Oleh. Intan H.A
(Pegiat Literasi)
MuslimahTimes.com – Ketika daulah Islam telah tegak di Madinah di bawah kepemimpinan Rasulullah saw kemudian hal berikutnya yang menjadi perhatian Rasulullah adalah cara apa yang akan digunakan untuk memanggil kaum muslimin agar menunaikan salat. Maka, dikumpulkanlah para Sahabat untuk memusyawarahkan hal ini. Sebagian Sahabat ada yang mengusulkan untuk mengibarkan bendera sebagai tanda waktu salat, meniup terompet, menyalakan api di bukit, dan mengusulkan membunyikan lonceng seperti yang dilakukan orang-orang Nasrani.
Namun, semua usulan tersebut tidak ada satu pun yang diterima oleh Rasulullah. Hingga suatu malam, salah seorang Sahabat Nabi bernama Abdullah bin Zaid bermimpi di dalam tidurnya. Di dalam mimpinya ia melihat seseorang yang mengenakan baju berwarna hijau sedang melintasinya, di tangannya ada sebuah lonceng kecil yang digenggamnya. Melihat hal tersebut, Abdullah bin Zaid pun menghampirinya. Singkat cerita, sosok yang membawa lonceng kecil itu mengajari Abdullah bin Zaid dengan kalimat-kalimat agung yang hingga detik ini dikenal dengan sebutan azan.
Azan memiliki makna seruan dari Allah dan Rasul-Nya bagi kaum muslimin untuk bersegera menunaikan ibadah salat fardhu. Azan bukan hanya dimaknai sebagai seruan, namun azan merupakan bagian daripada syiar Islam. Orang-orang yang memiliki hati yang bersih, ketika mendengar azan dikumandangkan ia akan merasakan ketenangan dan kedamaian di dalam hatinya. Dan ketika ia berada di suatu negeri yang dimana tidak terdengar kumandang azan di wilayah tersebut, ia akan merasakan kerinduan yang teramat mendalam pada suara azan. Inilah orang-orang yang qalbu-nya telah diisi dengan keimanan pada Rabbnya.
Maka, sangat mengherankan, ketika ada seseorang yang mengaku muslim, tetapi ia malah merasa tidak nyaman mendengar azan dikumandangkan lima kali dalam sehari. Padahal, orang-orang nonmuslim saja tidak pernah mempersoalkan hal tersebut. Dan lebih parahnya ia menyandingkan azan seperti suara anjing yang menggonggong. Wal’iyadzubillah. Ini merupakan perbuatan yang mengarah pada pelecehan agama dan hal ini benar-benar melukai hati umat Islam.
Di dalam lafaz azan terdapat kalimat-kalimat akidah yang mengagungkan Allah Swt. Dimana kalimat ini tercermin pada lafaz azan yang pertama, “Allahu akbar, Allahu akbar.” Di dalam kalimat ini tergambar pengagungan terhadap Sang Pencipta dengan pengakuan bahwasanya Allah Swt memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari makhluk ciptaannya. Sehingga, azan bukanlah kalimat seruan yang tidak memiliki makna yang hanya digunakan sebagai penanda waktu salat telah tiba. Namun, kedudukan azan lebih daripada sekadar imbauan atau seruan pada umumnya.
Akar Masalah yang Menimpa Umat Islam
Di dalam sistem kapitalisme dikenal sebuah ide liberalisme. Ide ini memiliki makna kebebasan. Kebebasan yang diusung salah satunya adalah dalam hal berpendapat. Seseorang boleh mengungkapkan pendapatnya di hadapan publik atas dasar hak asasi manusia (HAM). Maka, tidaklah heran dalam sistem ini didapati orang-orang yang menyampaikan pendapatnya di hadapan publik yang mengarah pada pelecehan simbol-simbol atau ajaran agama tertentu. Sebab, apa yang diucapkan oleh lisan seseorang bersumber dari pemahaman yang diperoleh dari pemikirannya.
