Oleh. Ari Sofiyanti
(Alumni Universitas Airlangga)
Muslimahtimes.com-Pernahkah kita berada pada kondisi kesulitan multidimensi? Kekurangan makanan, harga kebutuhan sehari-hari melambung tinggi, pemadaman listrik meluas 3 jam perhari, BBM langka sehingga transportasi penting seperti bus, kereta api dan kendaraan medis tidak beroperasi. Sekolah-sekolah ditutup, sementara sistem kesehatan diambang kehancuran karena kekurangan alat-alat medis dan obat-obatan.
Ya, kondisi krisis multidimensi ini secara nyata tengah terjadi di Sri Lanka. Rakyat yang menanggung seluruh beban itu kini menuntut pertanggungjawaban kepada pemerintah. Gelombang demonstrasi tak terelakkan, mereka pun menduduki istana kepresidenan dan menuntut presiden untuk mundur. Sementara itu, Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, malah memilih kabur ke Maladewa. Ribuan massa semakin memanas hingga mengepung kantor Perdana Menteri Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe, agar mundur dari posisi pelaksana tugas (Plt). Kerusuhan semakin menjadi-jadi, negara pun kacau.
Ambruknya ekonomi Sri Lanka telah memberikan efek ancaman serius bagi kelangsungan hidup rakyat. Berbagai macam faktor dan kronologi yang mengantarkan pada krisis Sri Lanka telah diungkap oleh para ahli.
Profesor Mick Moore dari University of Sussex dan mantan konsultan di Sri Lanka untuk Asian Development Bank menilai, krisis yang dihadapi Sri Lanka bukan hanya dampak dari masalah ekonomi global, tetapi diciptakan oleh pemerintah sebelumnya.
Pemerintahan telah meminjam uang dalam jumlah besar kepada luar negeri seperti Cina dan India untuk proyek-proyek infrastruktur yang ternyata fungsi dan efektifitasnya menimbulkan tanda tanya. Dalam satu dekade terakhir, Cina telah meminjamkan Sri Lanka lebih dari US$5 miliar untuk proyek-proyek termasuk jalan, bandara, dan pelabuhan.
Selain utang, krisis di Sri Lanka juga terjadi karena defisit perdagangan yang terjadi selama bertahun-tahun. Sri Lanka lebih banyak mengimpor US$ 3 miliar setiap tahun daripada aktivitas ekspor. Hal ini menyebabkan negara kehabisan mata uang asing. Defisit perdagangan Sri Lanka selama ini berhasil ditutupi oleh devisa dari sektor pariwisata. Tetapi semenjak pandemi Covid 19 menghantam, sektor pariwisata pun ambruk.
Di awal tahun 2021 kelangkaan mata uang asing di Sri Lanka menjadi masalah yang makin serius. Pemerintah pun mencoba membatasinya dengan melarang impor pupuk kimia. Sebagai gantinya pemerintah meminta petani untuk menggunakan pupuk organik yang bersumber secara lokal. Akan tetapi hal ini malah menyebabkan gagal panen yang meluas. Akibatnya Sri Lanka harus mengimpor stok makanannya dari luar negeri, yang membuat kekurangan mata uang asingnya semakin parah.
Kita harus berkaca pada krisis Sri Lanka, lebih luas lagi kaum muslim di seluruh dunia. Kita perlu waspada terhadap segala kemungkinan dan mulai mengambil solusi untuk berubah dari kondisi buruk saat ini. Sebagian mengatakan bahwa kondisi Indonesia masih lebih baik. Jauh dari kemungkinan krisis yang melanda seperti Sri Lanka. Tetapi bukan berarti ini membuat kita betah terus tinggal dalam kondisi saat ini tanpa mengatasinya. Apakah kita tidak melihat kemiskinan yang makin menjerat di Indonesia? BBM mahal, minyak goreng mahal, listrik mahal, biaya pendidikan dan kesehatan selangit, korupsi, pergaulan bebas dan kriminalitas marak. Bukankah ini kondisi yang memprihatinkan? Tentu saja kita menginginkan perubahan hakiki nan mulia. Tidak merasa nyaman dalam kerusakan ini dan tidak menunggu hingga krisis terjadi seperti di Sri Lanka.
Jika kita menganalisis secara cermat, krisis multidimensi yang terjadi saat ini adalah akibat dari kesalahan sistem yang diadopsi untuk mengurus urusan kehidupan dunia. Fakta yang jelas bahwa hukum-hukum dan aturan yang diambil oleh negara-negara di dunia saat ini adalah hukum buatan akal manusia yang lemah dan terbatas. Dari akal manusia tersebut lahir sistem sekulerisme kapitalisme. Kapitalisme senantiasa menebar mindset utang riba sebagai solusi ekonomi. Sementara pengelolaan sumber daya alam diserahkan kepada swasta. Tak heran jika negara mudah hancur karena salah urus.
Mengubah dan memperbaiki kerusakan kehidupan saat ini menuju kondisi yang mulia hanya bisa dilakukan oleh sistem yang benar. Sistem yang diturunkan dan dijamin kebenarannya oleh Pencipta Alam Semesta, itulah sistem Islam. Islam memiliki seperangkat hukum dan aturan sempurna yang akan membawa rahmat jika dijalankan oleh manusia secara menyeluruh dalam naungan Khilafah. Sistem ekonomi Islam memiliki mekanisme yang jelas dan independen. Sumber-sumber pemasukan Khilafah termasuk SDA wajib dikelola secara mandiri agar hasilnya bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan publik.
Dalam sistem politik, Khilafah adalah negara mandiri dan berdaulat penuh. Tidak dijajah bangsa lain, termasuk terjerat utang luar negeri yang penuh riba. Karena Allah melarang kaum muslim dikuasai oleh kaum kafir dan mengharamkan riba.
Selain sistem ekonomi, Islam juga mengatur sistem politik baik dalam negeri maupun luar negeri, sistem pendidikan, sistem kesehatan dan seluruh sistem kehidupan secara utuh. Semua ini untuk kebaikan manusia itu sendiri, bahkan untuk seluruh alam semesta. Dengan menerapkan Islam secara komprehensif sajalah saru-satunya solusi problem umat manusia. Khilafah tentu saja tak luput dari musibah. Beberapa krisis ekonomi pernah melanda, namun dengan pemimpin yang bertakwa seperti pada masa Umar bin Khattab beliau melakukan segenap upaya terbaik. Beliau mengambil hukum-hukum Islam untuk menyelesaikan krisis. Bersama dengan umat, beliau senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dan meminta pertolongan. Atas izin Allah, krisis berhasil diatasi dengan cara mulia dan berpahala. Wallahu a’lam