Oleh. Salma Shakila
Muslimahtimes.com–Jika kita lihat fakta remaja saat ini ada dua golongan, di satu sisi adalah kelompok remaja hebat, pintar sampai menang setiap perlombaan olimpiade tingkat dunia, sudah paham tentang kewajiban menutup aurat dan melaksanakannya, banyak juga hafidz/hafidzah yang masih remaja. Tapi di sisi lain, banyak fakta kerusakan remaja yang terus bergulir, mereka hidup kebal terhadap nasihat, hidup seenaknya sendiri. Mereka menjadi masalah sosial yang cukup membuat kita menjadi miris.
Kenakalan mereka kadangkala tidak hanya membahayakan diri mereka sendiri, tapi juga membahayakan orang lain. Bahkan mereka juga bisa melakukan kejahatan di luar nalar. Seperti baru-baru ini ada remaja di Makasar yang sudah aborsi sebanyak 7x dan menyimpan janin aborsinya di tempat makan di rumah kost. Ada juga remaja di Pacitan yang tega membakar rumah hanya karena tidak dibelikan HP. Ini adalah kejahatan-kejahatan yang sudah tiak wajar dilakukan seorang remaja.
Makin hari kondisi remaja semakin memprihatinkan, generasi muda yang seharusnya belajar, melakukan yang positif dan menjadi penerus kepemimpinan, kondisinya semakin mengkhawatirkan. Mereka malah menjadi biang masalah dan menimbulkan pertanyaan besar, apakah remaja-remaja ini bisa melanjutkan tongkat estafet kepemimpinan jika gambaran mereka sedemikian rupa?
Lantas apa penyebabnya?
Penyebab dari rusaknya generasi saat ini di antaranya karena gaya hidup hedonisme (bersenang-senang) yang menjangkiti remaja. Seolah-olah hidup remaja itu hanya untuk yang ‘happy-happy’ saja. Remaja saat ini sulit diajak belajar dan berjuang. Mereka inginnya hidup untuk senang-senang saja.
Selain itu, penyebab dari rusaknya remaja saat ini karena standar kehidupan dikatakan berhasil jika kita memiliki materi yang banyak. Sehingga manfaat dan kesenangan dijadikan sebagai suatu landasan seseorang dalam berbuat. Cara pandang mereka terhadap hidup dan kehidupan telah bergeser, sehingga memandang kebahagiaan hanya dari dari seberapa materi yang dimiliki kerena menganggap bahagia mereka adalah mengejar terus materi ini. Tanpa peduli halal dan haram.
Ditambah dengan gempuran tayangan yang bisa diakses dengan mudah oleh para remaja ini. Informasi-informasi bisa diakses dengan bebas. Informasi bercampur antara yang baik dan benar. Kondisi remaja yang masih labil menjadikan mereka sulit menyaring informasi-informasi ini. Mereka menelannya, menerima, bahkan melakukanannya.
Kondisi semakin parah dengan tidak pedulinya masyarakat terhadap kondisi remaja ini. Masyarakat cenderung membiarkan dan menyerahkan perhatian remaja hanya wajib dilakukan oleh keluarganya saja.
Begitupun dengan pemerintah. Pemerintah memberikan perhatian yang minim terhadap masalah ini. Alih-alih mengarahkan dan membuat program yang meningkatkan keimanan agar remaja menjadi lebih terarah, justru menggencarkan moderasi beragama yang semakin menjauhkan remaja dari agama. Akibatnya kehidupan remaja semakin sekuler (memisahkan agama dari kehidupan), kehilangan arah dan semakin tidak terkendali.
Selain itu, kondisi ekonomi yang sulit di alam kapitalisme ini menjadikan para istri yang terpaksa membantu suaminya mencari nafkah. Aktivitas mencari nafkah yang menuntut perhatian yang besar karena menyangkut kebutuhan hidup menjadikan para orang tua, terutama ibu, tidak fokus terhadap pendidikan putra-putrinya di rumah, sehingga anak-anak remaja pun menjadi korban.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Siapa pun memahami bahwa keluargalah yang mempunyai peran penting menjaga remaja dari kerusakan. Tetapi tentu keluarga saja tidak cukup untuk melindungi remaja. Dibutuhkan juga lingkungan yang baik dan negara yang menjamin remaja dari kerusakan sehingga mereka bisa tumbuh menjadi generasi berkualitas.
