Oleh. Tari Ummu Hamzah
Muslimahtimes.com–Boy band BTS asal korea selatan memenuhi undangan presiden Amerika terpilih, Joe Biden, di Gedung Putih pada selasa 31 Mei 2022. Grup band yang diketuai RM bergabung dalam diskusi yang kuat tentang pentingnya perwakilan dan inklusi Asia di tengah adanya kebencian dan diskriminasi anti-Asia. (Kompas.com)
Saat awal pandemi terjadi, gelombang kebencian terhadap warga Asia di Amerika meningkat. Bahkan terjadi diskriminasi. Mantan presiden Amerika, Donald Trump ,menyatakan bahwa virus corona, juga meningkatkan rasisme orang Asia di negeri Paman Sam. Di awal tahun lalu organisasi di Amerika yang melacak insiden kebencian dan diskriminasi terhadap orang Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik, mencatat setidaknya ada 500 insiden dalam dua bulan pertama tahun 2021. Jika dibandingkan tahun lalu angkanya mencapai 3.795 keluhan.(cnbnindonesia.com)
Inilah yang melatarbelakangi dari agenda BTS yang menyuarakan Stop Asian Hate! rasisme serta diskriminasi terhadap warga Asia. Lalu timbul pertanyaan apa kabar rasisme di negeri mereka sendiri? Bukankah kehidupan sosial masyarakat di Korea menuntut kesempurnaan fisik dan materi? Benarkah diskriminasi terhadap warga negara Asia hanya terjadi di Amerika saja?
Terdapat fakta mengejutkan dari survei Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Korea, pada 22 Juli-5 September 2019 menunjukkan 68,4 persen dari 310 warga asing pernah mengalami diskriminasi saat berada di negeri gingseng itu. Dikutip dari Korea Herald, 20 maret 2020. Sedangkan pernyataan dari Komnas HAM Korea Selatan menilai rasisme ini didasarkan pada sikap supremasi Korea yang memandang rendah para migran dari negara-negara yang lebih miskin.
Fakta-fakta diatas membuktikan bahwa gerakan BTS yang disuarakan di Gedung Putih bersama Joe Biden terkesan pragmatis, sebab mereka hanya menyuarakan sebagian hak-hak warga Asia di Amerika saja. Jika mereka benar-benar ingin menyuarakan hak-hak warga negara Asia maka seharusnya mereka menyuarakan hak-hak seluruh warga negara Asia di seluruh dunia. Sebab warga negara Asia bukan hanya warga Korea, Cina, dan Jepang, tapi meliputi Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Timur tengah.
Gerakan pragmatis seperti ini jelas tidak akan berdampak signifikan, sebab mereka hanya membela hak-hak warga Asia Amerika. Patut kita ketahui bahwa Amerika sebagai simbol supremasi negara yang menerapkan kapitalis. Dalam sistem ini banyak agenda-agenda pragmatis yang ujung-ujungnya memberikan banyak keuntungan bagi Amerika.
Kondisi ini juga terjadi di negeri-negeri muslim yang masih diliputi berbagai isu-isu, tapi belum juga ada solusi mendasar. Ditambah lagi juga ada gerakan pragmatis seperti membela para hijabers untuk menyuarakan pendapat mereka tentang moderasi beragama. Jika memang memberikan panggung kepada umat muslim untuk menyuarakan hak-hak dan pendapat, mengapa tidak digencarkan suara tentang islamophobia, stop pelecehan simbol agama, kriminalisasi ulama.
Suara-suara tersebut malah diredam. Parahnya jika ada yang nekat menyuarakan maka akan dijerat dengan undang-undang ITE dll. Inilah bentuk ketidakadilan. Gerakan pragmatis hanya akan mengajak umat untuk melihat kondisi kaum muslimin hanya satu sisi saja. Itu pun sisi yang diinginkan orang-orang Barat.
Dari sini bisa kita ambil kesimpulannya bahwa gerakan untuk menyuarakan hak asasi manusia tidak bisa dilakukan setengah-setengah saja. Harus bergerak dari hal-hal yang paling mendasar. Yaitu soal sistemasi dalam membela hak-hak asasi manusia. Jika menggaungkan hak asasi didalam sistem kapitalis, jelas akan terasa bias. Lebih sering menjadi pemanis bibir di panggung politik dalam musim pemilu. Ujung-ujungnya masyarakat hanya menelan pil pahit. Harus merasakan diskriminasi yang menjerat mereka.
Lain halnya dalam sistem Islam. Islam yang dasar negaranya saja dibangun dari aqidah Islam. Mengedepankan ketaatan kepada Allah untuk tunduk dalam aturan syariat Islam, maka hak-hak asasi manusia akan terjamin serta terjaga keberlangsungan pemenuhan hak warganya.
Dalam sistem Islam masyarakat bukanlah objek atau alat untuk dimanfaatkan oknum tertentu, tetapi objek peri’ayahan yang dilakukan oleh penguasa karena dasar ketaatan. Jadi jelas bahwa pemenuhan mendasar bagi ummat manusia akan terjamin dalam sistem ini. Siapa pun dia baik dari ras dan suku mana pun akan dilindungi haknya selama tunduk dan patuh akan aturan negara.
Kesimpulannya, jangan sampai kita mudah termakan opini-opini yang diisukan oleh Barat dan sekutu-sekutunya. Sebab menyuarakan hak berarti haruslah membahas dari yang mendasar. Dari sini jelas Islamlah yang mampu menjawab hal-hal mendasar dari manusia. Wallahu’alam bis shawab.