapitalisme. Dimana penguasa dan pengusaha sama-sama ingin menjarah hak milik rakyat atas nama pembangunan, kepentingan ekonomi dll. Penguasa dalam sistem kapitalisme tidak benar mengurus rakyatnya dengan baik mereka hanya sibuk memperkaya diri tanpa memikirkan kesejahteraan dan kepentingan rakyat. Kita lihat saja seperti musibah banjir dan longsor di Sumatra saat ini terlihat dengan jelas bahaya nyata akibat kerusakan lingkungan, terlebih dengan pembukaan hutan besar-besaran tanpa memperhitungkan dampaknya ke depan. Inilah Akibat dari negara meninggalkan hukum Allah atau sistem Islam dalam pengelolaan lingkungan. Masyarakat akhirnya yang menderita, sedangkan pengusaha dan penguasa yang menikmati hasil hutannya.
Di dalam Islam, Allah telah menjelaskan pada Q.S Ar-rum ayat 41 yang artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”.
Islam mengingatkan kita bahwa kerusakan di bumi akibat ulah manusia. Maka, dari ayat inilah bentuk wujud keimanan kita bahwa umat Islam diharuskan untuk menjaga kelestarian lingkungan agar bumi tetap terjaga. Dalam hal ini Negara juga ikut berperan penting menjaganya, bukan justru menjadi dalang kerusakan tersebut. Sebagaimana Negara dalam sistem Islam yang mana harus menggunakan hukum Allah dalam mengurusi semua urusannya, termasuk tanggung jawab menjaga kelestarian alam dengan menata hutan dalam pengelolaan yang benar dan memanfaatkan Alam dengan sebaik-baiknya untuk dikembalikan lagi hasilnya kepada seluruh Ummat tanpa mengganggu kelestariannya.
Di sisi lain apabila akan ada bencana datang, maka negara juga siap mengeluarkan biaya untuk antisipasi pencegahan semisal banjir dan longsor, melalui pendapat para ahli lingkungan agar bisa tertangani dengan baik. Bukan hanya sekedar bantuan yang keluar setelah terjadi bencana namun juga penanggulangan agar bencana bisa di minimalisir dan tidak terulang kembali. Tentu hal ini bisa kita lakukan hanya dengan menerapkan hukum Allah semata, dimana seorang Khalifah berperan sebagai pemegang mandat dari Allah yang fokus pada setiap kebijakannya dengan mengutamakan keselamatan umat manusia dan lingkungan dari dharar. Khalifah akan merancang blue print tata ruang secara menyeluruh, melakukan pemetaan wilayah sesuai fungsi alaminya, tempat tinggal dengan semua daya dukungnya, industri, tambang, dan himmah. Walhasil bukan hanya hanya manusia yang terjaga namun bumi alam pun juga ikut terjaga dengan baik termasuk hutan.
Wallahua’alam bishawab.
