Oleh. Yumnah Maemunah Muhsin
Muslimahtimes.com–penembakan massal yang terjadi di salah satu pasar swalayan di New York, Amerika Serikat diduga dilatarbelakangi oleh isu rasialisme. Dilansir CNN kepada pihak berwenang, terduga pelaku penembakan mengaku bahwa dirinya menargetkan komunitas kulit hitam. Menurut keterangan seorang petugas, terduga pelaku juga mengeluarkan pernyataan kebencian yang jelas terhadap komunitas kulit hitam saat ditangkap. “Bukti yang kami temukan saat ini menyatakan bahwa ini merupakan tindakan kejahatan, kebencian dan rasialisme dan akan diproses sebagai kejahatan kebencian.” ujar Komisioner Kepolisian Buffalo, Joseph Gramaglia, Minggu (16/5/2022).
Terduga pelaku adalah seorang yang menyimpan kebencian di hati, jiwa dan pikirannya. Tak hanya itu, penyelidik juga menemukan bahwa terduga pelaku sempat mempelajari serangan kebencian dan penembakan. Terduga diidentifikasi merupakan remaja yang berusia 18 tahun berasal dari Coklin, New York bernama Payton Gendrom. Ia didakwa tuduhan pembunuhan level pertama dan berada dalam pengawasan. Temuan ini muncul setelah 10 orang tewas dan 3 warga terluka. Sebanyak 13 korban yang teridentifikasi, salah satunya merupakan mantan polisi.
Kebebasan Tidak Bisa Memberikan Keamanan
Insiden penembakan massal sudah sangat sering terjadi di Negeri Paman Sam tersebut, salah satunya dinilai karena longgarnya undang-undang keamanan senjata. Dan kejadian seperti di atas juga terjadi sehari sebelumnya, yakni adanya insiden penembakan di Kota California di sebuah gereja pada Minggu (15/5/2022) yang menewaskan satu orang dan melukai 5 orang. Pada bulan lalu juga aksi kriminalitas di New York, 12 April 2022, sebanyak 23 orang terluka setelah seorang pria berusia 62 tahun mengaktifkan bom molotov dan mengeluarkan tembakan di sebuah subway atau kereta bawah tanah. Sehari setelahnya pria tersebut ditangkap.
Kasus-kasus di atas menambah sederet kegagalan demi kegagalan di dunia barat, dunianya kaum kapitalis. Dalam melindungi dan memberikan keamanan dalam masyarakatnya sendiri praktiknya gagal. Fenomena kejahatan dan tindak kriminalitas lainnya sudah sangat wajar terjadi, hanya saja dunia lebih melupakan hal buruk itu dan justru sebaliknya menjadikan bangsa yang bergelar adikuasa itu sebagai arah pandang yang wajib diadopsi hukum-hukum dan kebijakannya oleh negeri-negeri Timur dan tak terkecuali Indonesia.
Sistem kapitalisme sekuler menjunjung tinggi kebebasan. Rakyat yang berada dalam naungannya “dididik” dengan didikan yang serba bebas. Lantas, bagaimana bisa negara tersebut menciptakan kehidupan yang aman?Jangankan untuk menciptakan ketentraman, membuat aturan yang sesuai fitrah manusia pun mereka tak mampu. Karena memang manusia tercipta memiliki keterbatasan. Keterbatasan inilah yang seharusnya menyadarkan manusia bahwa mereka membutuhkan aturan untuk mengatur kehidupannya. Aturan yang datang dari Pencipta manusia itu sendiri. Sekalipun manusia memiliki tingkat kejeniusan yang tinggi, namun akal manusia takkan mampu mengatur aturan untuk dirinya sendiri. Justru sebaliknya, yang ada malah menimbulkan kekacauan. Hal ini disebabkan karena apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan manusia pada dasarnya masing-masing berbeda satu sama lain.
Kaum liberalis hanya akan mencari kepuasan batin dan kebahagian jasmani yang sifatnya sesaat. Seperti contoh kasus yang terjadi di atas, orang lain boleh menganggapnya tindakan kejahatan namun bagi mereka yang menjunjung kebebasan, hal itu merupakan bentuk kebahagiaan yang mereka cari. Tak perduli baik buruk, halal ataupun haram, karena negara pun tidak memiliki pemahaman dan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Negara Bermental Rusak Malah Jadi Kiblat
Kebanyakan pelaku penembakan di Amerika Serikat selama ini mengalami gangguan kejiwaan. Berdasarkan data dari Riset Lankford, seorang Profesor Ilmu Kriminal di University of Alabama yang melakukan penelitian terhadap kasus kriminal, menurut beliau selain kebebasan kepemilikan senjata, ada beragam motif lain yang menjadi alasan dari para pelaku-pelaku penembakan di Amerika selama ini. Di antaranya konflik antar ras, konflik antar kebangsaan, konflik agama dan masalah sosial. Bahkan disebabkan adanya rasa ingin terkenal dengan sesuatu yang kejam.