Memang, kebebasan berpendapat diatur dalam UU agar tidak terjadi perpecahan dan menyinggung perasaan orang atau kelompok tertentu. Namun sayang, hal ini tampaknya tidak berlaku terhadap agama Islam. Akhir-akhir ini stigma negatif dan tuduhan-tuduhan keji selalu diarahkan pada Islam. Simbol-simbol maupun ajaran Islam tidak lepas dari tindakan yang mengarah pada pelecehan agama. Umat Islam pun tidak lepas dari pelabelan sebagai kaum yang radikal, intoleran bahkan dicap sebagai teroris. Inilah kondisi umat Islam saat ini, mereka tidak berdaya melawan tuduhan yang diarahkan padanya. Setiap kali ada tindakan pelecehan agama yang diarahakan pada Islam dilaporkan, hal ini tak kunjung jua mendapat respons. Bahkan kasusnya menguap begitu saja ke permukaan, tanpa ada tindakan yang tegas. Beginilah potret ketika umat Islam tidak lagi memiliki junnah yang mampu melindungi hak-hak kaum muslimin dan agamanya.
Tercatat sudah 101 tahun lamanya umat ini hidup tanpa adanya institusi yang melindungi dan menjamin hak-hak mereka. Umat Islam tercerai-berai, mereka bagaikan santapan yang diperebutkan. Kondisi kaum muslimin di belahan dunia sana tak kalah nestapa. Mereka dizalimi, ditindas, dan bahkan dipaksa meninggalkan agamanya. Inilah wajah suram manakala umat Islam tidak lagi memiliki kepemimpinan yang menjalankan syariat Allah Swt. Sebab, kepemimpinan Islam itu telah diruntuhkan di Turki, pada tanggal 28 Rajab 1324 H atau bertepatan dengan 3 Maret 1924 M. Semenjak itu umat Islam tidak berdaya hingga detik ini, meskipun jumlah mereka semakin bertambah dari hari ke hari.
Kemuliaan Umat Ada pada Islam
Lama sudah umat ini menderita. Berbagai kerusakan telah tampak dari penerapan sistem rusak buatan manusia ini. Maka, sudah saatnya umat Islam tersadar dan melakukan gerakan menuju perubahan. Kemuliaan itu tidak akan terwujud tanpa adanya sebuah kepemimpinan di bawah naungan khilafah islamiah.
Sejarah mencatat dengan tinta emas, bahwasannya selama 1400 tahun lamanya umat Islam mengalami kejayaan dan kegemilangan dalam naungan khilafah. Seorang pemimpin di dalam Islam akan melindungi dan memastikan hak-hak rakyatnya terpenuhi.
Rasulullah saw. bersabda:
“Sesungguhnya al-imam (Khilafah) itu laksana perisai, dimana (orang-orang) akan berperang dibelakangnya (mendukung) dan berlindung dari musuh dengan kekuasaannya.” (HR. Bukhari, Muslim, an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ahmad)
Kita bisa menyaksikan bagaimana tindakan tegas yang dilakukan seorang Khalifah yang dikenal sebagai al-Mu’tashim billah dalam melindungi kehormatan seorang muslimah yang dilecehkan oleh seorang pemuda Romawi. Ketika didengarnya kabar tentang seorang wanita yang dilecehkan dan meminta tolong dengan menyebut namanya, beliau segera menerjunkan pasukannya. Tidak tanggung-tanggung, ia menurunkan puluhan ribu pasukan untuk menyerbu Ammuriah (yang berada di wilayah Turki saat ini).
Oleh karena itu, hanya dengan menegakkan kembali Khilafah di atas manhaj kenabian, umat Islam tidak akan mudah ditindas sebagaimana yang saat ini dirasakan kaum muslimin. Untuk itulah, umat Islam harus melakukan upaya dalam mengembalikan junnah tersebut ke tengah-tengah umat, yakni melalui jalan dakwah. Sebab, hanya dengan aktivitas dakwah umat dapat diberikan pemahaman akan pentingnya penegakan syariat Islam di bawah naungan khilafah. Tidak ada hal lain yang bisa dilakukan umat selain terus mengupayakan dan mengerahkan kemampuannya agar bisyarah Rasulullah ini akan segera terwujud.
Allah Swt. berfirman:
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ ۗ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali-Imran: 110)
Maka, untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam saat ini, yakni hanya dengan kembali tegaknya sistem Khilafah. Hanya seorang Khalifah yang mampu menyelesaikan berbagai tindakan pelecehan agama yang tengah dihadapi kaum muslimin. Sebab, seorang Khalifah akan memastikan Islam tetap terlindungi dari tindakan-tindakan keji yang dilakukan oleh orang-orang yang membencinya. Dengan demikian, Islam terjaga kemuliaannya dan kaum muslimin pun tidak akan mudah dizalimi karena mereka memiliki perisai yang siap siaga dalam melindunginya. Wallahu’alam.