Oleh. Henyk Widaryanti
(Pegiat Literasi)
MuslimahTimes.com–“Kamu bawa dia ke Cappadocia, it’s my dream!! not her. My dream, Mas!”
Potongan dialog film Layangan Putus ini berhasil mengaduk-aduk para penontonnya. Kisah perselingkuhan saat ini selalu menjadi hal yang menggemaskan. Penyebutan orang ketiga yang beraneka ragam (WIL, PIL, pelakor) menunjukkan masyarakat merasa muak dengan datangnya pihak ketiga.
Seperti yang kita ketahui, Layangan Putus menjadi viral setelah diperankan oleh para pesohor dengan akting yang apik. Seluruh perilaku pemainnya, berhasil membuat setiap orang meneteskan air mata. Bahkan menghancurkan perasaan hingga berkeping-keping. Banyak pula kaum hawa yang marah-marah di sosmed kepada tokoh lelakinya.
Terbawa pada Dunia Nyata
Masyarakat +62 mayoritas merupakan penikmat hiburan. Mereka berpikir, daripada pusing memikirkan hidup yang tak tentu, lebih baik menikmati tontonan yang dapat menghibur. Jika dahulu menyukai hal-hal yang jenaka, tampaknya saat ini bergeser ke romansa cinta. Berbagai macam percintaan disuguhkan, mulai dari kisah cinta anak ingusan hingga perselingkuhan.
Hiburan yang banyak menyedot perhatian publik salah satunya cerita tentang orang ketiga. Mungkin karena saat ini banyak bermunculan orang ketiga, jadi para produser menganggap sebagai peluang bisnis yang nyata. Kisah cinta segitiga ini sudah banyak terjadi, pun filmnya membanjiri layar kaca. Tapi, mengapa menjadi heboh setelah ada film Layangan Putus?
Semua itu terjadi karena suguhan peran dan dialog yang mampu menjungkirbalikkan perasaan penonton. Hingga mereka geregetan dengan para pemainnya. Banyak pemirsa yang masih waras, melihat film ini sebatas hiburan. Namun, tak jarang pula yang was-was, terbawa emosi sampai dalam kehidupan. Seperti yang dilakukan salah satu penggemar yang membuat konten TikTok berisi makian untuk pemain pria utama.
Jika marahnya hanya sebatas itu, mungkin masih dianggap wajar. Bagaimana jika sampai memengaruhi pemikiran penontonnya? Kaum hawa jadi parno kepada lawan jenisnya. Mereka selalu memiliki pemikiran negatif, bahkan kecurigaan yang tak mendasar. Kalau hanya muncul sikap cemburu tidak mengapa, bahayanya kalau cemburu buta. Apa pun bisa dilakukan.
Halu Terhadap Pernikahan
Masalah lain yang muncul jika konten orang ketiga terus disajikan ke masyarakat adalah munculnya sikap halu terhadap pernikahan. Bisa saja mereka takut kalau salah pilih pasangan. Karena menganggap lelaki banyak membual. Mereka takut dikhianati. Hingga akhirnya memutuskan “single free”. Walhasil, mimpi menikah semakin pupus.
Ketakutan ini akan membuat para pemirsa tidak percaya lagi dengan pernikahan. Padahal nikah itu ada syariatnya. Pernikahan dinilai aktivitas yang dapat menyempurnakan separuh agama. Pernikahan juga akan mewujudkan keluarga yang sakinah, mawadah, dan rahmah. Bagi penonton yang sudah terlanjur fobia dengan pernikahan, tidak akan meyakini semua itu.
Bahaya yang Mengintai
Bagi seorang muslim, pernikahan adalah tuntunan syarak. Ada fikih pernikahan. Jika umat muslim terpengaruh dengan film yang menyajikan munculnya orang ketiga, bukan tidak mungkin mereka akan membenci pernikahan. Padahal Rasul pernah bersabda,
“Menikah adalah sunahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat).” (HR. Ibnu Majah)
Kalau umat tak lagi ingin menikah hanya karena alasan takut dikhianati, kelangsungan generasi muslim akan terancam. Tidak ada pernikahan, berarti tidak ada kelahiran. Jika demikian makin lama generasi akan hilang. Kalaupun tidak demikian, pergaulan bebas malah semakin bablas. Orang lebih memilih memuaskan nafsu tanpa ikatan sah. Akhirnya, muncul penyakit, lahir bayi yang tak jelas nasabnya, hingga kerusakan masyarakat.
Mencegah Lebih Baik
Sebelum bahaya yang lebih besar mengintai dan terjadi, umat perlu sadar. Bahwa cerita film bukanlah kisah nyata. Meski disadur dari kejadian nyata, pasti sudah ditambah bumbu penyedap agar ceritanya menjadi apik. Di sisi lain, umat juga perlu menguatkan iman agar dapat mengetahui mana yang benar dan salah. Agar mereka tidak mudah terpengaruh dengan kisah-kisah yang menyediakan irisan bawang merah.
Umat pun perlu menyadari bahwa semua yang dilakukan akan diminta pertanggungjawaban. Mereka terbawa emosi melihat tayangan, hingga melakukan sesuatu yang berlebihan dan di luar kewarasan akan ditanya oleh Allah Swt.. Bukankah tujuan umat muslim masuk surga? Mengapa malah menyibukkan diri pada aktivitas yang tak berpahala?
Tidak ada asap kalau tidak ada api. Tidak ada Layangan Putus kalau tidak dimulai dari kisah nyata. Artinya, perselingkuhan sudah menjadi tren di masa sekarang. Mereka memilih halal cukup satu, tapi simpanan banyak jumlahnya. Kalau sudah demikian berarti merupakan penyakit masyarakat. Perilaku itu bertentangan dengan syariat Islam. Oleh karena itu, pemahaman seperti ini perlu diperbaiki.
Bukan Tugas Individu Saja
Menyembuhkan penyakit umat yang suka perselingkuhan tidaklah mudah. Karena kita perlu mengubah cara pandangnya menjadi pandangan Islam. Jika hanya dilakukan kelompok bahkan individu, tidak akan selesai. Diperlukan peran besar dari pembuat kebijakan. Dimana ada hukuman tegas bagi aktivitas perselingkuhan. Selain itu juga diperlukan kurikulum Islam yang mengajarkan akidah dan fikih Islam pada umat. Penerapan sistem pergaulan juga perlu, agar saling menundukkan pandangan. Sehingga pemikiran mereka selalu terjaga.
Lebih bagus lagi jika ada kontrol negara melalui media. Dimana penggunaan media hanya dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan keimanan pemirsa. Bukan sekadar mencari untung. Jadi, negara perlu melakukan penyaringan tayangan-tayangan yang akan menjadi konsumsi publik.
Dengan demikian kita berharap film-film seperti ini jangan sampai membuat impian pernikahan umat menjadi pupus. Selebihnya, mereka butuh tontonan yang berbobot agar menjadi tuntunan yang baik. Hanya negara yang memiliki kekuatan untuk melakukan ini. Wallahu’alam.