Bukankah faktor-faktor konflik di atas merupakan ciri negara yang sakit? Sehat badannya namun rusak mentalnya. Yang dimaksud mentalnya rusak ialah negara bermasyarakat yang tak beriman sehingga gemar melakukan penyerangan dan penganiayaan hingga pembunuhan massal. Tentu hal ini sangat dipengaruhi oleh kecerdasan spiritual dan kecerdasan emosional seseorang.
Kita pastinya mengetahui bahwa ketiadaan keimanan mampu menghancurkan serta merusak mental seseorang. Ditambah dengan lingkungan sekitar yang jauh dari kata peduli satu sama lain, begitu pula negara. Negara kapitalis selalu sibuk dengan pembangunan dan pencapaian yang bersifat fisik dan materi saja. Tidak peduli pada pembangunan mental masyarakatnya, bahkan membiarkan bebas dan cenderung abai tanpa mencarikan solusi atas setiap permasalahan masyarakatnya.
Islam Sumber Kebahagiaan
Begitulah kenyataannya bila pikiran dan pemahaman jauh dari Islam, maka akan sangat mudah dirasuki paham rusaknya barat. Menstandarkan tujuan hidupnya hanya pada kesenangan dan kepuasan jasad. Paham ini terlahir dari ideologi kapitalis sekularisme, mempercayai Tuhan namun menolak diatur oleh Tuhan. Walhasil, setiap tindakan selalu akan menimbulkan kerusakan. Namun akan jauh berbeda dengan Islam. Sebaliknya, ketika manusia mempercayai Tuhannya dan menjadikan aturan yang diturunkan Tuhannya sebagai pengatur segala urusannya, niscaya kesejahteraan dan keamanan pastinya akan diperoleh.
Menjadikan standar kebahagiaan hanya pada keridhoan Allah semata. Pastinya juga menciptakan ketakwaan dan keimanan yang kokoh pada diri individu, masyarakat bahkan negara. Karena keimanan dan ketakwaan tak semudah membalikan telapak tangan, maka diperlukan lingkungan baik atau masyarakat yang saling peduli satu sama lain.
Diperlukan juga negara yang sigap melayani masyarakat. Negara amat sangat berperan aktif dalam pembentukan mental umatnya. Dalam hal ini negara yang mampu menuntaskan problem umat dengan serius dan dengan konsep-konsep terbaiknya. Negara seperti itu hanya ada pada negara Islam dalam naungan khilafah yang menerapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam melayani urusan umat, bukan dengan negara kapitalisme dan sistem turunannya demokrasi yang merusak.
Kegagalan-kegagalan yang disampaikan di atas seharusnya menjadi sorotan-sorotan bangsa lain untuk tidak mengambil jajakan hukum dari bangsa berpaham kapitalis itu. Sebab bangsa yang rusak dalam memahamkan arti kebahagiaan dan menstandarkan kesenangan kehidupan hanya pada kepuasan materi takkan pernah bisa menjamin keamanan, ketentraman bahkan kenyamanan masyarakatnya sendiri. Namun lain halnya dalam dunia Islam, keamanan dan ketentraman umat dan bangsanya akan sangat terjaga. Dengan kepedulian negara terhadap umat dengan cara memberikan edukasi terkait kerusakan cara berpikir masyarakat dan pastinya negara pula lah yang memfasilitasi agar masyarakat belajar ilmu agama dan mendalaminya, bersungguh-sungguh dalam beriman sehingga mampu menstandarkan kebahagiaan hanya pada keridaan Allah semata.
Dengan demikian, masyarakat akan tersadarkan sendiri menjalankan syariat Allah dengan segera tanpa tapi tanpa nanti. Maka tercipta lah bangsa yang beriman kepada Allah dan bertakwa yang dengan itu akan mendatangkan keberkahan dari Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya dalam Qur’an surat al-A’raf ayat 69 yang artinya, “Sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa niscaya kami akan membukakan untuk mereka keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami), maka kami siksa mereka disebabkan oleh apa yang telah mereka kerjakan.”
Wallahu a’lam.