Lingkungan sangat menentukan corak lingkungan remaja setelah dalam kehidupannya keluarganya. Lingkungan yang berisi perbuatan tolong-menolong dalam kebaikan dan mencegah kemaksiatan akan mengokohkan pribadi remaja yang baik pula. Berbeda dengan masyarakat yang serba boleh, tidak peduli tentu pada masyarakat ini kemaksiatan sulit dibatasi bahkan akan terus tumbuh dan ini` akan memengaruhi remaja itu sendiri.
Begitupun dengan negara. Dibutuhkan negara yang bisa menjamin keamanan, agama, moral bagi warga negaranya termasuk remaja. Karena bagaimanapun negara adalah satu-satunya institusi yang melindungi anak dan mengatasi persoalan anak.
Keluarga Institusi Utama dan Pertama
Keluarga adalah pembentuk karakter remaja muslim yang utama dan pertama. Islam telah memberikan kewajiban pengasuhan di tangan seorang ibu. Di tangan seorang muslimah yang mendidik anak-anaknya, mulai hamil, masa menyusui, usia ‘golden age’ akan terbentuk generasi muslim yang berkualitas. Akan tetapi pengasuhan di masa kecil ini tidak cukup. Di rumahnya anak- anak juga perlu diarahkan, dibina agar mempunyai tujuan hidup mau kemana, apa yang mau dilakukan selama hidup di dunia, dan nanti mau kemana setelah kehidupan dunia. Semua jelas tergambar karena orangtua memberi pengarahan terhadap putra-putri mereka.
Orang tua mempunyai peranan yang sangat penting terhadap putra-putri mereka. Sebagaimana hadis Rasulullah saw.
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، حَتَّى يُعْرِبَ عَنْهُ لِسَانُهُ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
“Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah hingga ia fasih (berbicara). Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”
Seorang remaja dalam hidupnya akan punya episode penting di rumahnya. Episode penting ini akan berpengaruh terhadap remaja dalam mengarungi kehidupan selanjutnya. Rumah menjadi tempat tumbuh dan berkembang yang utama dan pertama bagi seorang anak. Tempat ia mendapatkan kasih sayang dari kedua orangtuanya dan seluruh anggota yang ada dalam keluarga.
Karenanya untuk mewujudkan keluarga yang memberi pengaruh yang baik maka perlu adalah harmonisasi antara ayah dan ibu dalam pendidikan anak di rumah. Dan tujuan apa yang ingin dicapai dalam pendidikan yang orang tua ciptakan di rumah. Tentu hal ini tidak bisa dilakukan secara serampangan atau sekadar seperti air yang mengalir. Sinergi akan tumbuh jika orang tua punya standar hidup yang sama yang menjadi dasar dalam mengarungi kehidupan berkeluarga.
Tentu saja, standar hidup yang harus diambil adalah standar hidup dari Allah Swt. Tuhan Semesta alam yang telah menciptakan bumi dan seisinya. Tuhan yang menciptakan manusia tentu tahu mana yang terbaik bagi kedupan manusia. Aturan yang dimaksud tidak lain adalah Islam. Kita selaku orangtua harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup untuk membimbing anak kita sesuai tuntunan Islam.
Tentu ini tidak mudah di tengah gempuran kehidupan bebas yang melanda kaum muslim sekarang. Untuk itu, selaku orang tua kita harus punya ilmunya. Mendapatkan ilmu harus dengan belajar. Oleh karenanya kita harus belajar Islam ini dengan intensif sehingga kita punya bekal cukup untuk membimbing putra-putri kita menjadi generasi yang berkualitas yang mampu menjawab semua pertanyaan mendasar tentang kehidupan mereka dari mana, untuk apa, dan mau ke mana kehidupan mereka sebenarnya?
Dengan membimbing putra-putri kita berdasarkan risalah Islam yang dibawa Rasullullah saw akan dihasilkan generasi tangguh dan berkualitas yang mampu mengarungi kehidupan dengan bekal Islam bahkan menjadi pejuang Islam. Ini tidak mudah, tapi kita harus terus berupaya mencapainya. Bismillah.
Wallahu ‘alam.